Mohon tunggu...
Sakti Lazuardi
Sakti Lazuardi Mohon Tunggu... -

Sakti Lazuardi, S.H sekarang aktif menjadi Tenaga Ahli KP3EI Kementrian Koordinator Perekonomian dan Anggota Tim Mandiri UPRBN Kementrian PAN RB. Selain itu juga aktif dalam Grup Diskusi Makara Progresif dan Community Development Terminal Hujan Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jalan Tengah Perseteruan Ayat Suci versus Ayat Konstitusi

22 Mei 2012   02:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:59 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada seorang teman yang memberi komentar tentang sebuah artikel yang mengulas pendapat seorang Ahok (Cawagub DKI Jakarta 2012-2017; pasangan dari Jokowi yang merupakan Cagub DKI Periode 2012-2017) , pada intinya teman tersebut menggaris bawahi pendapat Ahok yang lebih mengedepankan ayat konstitusi dibandingkan dengan ayat suci, terutama dalam menyelasaikan masalah-masalah kontemporer kenegaraan di Indonesia. Si teman langsung berkomentar “Gak bener nich” melihat hal tersebut saya kemudian tertarik untuk membaca arJika tikel secara menyeluruh. Oh iya untuk penegasan, saya bukan kader atau simpatisan dari pasangan cagub dan cawagub ini, saya mengangkat tulisan ini lebih karena ingin menuangkan gagasan mengenai AYAT SUCI vs AYAT KONSTITUSI bukan karena ingin membela Ahok atau meluruskan opini miring tentangnya.

Menarik memang jika kita berdiskusi mengenai hal ini, karena kita menghadapkan dua hal yaitu dunia dan akhirat, kita menghadapkan logika dan keyakinan. Sekilas apa yang saya tulis seakan-akan ingin mempertentangkan antara dua hal tersebut, padahal tidak demikian, inilah sisi menariknya. Oh iya kembali ke artikel yang saya maksud, akhirnya saya dan teman sy “berdiskusi” di dalam wall Facebook, cukup panjang dan cukup panas, namun akhirnya selesai dengan baik dengan kalimat penutup “Berbeda itu adalah hal yang biasa”.

Inti pernyataan teman saya adalah, ayat suci itu harus di atas apapun termasuk untuk mengatasi ayat konstitusi. Saya berpikir sejenak dan kemudian melemparkan kontra argumen. Saya katakan kalau konstitusi adalah bentuk perjanjian, bentuk kesepakatan antar pihak yang hidup di masyarakat dalam suatu Negara. Artinya ini adalah perjanjian yang harus ditaati dan dihormati karena itu adalah konsensus bersama. Jika memang ada yang salah dengan konstitusi, maka lakukanlah perubahan di dalam konstitusi dan sesuaikan dengan kondisi masyarakat. Namun setelah itu taati-lah, hormati-lah bukan malah bergerak sendiri-sendiri atas nama kelompok dan kemudian mendelegitimasi konstitusi itu sendiri. Jika ini yang terjadi maka saya takut akan terjadi cerai berai dalam bernegara, ada perpecahan yang mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Saya juga mengatakan bahwa konstitusi kita mengadopsi nilai-nilai yang terkandung di dalam norma-norma baik itu norma susila, agama, kesopanan atau norma lainnya. Artinya memang konstitusi kita dikemas untuk menjadi konstitusi yang baik, karena sebagai Gerundnorm wajar jika kemudian konstitusi dijadikan sumber dari segala sumber hukum yang ada di Indonesia. Saya sebutkan lagi turunan dari konstitusi yaitu UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dimana di dalam UU ini disebutkan secara jelas mengenai ketentuan perkawinan yang diadopsi langsung dari nilai-nilai ajaran Islam. Sehingga dapat dikatakan secara materil hukum positif yang berlaku di Indonesia adalah hasil adopsi dari norma-norma yang saya sebutkan tadi.

Secara formil, saat konstitusi itu disahkan oleh MPR maka kita dianggap mengetahui dan terikat di dalamnya. Konstitusi adalah JALAN TENGAH dari banyaknya kepentingan yang ada di Indonesia. Kepentingan itu diusung oleh kelompok-kelompok yang berbeda-beda. Konstitusi ini penting berdiri sebagai sebuah pengikat, dimana dia mengekstraksi nilai-nilai umum positif dari masing-masing kepentingan tersebut dengan harapan agar konstitusi dapat mengakomodir kepentingan yang baik dan menjadi “pagar” dari para kelompok kepentingan tersebut dalam melakukan atau merealisasikan kepentingannya. Konstitusi mencegah terjadinya tubrukan antarkepentingan, atau berfungsi sebagai dasar hukum jika di kemudian hari ada hal-hal yang disengketakan.

Kembali ke “perdebatan” antara saya dan teman saya, sy mengatakan lebih lanjut jika kemudian semua umat beragama berpikir seperti anda dan masing-masing punya standar kebenaran tersendiri maka ayat suci mana yang harus diikuti. Dia menjawab kalau dia hanya meyakini Islam dan Al-Quran sebagai yang benar, oke sampai di sini saya kemudian berhenti sejenak. Lantas saya berkata, saya sebagai muslim juga meyakini kalau hanya Islam dan Al-Quran yang benar namun hal ini hanya boleh kita ungkap dalam keyakinan, jika memasuki ranah publik ada hal lain yang membuat kita jadi terbatas dalam berkeyakinan, eits tapi jangan salah paham dulu, maksud saya begini.

Kita pernah berdebat panjang tentang PLURALISME yang disebutkan sebagai ajaran Liberal dimana mengajarkan orang untuk menganggap semua agama sama, bahwa semua Tuhan adalah benar. Jujur sebenarnya saya tidak sepakat, secara substansi saya muslim dan saya meyakini hanya Islam dan Al-Quran yang benar. Apakah saya boleh berpikir demikian? Sangat boleh, bahkan sangat dianjurkan. Begitupun dengan umat agama lain, silahkan saja jika mereka berpikir bahwa ajaran dan kitab suci mereka adalah satu-satunya ajaran dan kitab suci yang benar. Hal itu dibenarkan selama masih dalam ranah privat keyakinan dalam ranah privat ibadah kita masing-masing. Namun jika sudah memasuki ruang publik kita harus membatasi diri kita dengan cara mnghormati, kita tidak memaksakan kehendak kita walaupun itu didasarkan atas ayat suci, dalam ruang publik semuanya harus dimusyawarahkan dicari JALAN TENGAH nya sehingga tercipta keseimbangan. Di dalam ruang publik kita tidak bisa mengatakan agama kita yang benar dan agama lain salah, bayangkan jika ini yang terjadi maka bisa timbul perpecahan. Kita harus toleran, andaikan ada upaya berdakwah hal tersebut harus dipahami dalam konteks ini adalah syiar dan tiap orang diberikan hak untuk memilih.

Sebagai contoh, kita tidak bisa di dalam ruang publik mengatakan “Islam adalah agama yang benar dan Kristen adalah agama yang sesat” jika hal ini dilakukan terlebih bukan dalam konteks dakwah yang merupakan syiar maka siap-siap saja terjadi perang saudara. Bayangkan jika itu yang terjadi pada kita dimana agama kita yang diperlakukan demikian. Oleh karena itu perlu kedewasaan dalam beragama dan bermasyarakat, masing-masing pihak sudah tahu bagaimana caranya bersikap. Menekan ego beragama dalam ruang publik bukan berarti kita menghilangkan keyakinan atas agama dan ajaran yang kita yakini, bukan sama sekali. Kita hanya mencari JALAN TENGAH guna mengikat diri bersama-sama, agar terjadi kesepahaman dalam keberagaman.

Nah konstitusi dalam hal ini mempunyai peran sebagai bentuk konsensus para pihak yang berbeda dalam ruang publik yaitu Negara. Karena banyaknya perbedaan maka konstitusi hanya mengakomodir nilai-nilai umum yang baik dalam tiap ajaran. Karena diyakini tiap ajaran pada dasarnya mengajarkan hal yang baik, maka hal itu lah yang ditarik dalamnilai-nilai yang terkandung di dalam konstitusi. Konstitusi ini juga penting sebagai pengikat, sebagai kesepakatan para pihak sehingga mereka semua dapat berjalan beriringan tanpa harus bergesekan satu sama lain. Selain itu sebagai penegas mengenai hal ini, diterapkan ketentuan mengenai “Negara menjamin kebebasan beragama” hal ini sama dengan konsep “lakumdinukum waliyadin” yang ada di dalam ajaran Islam, bahwa untukku agamaku, untukmu agamamu. Inilah JALAN TENGAH.

Juga apa yang saya katakan di dalam tulisan ini tidak sama dengan gagasan sekularisme, karena jika saya sekuler maka saya akan memisahkan secara hitam putih antara kehidupan bernegara dengan kehidupan beragama. Padahal jelas dikatakan mengenai konsep-konsep beragama di dalam konstitusi kita.Yang saya gagas hanya bentuk harmonisasi dimana masing-masing kelompok dapat hidup nyaman dan tenteram sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Tanpa harus takut dengan hegemoni kelompok mayoritas atau kelompok lain yang lebih besar. Konsep paling baik dari kebebasan adalah saat kebebasan kita tidak menghalangi orang lain untuk menikmati kebebasannya, sehingga jika kebebasan kita sudah menggerus kebebasan orang lain maka saat itu juga kebebasan kita harus di konversi menjadi bentuk ketidakbebasan.

Sehingga jika ada pendapat yang mengatakan kalau ayat suci harus mengatasi ayat konstitusi saya akan mengatakan kalau ayat kosntitusi itu sendiri sudah diatasi oleh ayat suci, terlihat dari nilai-nilai ajaran yang terkandung di dalamnya. Jika memang konstitusi dianggap tidak sesuai lagi dengan kondisi masyarakat maka lakukanlah perubahan atas konstitusi tersebut, jangan menganggap perubahan konstitusi sebagai sesuatu hal yang tabu bahkan haram. Konstitusi itu hanya alat, substansinya ada di isi dari konstitusi itu sendiri. Kalau memang alatnya sudah kuno maka perbaharuilah alat tersebut. Juga jangan melakukan gerakan tercerai berai dimana masing-masing kelompok bergerak sendiri-sendiri dengan keyakinan masing-masing dan merasa hanya keyakinannnya yang benar dan yang lain salah. Jika ini yang terjadi maka sama saja membiarkan gerak acak partikel-partikel dalam medium bebas yang kontinum yang kapan saja bisa saling bertubrukan dan menghantam satu sama lain. Hal ini jika dibiarkan akan membahayakan kesatuan dan persatuan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SAKTI LAZUARDI

JAKARTA 22 MEI 2012

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun