Mohon tunggu...
Saifoel Hakim
Saifoel Hakim Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Orang biasa yang hidup biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Politik

Memahami Dukungan Politik Ustadz Arifin Ilham

15 Juni 2014   17:55 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:37 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Melalui akun FB-nya, Pak Ustadz Arifin Ilham mendeklarasikan dukungan Majlis Az Zikra kepada Capres Pak Prabowo Subianto sebagai Presiden dan Pak Joko Widodo sebagai Gubernur DKI. Deklarasi ini berdasarkan hasil musyawarah Dewan Syariah Majlis Az Zikra dengan memperhatikan hal sebagai berikut:

"Memperhatikan sangat utama dan pentingnya memilih Presiden yang sholeh, cerdas, amanah, berwibawa berani dan tegas yang memperhatikan kemaslahatan umat dan martabat bangsa tercinta ini, maka Majlis Az Zikra mendukung ayahanda tercinta Prabowo Subianto sebagai Presiden Indonesia."

Jika saya tuliskan pertimbangan itu dalam sebuah daftar, maka akan tampak 6 kriteria penilaian sbb:


  1. Orang yang Sholeh
  2. Orang yang Cerdas
  3. Orang yang Berwibawa
  4. Orang yang Berani
  5. Orang yang concern terhadap kemaslahatan umat
  6. Oramg yang concern terhadap martabat bangsa


6 Kriteria itu sebetulnya dimiliki oleh kedua Capres sebab, dari tulisan deklarasi Pak Uztads, Kedua Capres disapa dengan sebutan "Ayahanda Tercinta" (sebutan ini tentu bukan basa-basi jika diucapkan seorang ahli zikir. -penulis-) untuk menentukan dua dukungan dalam jabatan kepemimpinan yang berbeda. Pak Prabowo Subianto untuk Presiden dan Pak Joko Widodo untuk Gubernur.

Pemahaman saya akan penilaian di atas adalah, Pak Joko Widodo memiliki score lebih rendah dari Pak Prabowo. Pak Joko Widodo bukannya tidak memiliki satupun dari 6 kriteria itu karena Pak Uztads tetap mendukung Pak Jokowi menjadi Gubernur dan bahkan disapa dengan "ayahanda tercinta".

Kesimpulan itu saya ambil dalam konteks  saya tidak tahu, apakah dalam musyawarah itu hasil penilaian kriteria menggunakan ukuran-ukuran ilmiah akademis atau hanya berdasarkan suara hati. Jika dengan suara hati, saya juga tidak tahu apakah pengambilan keputusanya menggunakan metode suara terbanyak dalam majlis atau murni musyawarah.

Karena saya tidak tahu bagaimana pengambilan keputusan itu dilakukan, maka untuk memahaminya saya mendekati dengan pemikiran sebagai berikut:


  1. Jika menggunakan pendekatan ilmiah akademis (baik ilmiah menurut Islam atau Ilmiah Non-Islam), tentu ada hasil scoring yang jelas terukur secara logika. Butuh pengamatan yang cermat berdasarkan fakta-fakta kehidupan sosial Subjek (Capres) dari waktu ke waktu. Dan tentu saja, dalam konteks ini, misalkan untuk menentukan bahwa seseorang lebih "berani", maka pengamatannya tidak hanya dalam satu tindakan. Hal inipun tentu harus dalam porsi yang relatif sama, misalkan Subjek A dan B disuruh terjun dari ketinggian 1000 m dari tempat yang sama. Atau bisa saja jika itu "relatif", contohnya Subjek A disuruh mendirikan Negara Islam dan subjek B disuruh pergi ke Palestina berperang melawan Israel. Menimbang pemikiran seperti ini, sepertinya pendekatan ilmiah kemungkinan tidak dilakukan.
  2. Jika menggunakan suara hati, ada dua hal yang mungkin dilakukan, dengan murni musyawarah berdasarkan hal-hal yang tidak debatable (hanya bersandar pada tafsir-tafsir sohih yang diyakini benar oleh kelompoknya. -penulis-) atau pengambilan suara terbanyak. Tipe inilah yang, menurut saya, digunakan untuk menentukan penilaian. (terlepas apakah itu 'musyawarah' atau 'suara terbanyak')
  3. Jika benar pemikiran saya bahwa penilaian itu lebih condong pada 'suara hati', lagi-lagi menurut saya, seharusnya 6 kriteria di atas tidak perlu disebutkan. Mungkin lebih baik jika hanya menyampaikan misalnya seperti ini, "Berdasarkan musyawarah Dewan Syariah Majlis Az Zikra, kami memutuskan mendukung ayahanda Prabowo Subianto sebagai Presiden."
  4. Dalam deklarasi di akun FBnya Pak Uztads, tidak ada ajakan atau anjuran kepada siapa pun (baik yang muslim atau pun non muslim) di luar Majlis Az Zikra untuk mengikuti apa yang mereka tentukan. Namun demikian, karena ada kriteria penilaian, Majlis Az Zikra juga mendeklarasi bahwa kelompok itu memiliki 'kemampuan dan keahlian' dalam menentukan seseorang punya score lebih rendah dari yang lain dalam konteks 6 kriteria di atas saat menjalani kehidupan sehari-hari.
  5. Saya juga tidak tahu, apakah score yang dibuat merupakan jumlah total nilai dari ke-6 kriteria atau ada metode lain. Misalkan, bisa jadi, Capres A dalam kriteria Kewibawaan lebih unggul dari Capres B tetapi secara total lebih banyak Capres A. Atau, bisa jadi, nilai kriteria Sholeh itu harga mati, jadi jika Capres B unggul disetiap kriteria tetapi kalah dikriteria Sholeh maka tetap Capress A yang menang.


Apakah kesimpulan pemahaman saya?

Majlis Az Zikra hanya membuat deklarasi sajah dan tidak ada 'suruhan', 'himbauan',  atau 'ajakan' kepada umat islam khususnya untuk mengambil langkah yang sama. Saya yakin karena hal ini dideklarasi oleh kelompok orang-orang yang ahli zikir tentu tidak ada muatan politis di dalamnya misalkan menyiratkan 'ajakan', 'himbauan', atau 'suruhan'. Mengapa saya bilang tidak tersirat? Seorang ahli zikir mustahil 'tidak punya keberanian' untuk 'mengajak' secara terbuka dengan bahasa yang jelas dan mudah dimengerti untuk memilih 'kebenaran'. Contohnya, "saya menetapkan memilih Capres A karena....., marilah sahabatku semua kita bersama-sama pilih Capres A".  Seorang ahli zikir, menurut saya, yang setiap saat melafaskan "hasbunallahu wa nikmal wakil" tentu tidak ada alasan 'tidak berani mengajak' hanya dalam konteks Pilpres ini.

Memilih berbeda dengan deklarasi Pak Ustadz bukanlah suatu kesalahan. Hal ini seperti yang Beliau sampaikan dalam akun FB itu, "Kami tetap akan menghormati siapapun terpilih nanti, dan perbedaan pilihan antar kita jangan membuat kita saling benci dan bermusuhan". Kecuali jika kata "menghormati" dan "cinta" dipolitisir oleh para ahli zikir itu, memilih berbeda bukan sesuatu yang salah walaupun kita sama-sama muslim.

Dalam konteks masyarakat muslim di Indonesia yang lebih luas lagi, ada juga kelompok  islam yang mendeklarasi untuk calon lain. Hanya Allah sajahlah yang berhak menentukan seseorang memiliki peringkat lebih baik dihadapan-Nya nanti di akhirat. Jadi, sekali lagi, pemahaman saya terhadap deklarasi Majlis Az Zikra bukanlah 'ajakan', 'suruhan', 'himbauan', atau bahkan 'ajaran'. Deklarasi ini sama seperti deklarasi seseorang yang mengatakan, "Saya memilih Capres X". Perkara deklarasi ini disampaikan oleh seorang ahli zikir seperti Pak Uztads Arifin Ilham, tentu saja bukanlah satu-satunya pertimbangan kita untuk menentukan pilihan.

Tidak ada kebenaran yang mutlak kecuali ketentuan Allah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun