Mohon tunggu...
Sakti Lazuardi
Sakti Lazuardi Mohon Tunggu... -

Sakti Lazuardi, S.H sekarang aktif menjadi Tenaga Ahli KP3EI Kementrian Koordinator Perekonomian dan Anggota Tim Mandiri UPRBN Kementrian PAN RB. Selain itu juga aktif dalam Grup Diskusi Makara Progresif dan Community Development Terminal Hujan Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Catatan Sakti Lazuardi Wahab: REFLEKSI GERAKAN MAHASISWA : Tinjauannya dengan gerakan Mahasiwa kini

29 Maret 2012   02:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:19 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Gerakan Mahasiswa sebagai bagian dari gerakan sosial adalah sebuah jalan panjang sejarah bangsa yang sedari dulu sudah mengambil peran dalam pola pembangunan maupun pergerakan bangsa Indonesia. Sejarah membuktikan bahwa peran mahasiswa sebagai golongan ‘elit’ dalam komposisi penduduk bangsa Indonesia sedikit banyak telah membawa Indonesia ke dalam bentuknya yang seperti sekarang ini. Sebagai intellectual society, mahasiswa dituntut untuk mempunyai tanggung jawab dan peran lebih dalam menanggapi setiap permasalahan yang terjadi di bangsa ini. Sehingga tentu tidak salah jika dikatakan bahwa di pundak para mahasiswalah, masa depan bangsa ini digantungkan.

Sejak masa penjajahan Belanda, mahasiswa telah mengambil peran yang signifikan dalam upaya pembangunan bangsa. Melalui para pemuda-pemuda pilihannya seperti Soekarno, Moh.Hatta, Moh.Yamin ataupun Soepomo bangsa ini ini mulai menemukan fajar di tengah kegelapan yang menyelimuti selama hampir kurang lebih 350 tahun. Mereka bisa dikatakan sebagai golongan awal pribumi (sebutan untuk bangsa Indonesia Asli pada saat masa penjajahan kolonial Belanda) yang beruntung mendapatkan bekal pendidikan tinggi. Seperti Soekarno, Hatta dan kemudian Yamin yang sepulangnya mereka dari Belanda langsung menjadi pioner-pioner perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Mereka menjadi pemimpin rakyatnya yang tengah dalam situsi penuh penderitaan dan kebodohan pada saat itu. Sehingga di saat mereka memimpinlah, Indonesia menemukan bentuk terbaiknya sebagai sebuah bangsa yang merdeka.

Tidak berhenti di situ, seolah mengulang sejarah, perjuangan pemuda dalam hal ini mahasiswa terus berulang di masa-masa berikutnya. Tahun 65 menjadi primadona berikutnya dari puncak gerakan mahasiswa. Terpicu oleh kondisi politik dan ekonomi yang tidak menentu pada saat itu, sekelompok aktivis seperti Soe Hook Gie, Arif Rahman Hakim ataupun aktivis angkatan 66 lainnya mengikrarkan seruan Tritura yang dikenal dengan Tiga Tuntutan Rakyat. Dimana tuntutan ini menjadi senjata utama mahasiswa pada saat itu dalam rangka menyerang kebijakan-kebijakan pemerintah orde Lama yang dinilai tidak berpihak pada rakyat. Pola kepemimpinan Presiden Soekarno yang pada saat itu mendapat Gelar presiden Seumur hidup dari MPRS dniliai tidak cukup mampu menyelesaikan permasalahan yang ada. Oleh karenanya dengan memanfaatkan momentum G30SPKI salah satunya, mahasiswa bersama dengan elemen bangsa lain, mencoba mengembalikan arah perjuangan bangsa seperti yang dicita-citakan dalam proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia pada tahun 1945.

Puncaknya Gerakan Mahasiswa menemui identitasnya pada saat Reformasi 1998. Reformasi yang sempat disetarakan dengan Revolusi Prancis itu telah membawa gerakan Mahasiswa pada eksistensinya yang nyata. Lagi-lagi dikarenakan kondisi yang tidak memihak pada rakyat kecil, gerakan mahasiswa pada saat itu menjelma menjadi kekuatan rakyat yang seolah tidak dapat dibendung lagi oleh kekuatan rezim otoratorian Soeharto. Merupakan akumulasi yang nyata dari kekecewaan gerakan-gerakan sebelumnya, gerakan mahasiswa pada tahun 1998 menjadi puncak gunung Es penantian selama hampir 32 tahun era kepemimpinan Soeharto. Pada masa ini, gerakan mahasiswa mendapat tempat terhormat dalam kehidupan bangsa dan seolah menjadi juara pertama dalam lomba menuju Negara yang demokratis. Di sini mahasiswa membuktikan akan kepeduliannya yang nyata terhadap permasalahan bangsa ini. Seolah mereka mengatakan bahwa “Permasalahan bangsa adalah permasalahan kami”.
Lalu bagaimana kondisi gerakan mahasiswa kini? Sepeninggalan rezim Orde Baru, gerakan mahasiswa seolah menunjukkan tanda-tanda kemunduran. Seolah gerakan mahasiswa telah kehilangan panggung dalam pentas pembangunan nasional. Tidak terlalu menyedihkan memang, pada era pemerintahan Presiden Gus Dur, mahasiswa sempat tampil kembali dalam kancah nasional dengan menjadi ujung tombak pengkritisan terhadap setiap kebijakan yang ia keluarkan. Tapi setelah itu, mahasiswa mulai kehilangan identitasnya, praktis mahasiswa hanya berkutat dengan permasalahan lokal yang terjadi di kampus masing-masing. Walau sesekali ada kejutan yang datang dari mahasiswa, tapi gerakannya tidak seeksis atau senyata dulu. Bisa dikatakan, bahwa tahun 1998 sebagai titik balik dari gerakan mahasiswa.

Ada beberapa alasan yang mungkin dapat digunakan untuk menjelaskan perihal masalah ini. Pertama, dikatakan bahwa kondisi alam demokratis seperti sekarang ini dinilai bukan tempat yang ‘nyaman’ untuk gerakan mahasiswa dapat berkembang. Di Era sebelumnya, gerakan mahasiswa mendapat tekanan dari rezim yang berkuasa sehingga di saat ia tampil simpati rakyat seluruhnya tertuju pada mahasiswa. Berbeda dengan kondisi kini, gerakan mahasiswa seolah tidak menemui tantangan yang berarti sehingga menyebabkan mahasiswa tidak berada di posisi terbaiknya dalam pergerakan bangsa.

Alasan kedua adalah, Gerakan Mahasiswa kini dinilai tidak adaptif terhadap kondisi bangsa kini. Pola-pola lama seperti demontrasi turun ke jalan atau bentuk protes-protes lain dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi bangsa sekarang ini. Kalau dulu demonstrasi mahasiswa dinilai sebagai penyelamat, sekarang demonstrasi mahasiswa dinilai sebagai penghambat. Pendapat ini bukan sesuatu yang salah mengingat akhir-akhir ini kita sering melihat demonstrasi mahasiswa yang seolah kehilangan nilai dan moral sehingga menurunkan citra positif mahasiswa di mata rakyat Indonesia.

Alasan ketiga. Gerakan mahasiswa mulai digerogoti dari dalam oleh pendukungnya sendiri, dalam hal ini mahasiswa sebagai modal utama gerakan mahasiswa. Kondisi “nyaman” yang kini melingkupi bangsa Indonesia menjadi alasan utama penyebab hilangnya identitas kebangsaan di setiap diri mahasiswa kini. Mahasiswa kini seolah takut untuk keluar dari zona nyaman yang mereka tempati sekarang. Dengan gedung-gedung kuliah yang ber-AC, sambungan wi Fi yang mumpuni serta fasilitas seabrek lainnya membuat mahasiswa ‘terisolir’ dari kenyataan bangsa secara keseluruhan. Tak pelak lagi kondisi ini menciptakan golongan mahasiswa yang dikenal dengan sebutan apatis dan oportunistik, dimana pola sikap mahasiswa semata-mata pergi ke kampus untuk belajar, mencari karir, dan tidak ambil pusing terhadap permasalahan bangsa. Tentunya hal ini yang kemudian kita takutkan, dimana mahasiswa yang notabenenya adalah pembela rakyat kemudian kehilangan sense of social yang seharusnya mereka miliki. Hal ini pada akhirnya hanya akan menjadikan mahasiswa hanya sebagai ‘robot-robot pembelajar’ yang sudah mempunyai program yang di set saat pertama ia menginjakkan kakinya di Perguruan Tinggi.

Alasan keempat. adalah mulai bergesernya pola pendidikan sebagai bagian dari sarana untuk mencerdaskan bangsa menjadi pola komoditas ekonomi yang hanya diperuntukkan bagi segolongan orang. Posisi sekolah dan kampus (terutama kampus) sebagai lembaga pendidikan yang terbuka bagi siapa saja yang ingin meningkatkan kapasitas dan kualitas diri (tidak terhambat oleh alasan-alasan sosial ekonomi politik maupun budaya)seolah hilang. Citra kampus sekarang adalah lembaga pendidikan tinggi yang memerlukan biaya tinggi pula untuk dapat “berada” didalamnya. Kondisi ini tentu saja membuat mahaiswa yang terdidik di dalamnya adalah mahasiswa-mahasiswa yang pada umumnya kaya dan terbiasa dengan kondisi nyaman mereka. Sehingga sejak awal memang sudah ada seleksi awalan bagi mahasiswa yang akan meneruskan studi di Perguruan Tinggi. Tentu tidak semua mahasiswa kaya adalah golongan seperti yang disebutkan di atas, kita perlu mencatat dan menggarisbawahi bahwa orang-orang seperti Soekarno, Hatta, Soepomo merupakan orang-orang yang berasal dari golongan bangsawan. Namun walaupun begitu mereka tidak merasa ‘berbeda’ dengan rakyat kebanyakan. Justru mereka merasa terpangggil untuk membantu meringankan penderitaan rakyatnya, rakyat Indonesia yang mereka cintai.

Alasan-alasan yang dikemukakan di atas tentunya bukan sebuah teori kepastian yang tidak dapat di ganggu gugat lagi. Karena memang dalam ilmu pengetahuan tidak ada yang statis, semuanya bergerak sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Tentu bukan tempatnya pula jika kemudian Gerakan Mahasiswa kemudian menjadi sebuah sejarah masa lalu yang kemudian ditinggalkan. Hanya mungkin perlu utnuk melakukan perubahan di beberapa titik untuk dapat merubah wajah gerakan Mahasiswa sehingga lebih dapat diterima banyak orang. Mungkin pilihan untuk Revitalisasi atau reposisi gerakan Mahasiswa bukanlah suatu pilihan yang buruk. Selama itu merupakan cara yang terbaik guna mendekatkan mahasiswa kembali kepada rakyat Indonesia maka hal itu tidaklah salah. Karena mahasiswa lahir dari rahim rakyat, maka segala pengabdiannya haruslah ditujukan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Tidak ada kata terlambat untuk sebuah perubahan yang nyata demi meneruskan cita-cita proklamasi menuju Indonesia yang aman, damai dan sejahtera.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun