Mohon tunggu...
Fauzi Efendi
Fauzi Efendi Mohon Tunggu... - -

Lahir di Sumenep, 24 September 1994. Buruh halus di Barisan Pembela Santri Jomblo (BPSJ)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fenomena Pernikahan di Usia Muda

12 Januari 2017   22:26 Diperbarui: 13 Januari 2017   01:23 1861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Melihat Pernikahan Perspektif Undang-Undang

Jika kita melihat bunyi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Di sana terdapat pasal tentang  persetujuan orang tua dari masing-masing calon mempelai. Dalam hal ini, restu orang tua mempunyai peran penting dengan melihat pada kondisi psikologis sang anak. Artinya, apabila si anak sudah tidak karuan dalam hal perilaku mental maupun kejiwaannya. Misalnya jika tidak segera dinikahkan, maka si anak tersebut bisa stress, galau dan hal-hal lain yang tidak diinginkan. Lihat juga pada Bab II pasal 7 ayat satu dalam undang-undang yang sama. Di sana menyebutkan bahwa pernikahan diperbolehkan jika calon mempelai laki-laki telah berusia sembilan belas tahun, sedangkan dari pihak inong (Perempuan dalam Bahasa Aceh) sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. 

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang Usia Pernikahan pada Bab IV pasal lima belas, di sana disebutkan bahwa untuk menjamin kemaslahatan (sesuatu yang mendatangkan kebaikan) terhadap keluarga dalam rumah tangga tersebut hanya boleh dilaksanakan calon mempelai yang sudah mencapai umur sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 tahun 1974 pasal 7 yang menyebutkan bahwa, calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.

Pepatah (kata mutiara) Arab mengatakan “Semoga kerahmatan senantiasa tercurahkan bagi setiap orang yang berusaha menghindarkan dirinya dari hal-hal yang menyebabkan terjadinya cemoohan dalam masyarakat.” Pada prinsipnya, Islam tidak serta-merta melarang atau bahkan menjustifikasi secara terang-terangan atas fenomena pernikahan di usia muda. Tetapi Islam juga tidak memberikan dorongan atau bahkan mendukung pernikahan di usia muda (di bawah umur) sebagaimana disebutkan di atas, apa lagi pernikahan tersebut dilakukan atas dasar sama sekali tidak mengindahkan berbagai dimensi seperti hak-hak seorang anak, keadaan jiwa (psike) pun juga fisik terutama pada pihak calon mempelai perempuannya. Yang diminta adalah kematangan (dalam segala aspek) kedua belah pihak dalam menjalankan kehidupannya. Agar terciptanya hubungan yang se-ia dan sekata, Hal ini juga dapat kita lihat sebagaimana yang berkembang (kebiasaan-kebiasaan) dalam masyarakat, dengan dalih bahwa hal tersebut  tidak dilarang dalam kacamata Islam itu sendiri. lebih jauh lagi bahwa agama juga menekankan maksud dan tujuan inti pada setiap ajarannya. Artinya, Islam sendiri mendorong berbagai hal dengan maksud agar lebih menjamin terhadap suksesnya suatu pernikahan. Wallaualam Bissawab

 

Banda Aceh, Januari 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun