Mohon tunggu...
Sahlan Romandona
Sahlan Romandona Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hallo Semua Saya Mahasiswa Semester 3 Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah di UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika Pergaulan Mulai Menyesatkan: Cerita di Waktu SD dan Pelajaran Tentang Pendidikan Karakter

11 Oktober 2025   13:36 Diperbarui: 11 Oktober 2025   13:33 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Waktu itu aku duduk di kelas 6 SD. Di lingkungan sekolahku, pergaulan mulai berubah. Ada beberapa teman yang suka bolos, nongkrong di warung saat jam pelajaran, bahkan mulai berkata kasar dan meniru perilaku remaja.

Awalnya aku hanya menonton. Tapi lambat laun, aku mulai merasa penasaran. Mereka terlihat bebas --- tertawa, tidak takut guru, dan merasa "keren". Aku sempat berpikir, mungkin dengan ikut mereka aku juga akan terlihat berani.Namun hari itu segalanya berubah, saat salah satu teman kami ketahuan merokok di belakang sekolah. Guru memanggil seluruh kelas, menasihati dengan nada kecewa, bukan marah. Suasana menjadi hening. Di situlah aku sadar, "kebebasan tanpa arah justru bisa menjerumuskan."Dalam psikologi pendidikan, perilaku anak usia SD dan MI sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Pada usia ini, mereka mulai mencari identitas diri dan merasa ingin diterima oleh kelompok.

Beberapa teori yang bisa menjelaskan fenomena ini antara lain: Konsep Kontrol Diri (Self-Control)

Anak-anak belum memiliki kontrol diri yang matang. Tanpa bimbingan, mereka mudah terbawa arus lingkungan. Di sinilah peran pendidikan karakter dan penguatan nilai moral sangat penting.Setelah kejadian itu, guru kami tidak hanya menegur. Beliau mengadakan sesi khusus tentang "pergaulan sehat dan tanggung jawab". Kami diminta menulis tentang teman yang paling kami kagumi dan mengapa.

Menariknya, sebagian besar siswa menulis bukan tentang teman yang populer, tapi tentang teman yang rajin, sopan, dan suka menolong. Dari kegiatan sederhana itu, kami belajar memilih panutan yang tepat. Guru kami juga sering berkata:"Kalian boleh berteman dengan siapa saja, tapi jangan kehilangan arah karena ingin diterima."Kalimat itu menancap kuat sampai sekarang. Seiring waktu, aku mulai memahami bahwa pergaulan bebas tidak selalu dimulai dari hal besar, tapi dari hal-hal kecil: meniru gaya bicara, ikut bolos, atau merasa bangga saat melanggar aturan. Bagi anak SD, tindakan seperti itu tampak sepele, tapi jika dibiarkan bisa membentuk karakter buruk di masa depan. Inilah mengapa pendidikan karakter dan psikologi pendidikan perlu berjalan beriringan --- bukan hanya mengajarkan apa yang benar, tapi juga mengapa itu benar.Dari kisah masa SD itu, aku belajar bahwa pendidikan bukan hanya tentang buku dan nilai ujian, tetapi tentang bagaimana sekolah menjadi ruang tumbuh bagi karakter dan kesadaran moral.

Pergaulan bebas tidak selalu dimulai di masa remaja. Kadang, benihnya muncul sejak SD --- ketika anak-anak belum mengerti arah, tapi sudah ingin diakui. Maka, tugas guru dan orang tua bukan sekadar memberi peringatan, tetapi juga membimbing dengan kasih, menjadi teladan, dan menciptakan lingkungan belajar yang sehat. Karena pada akhirnya, pendidikan sejati bukan hanya mencerdaskan otak, tetapi juga menumbuhkan hati.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun