Mohon tunggu...
Sahel Muzzammil
Sahel Muzzammil Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Laman untuk berbagi pemikiran tanpa bermaksud menggurui

Bercita-cita menjadi pembelajar sampai akhir hayat

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Urgensi Lahirnya Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual

15 Januari 2019   00:36 Diperbarui: 16 Januari 2019   12:13 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (HANDINING - kompas.com)

Tahun 2018 telah berakhir, meninggalkan rentetan catatan dalam memori kolektif kita yang isinya tidak hanya tentang sukacita, melainkan juga tentang duka. Bencana alam mungkin menjadi kata kunci utama kedukaan kita di tahun 2018, tetapi pasti bukan satu-satunya, sebab ia masih harus bersanding dengan kata kunci lain, yakni, salah satunya, bencana ketidakadilan. Berbeda dengan bencana alam yang menerpa alam fisik, bencana ketidakadilan menerpa alam sosial kita.

Tak ubahnya bencana alam yang memiliki beragam jenis, begitulah pula bencana ketidakadilan. Salah satu yang menerpa kita dengan sangat keras di tahun 2018 adalah bencana ketidakadilan gender. Meminjam terminologi khas gempa tektonik, ketidakadilan gender yang terjadi di 2018 dapat digambarkan sebagai perjumpaan antar dua lempeng, yaitu lempengan watak seksual-eksploitatif atas perempuan dan lempengan sistem hukum patriarkis.

Malangnya, pada 2018 sosok Agni dan Baiq Nuril berdiri tepat di atas episentrum perjumpaan dua lempeng tersebut, menyisakan kengerian mendalam bagi kita dalam radius tak terkira.

Bencana demikian sebenarnya bukan pertama kalinya terjadi dalam sejarah kita. Sumaridjem (Sum Kuning), pada 1970 pernah berada pada posisi Agni dan Baiq Nuril, begitupula Ita Martadinata dan ratusan perempuan etnis Tionghoa pada 1998. Kisah mereka bahkan lebih tragis. 

Yang mengherankan, sejarah itu relatif tidak kita pernah kita jadikan pelajaran guna mengantisipasi bencana serupa, seolah dengan kesalehan luar biasa, kita menerima itu mutlak sebagai takdir yang tidak mungkin diantisipasi, apalagi dilawan. Hanya sedikit dari kita yang rutin menyuarakan pertanyaan skeptis: apakah kita akan terus berdiam diri dan menyaksikan korban berjatuhan?

Belakangan ini mungkin adalah suatu kekecualian, dimana kita selangkah lebih maju dalam mengupayakan antisipasi yang efektif terhadap bencana ketidakadilan gender. Kita menggantungkan harapan pada orang-orang terpercaya di parlemen untuk melakukan pekerjaan luar biasa, yaitu menghasilkan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual. 

Pekerjaan itu sebenarnya merupakan sebuah abstraksi dari kehendak kita menyubsider lempengan sistem hukum patriarkis dengan lempengan sistem hukum protektif-universal (melindungi semua pihak). Dulu, kita mengharapkan pekerjaan itu rampung dalam kurun waktu 5 (lima) tahun, antara 2014-2019. 

Sekarang, tampaknya kita tidak akan terlalu terkejut jika harapan itu masih tetap menggantung dalam rentang waktu 2019-2024. Yang jelas, harus selalu diingat bahwa setiap penundaan dalam konteks ini adalah berbahaya, dan barangkali kita hanya perlu rutin menyimak berita di media mainstream untuk mulai menyadarinya.

Media mainstream menunjukan bahwa secara kuantitas bencana yang sedang kita bicarakan semakin sering terjadi. Korban bukan hanya perempuan dewasa, melainkan juga perempuan yang berada di usia belia atau senja; bukan saja perempuan berpakaian terbuka, melainkan juga perempuan berpakaian tertutup; dan bukan saja perempuan yang secara ekonomi lemah, melainkan juga perempuan yang secara ekonomi mampu. 

Artinya, bencana ini telah sedemikian masif, sehingga tidak tepat lagi memahami ini sebatas nasib sial individu per individu, melainkan harus dipahami sebagai ancaman terhadap masa depan bangsa dan Negara Indonesia.

Bukanlah hal berlebihan, jika kita memposisikan bencana ketidakadilan gender (khususnya menyangkut seksualitas) sebagai ancaman terhadap masa depan bangsa dan Negara Indonesia. Bagaimanapun, kita tidak mungkin bisa melupakan bahwa salah satu janji berdirinya negara ini adalah untuk melindungi segenap bangsanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun