Mohon tunggu...
Salisa Azzahro
Salisa Azzahro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Law Student

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

PP Bank Tanah Mengembalikan Konflik Agraria Kolonial dan Mematikan Reforma Agraria

11 Mei 2022   19:34 Diperbarui: 11 Mei 2022   19:37 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 Tentang Bank Tanah ("PP 64/2021") merupakan peraturan pelaksanaan atau peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Cipta Kerja ("UU Cipta Kerja"). Bank Tanah merupakan lembaga baru yang dibentuk dan diamanatkan oleh UU Cipta Kerja. 

Hal ini menjadi sangat baru bagi Indonesia. Bank Tanah dibentuk oleh pemerintah pusat yang diberi kewenangan khusus untuk mengelola tanah. Kemunculan regulasi ini menimbulkan banyak penolakan dari masyarakat. UU Cipta Kerja itu sendiri dalam pembentukannya penuh dinamika, penolakan, hingga mengakibatkan demo yang panjang dan besar dari masyarakat. UU Cipta Kerja dibuat hanya untuk kepentingan investasi dan untuk memperkaya golongan tertentu. 

Hal ini bisa dilihat dari norma-normanya yang menghapuskan aturan-aturan yang melindungi buruh, lingkungan, dan sebagainya. Sebaliknya, UU Cipta Kerja justru memuat aturan-aturan yang mempermudah usaha dan investasi. Adapun aturan tentang Bank Tanah yang merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja berarti memuat aturan untuk menunjang UU Cipta Kerja, artinya untuk menunjang usaha dan investasi serta memperkaya golongan tertentu.

Konflik agraria merupakan permasalahan yang sudah ada sejak dulu kala. Bahkan pada masa kolonial, masalah tanah ini disebut sebagai masalah kolonial yang sangat besar. Tanah adalah komoditas. Tanah juga memberi penghidupan bagi manusia seperti untuk tempat tinggal, berkebun, bertani, berdagang, berusaha, dan lainnya. Karena itu tanah sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat. 

Namun, permasalah utamanya yakni perbedaan akses untuk mendapatkan tanah itulah yang menyebabkan hanya orang-orang kaya atau pemilik modal saja yang memonopoli hak-hak atas tanah. Sehingga terjadi kesenjangan ekonomi yang semakin jauh. 

Maka muncul gagasan reforma agraria, yakni: "Penataan kembali struktur pemilikan, penguasaan dan penggunaan tanah/wilayah, demi kepentingan petani kecil, penyakap, dan buruhtani tak bertanah." 

Salah satu program reforma agraria adalah landreform yang merupakan redistribusi tanah yang timpang agar menjadi lebih adil. 

Setelah masyarakat mendapatkan tanah, reforma agraria juga akan menunjang penggunaan tanah secara berkelanjutan seperti memberi modal, menyediakan jasa advokasi, memfasilitasi informasi baru dan teknologi, memberi pendidikan dan pelatihan, serta akses terhadap bermacam sarana produksi dan bantuan pemasaran. Dengan begini, masyarakat dapat bertahan dengan penggunaan tanahnya dan bisa mencapai kebutuhan ekonomi.

Namun, terdapat beberapa poin mengapa PP 64/2021 tentang Bank Tanah ini mengancam pelaksanaan reforma agraria. Bank Tanah ini mengadopsi asas domein verklaring. Asas ini menganggap tanah yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya maka menjadi tanah milik negara. 

Asas ini telah dihapus oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1950 Tentang Pokok-Pokok Agraria ("UUPA") dengan ketentuan hak menguasai oleh negara negara (bukan hak milik) atas tanah untuk mmencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat. 

Meskipun ketentuan UUPA ini juga memiliki banyak kekuarangan tapi tentu saja pengembalian asas domein verklaring adalah yang terburuk. Asas ini digunakan pemerintah kolonial Hindia Belanda untuk mengakuisisi tanah masyarakat. Maka dapat dilihat bahwa asas domein verklaring ini memiliki karakteristik kolonialisme. Asas ini dapat dilihat dari cara kerja Bank Tanah sebagai milik negara. Bahkan dipersempit lagi menjadi milik pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun