Mohon tunggu...
Salaby Maarif
Salaby Maarif Mohon Tunggu... -

Jualan, Tennis, Menulis dan Silaturahmi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Remunerasi Vs Sholat Subuh

12 November 2012   02:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:36 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pagi itu ada yang tidak biasa bagi temenku yang bernama Memet. Tumben-tumbennya dia datang ke kantor absen face screen,trus ngacir ke musholla. Memang sih banyak pegawai di kantor ku yangmemulai aktivitas pagi dengan sholat Dhuha. Tapi ini agak aneh bagi si Memet, karena dia sangat jarang sholat dhuha di musholla kantor. Ada apakah gerangan dengan perubahan yang signifikan di pagi ini.

Sambil bercanda ku samperin aja si bang Memet, "bang, tumben-tumbenan nih khusuk banget dhuhanya. biasanya ente kan udah dhuha dari pondok??". "Ssstt..", sergah bang Memet. "jangan keras-keras, gak enak didenger orang. Ayo tak kasih tau.." bang Memet menarik tanganku menjauh dari kerumunan para pegawai.

"Asem tenan, tadi itu aku baru sholat subuh', lanjut bang Memet. "lho,koq iso??" selidikku. bang Memet pun bercerita, " Semalem aku habis main futsal sampe jam 2 pagi, trus lemes banget..eeh bangun-bangun udah jam 06.15. Ya udah aku langsung cabut ke kantor daripada telat". Sambil terheran aku pun bertanya,"bukannya ente ustad pondok bang, emang ga ada yang bangunin?". "Justru itu, anak-anak pada ga brani bangunin aku", jawabnya. "tapi kan sekali bangun bisa langsung sholat dulu bang? aku setengah tidak terima. " yah daripada telat semua, mending absennya bisa diselamatkan", sambil ngeloyor bang Memet menjawab enteng. Begitulah kurang lebih percakapan "ringan"ku mengawali kerja dengan bang Memet pagi itu.

Lalai dalam dalam sholat bagi seorang muslim akan mendapat hukumannya tersendiri dari Tuhan. Begitu juga ketika lalai (terlambat) masuk kantor juga akan mendapatkan hukumannya tersendiri dari Pemerintah. Bedanya adalah lalai dari aturan Tuhan hukumannya akan ditangguhkan sampai batas waktu yang akan ditentukanNya, sedangkan lalai dari aturan Pemerintah karena keterlambatan hukumannya ditangguhkan sampai bulan depan berupa pemotongan remunerasi sebesar 1 % per hari. Bedanya lagi, Tuhan dalam penerapannya aturannya tidak menggunakan harga mati,tetapi tetap memperhatikan apa penyebab kelalaian dilakukan. Bisa jadi 2 orang sama-sama melakukan sebuah kelalaian yang satu dihukum Tuhan dan yang satunya tidak dihukum Tuhan. Sebagai contoh orang yang ketiduran tersebut, Tuhan menyatakan tidak ada kesalahan bagi orang yang tidur dengan tidak ada kesengajaan meninggalkan perintahNya. Lain halnya dengan aturan Pemerintah, sehari terlambat potong 1 % dan akan terakumulasi sejumlah hari keterlambatan hingga akhir bulan tanpa mau tahu alasan keterlambatan tersebut.

Namun, ini adalah masalah orientasi hidup seorang manusia. Seseorang akan mencurahkan segala potensi yang dimiliki  kearah orientasi hidupnya.  Tung Desem mengatakan bahwa pada prinsipnya semua manusia berorientasi kepada dua hal. Pertama, meninggalkan rasa sakit dan tidak nyaman. Kedua, ingin hidup enak dan nyaman. Tentunya terjemahan dari rasa sakit dan tidak nyaman serta hidup enak dan nyaman akan menjadi sangat pribadi sesuai dengan pemahaman masing-masing orang.

Sejauh pemahaman yang saya anut, menghindari rasa sakit dan mendatangkan hidup enak yang transenden tentu lebih utama daripada rasa sakit dan kenyamanan yang fana. Kita tidak akan pernah benar-benar berbahagia ataupun benar-benar menderita di dunia ini. Semua saling mengisi, didalam kebahagian itu terdapat penderitaan sedangkan didalam penderitaan itu terkandung kebahagiaan. Itu wilayah permainan perasaan.

Sedangkan kenikmatan dan kebahagiaan transenden itu hanya ada di tangan Tuhan, belum pernah ada yang melihat serta mendengarnya. Tentu itu bukan sekedar permainan perasaan dan saya berharap kepada Tuhan agar Ia memberikannya kepadaku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun