Mohon tunggu...
Sahata Sipayung
Sahata Sipayung Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang yang suka hal logis..... balance dan damai. Berusaha berkarya di bidang penelitian dan pengembangan Kehutanan/Pertanian , walau sering tidak berhasil.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Signal dan Lowongan Pekerjaan

13 April 2012   15:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:39 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Suatu hari, di akhir tahun 2011 lalu,  perusahaan tempat saya bekerja melaksanakan Job Fair untuk mencoba merekrut sarjana-sarjana baru untuk dipekerjakan  sebagai karyawan. Saya ikut terlibat dalam Job fair tersebut sebagai salah satu pewawancara. Lumayan, job fair yang hanya berlangsung satu hari , dihadiri oleh lebih kurang 30 orang pelamar dan umumnya adalah sarjana-sarjana baru yang belum berpengalaman bekerja di perusahaan dan beberapa orang yang sudah pernah mengecap pekerjaan 1-2 tahun setelah lulus menjadi sarjana.  Dari ke 30 pelamar tersebut , didominasi oleh lulusan jurusan Kehutanan, Pertanian dan MIPA, karena memang perusahaan kami bergerak dibidang Kehutanan. Walau demikian, ada juga yang berasal dari jurusan Ekonomi, Teknik, Administrasi, Manajemen, Hukum dan jurusan sosial lainnya.

Saya berkesempatan melakukan wawancara terhadap 8 orang alumni Fakultas Kehutanan, Pertanian dan MIPA Biologi dan Kimia.  Enam orang Pria dan 2 orang wanita. Kedelapan orang tersebut kebetulan baru saja lulus atau diwisuda dan belum pernah bekerja di sebuah instansi atau perusahaan. Setelah melihat seluruh berkas masing-masing pelamar tersebut, saya merasa akan mudah mendapatkan calon karyawan karena rata-rata masih "fresh" dan semangat /keinginan untuk bekerja pasti tinggi, begitu pemikiran saya.

Ketika memulai wawancara, saya selalu berusaha mengenal lebih dekat pelamar-pelamar tersebut. Pertanyaan-pertanyaan standar saya ajukan untuk membuka suasana santai tapi serius saat melaksanakan wawancara. Saya berfikir mungkin pelamar-pelamar tersebut juga baru kali ini diwawancarai oleh sebuah perusahaan perekrut tenaga kerja, sehingga saya ingin mereka tidak terlalu gugup yang malah mengakibatkan potensi mereka tidak tergali seluruhnya. Saya juga berusaha menggali alasan mereka untuk melamar pekerjaan dan motivasi mereka jika diterima sebagai karyawan.

Jawaban-jawaban mereka terkadang begitu lugu dan standar. Misalnya ketika ditanya alasan melamar, jawabannya adalah " untuk mengimplementasikan ilmu yang didapat diperkuliahan", " untuk mendapatkan penghasilan karena sudah selayaknya sarjana menghidupi diri sendiri tidak tergantung orangtua lagi", ada juga yang menjawab diplomatis  seperti , " ingin mencari pengalaman sebagai bagian dari perjalanan hidup yang menuju ke tingkat yang lebih dewasa", dsb.

Ketika saya tanyakankan apakah siap bekerja di lapangan (baca ; di hutan?) ke delapan yang saya wawancarai menunjukkan mimik dan jawaban yang berbeda-beda.  Ada yang kaget dan bertanya , " Ah pak... jangan bercandalah, masa zaman sekarang masih ada yang bekerja di hutan?", ada juga yang mengatakan , " Maksudnya hutan apa pak, apakah jauh dari kota?", dan hampir semua menjawab sambil bertanya dengan pertanyaan , "apakah di hutan sana ada signal pak?".  Saya tersenyum mendengar jawaban dan pertanyaan-pertanyaan mereka.  Saya berfikir, ternyata walaupun seseorang lulusan sarjana Kehutanan atau Pertanian, masih saja ingin bekerja di tempat dengan kondisi "kenyamanan" yang dirasakan ketika masih menjalani masa-masa kuliahnya.  Begitu saya tantang dengan menjelaskan bahwa kerja di perusahaan kami jauh dari kota, tidak ada signal HP, tidak ada internet, perumahan seadanya, makan ala kadarnya, dan turun ke kota hanya sekali seminggu, ke delapan sarjana itu mengatakan " kurang tertarik".  Begitu saya jelaskan bahwa perusahaan kami membutuhkan pekerja-pekerja lapangan yang tangguh fisiknya, yang tahan hujan dan panas, yang bersedia bekerja sampai malam di lapangan, rata-rata mereka menjawab tidak tertarik bahkan bertanya , " apakah tidak ada lowongan untuk karyawan di kantor ?".  Ketika saya katakan kami tidak memerlukan tenaga-tenaga administrasi dari Fakultas Kehutanan dan Pertanian, tetapi butuh karyawan-karyawan untuk di tempatkan di posisi Supervisor Lapangan, rata-rata mereka menundukkan kepala dan menunjukkan mimik yang tidak tertarik.

Akhirnya , dari 30 orang pelamar yang kami wawancarai , hanya 5 orang yang bersedia bekerja di lokasi yang jauh dari perkotaan, itupun posisi untuk tenaga administrasi  dan ke delapan orang yang saya wawancarai  tidak satupun yang bersedia di tempatkan untuk bekerja di hutan.  Alasan mereka bermacam-macam termasuk sulitnya kehidupan tanpa signal HP  dan keinginan untuk kerja di kantor, bukan di lapangan.  Mereka lebih menikmati kerja di kantor, di pekotaan dan hidup "nyaman" seperti masa-masa kuliahnya dulu.

Saya sudah berkali-kali mewawancarai Sarjana Pertanian , Kehutanan atau MIPA yang akan kami tempatkan sebagai petugas (karyawan) di lapangan, dengan berbagai posisi jabatan dan level,  tetapi sekarang ini , sangat jarang yang bersedia bekerja di hutan .  Signal HP , Internet, Social Network dan hal-hal yang "berbau gadget"  sepertinya sudah menjadi salah satu syarat dalam memilih lokasi kerja bagi para pencari kerja di zaman sekarang .

Kalau sudah demikian, perusahaan-perusahaan di "remote area" yang terpencil dan jauh dari perkotaan, seperti perusahaan Kehutanan, Pertanian dan Pertambangan mungkin harus siap-siap harus menyediakan fasilitas BTS di wilayah kerjanya...... :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun