Mohon tunggu...
safrini malahayati
safrini malahayati Mohon Tunggu... Penerjemah - curious mind, dance enthusiast, indie traveler

“If you want to live a happy life, tie it to a goal, not to people or things.” – Albert Einstein

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pulang di Masa Pandemi

23 Maret 2021   20:47 Diperbarui: 29 Maret 2021   14:11 3474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Detik-detik sebelum pesawat mendarat di Bandara Soekarno-Hatta / dokpri

Awalnya saya buat tulisan ini dengan tujuan sebagai catatan pribadi setelah pulang ke Indonesia pada masa pandemi kwartal pertama 2021. Tapi kemudian saya mendapat banyak pertanyaan dari teman-teman dan saudara ingin tahu bagaimana proses “repatriasi” seorang WNI ke Tanah Air. Maka saya menulis catatan ini untuk tujuan yang lebih luas.

Semoga cerita saya bisa bermanfaat, namun perlu diingat bahwa peraturan terkait proses pulang yang saya alami dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan perkembangan virus korona dan kebijakan terbaru dari berbagai pihak berwenang yang terkait.

Terus terang saya tidak punya rencana pulang dan liburan pada tahun kedua pandemi ini. Namun, saya putuskan pulang karena urusan keluarga : Ayah saya jatuh sakit bulan lalu. Syukurlah keadaannya sudah membaik sekarang. Sebelum pulang, saya perlu menyiapkan segala sesuatu hal yang berhubungan dengannya karena pandemi ini belum cerah juga kapan akhirnya.

Setelah mendapat cuti kerja 2 minggu yang tidak termasuk hari-hari karantina di Norwegia, residensi saya, dan di Indonesia, saya menyiapkan keberangkatan. Dari browsing mengenai peraturan terbaru di Norwegia sebagai negara asal keberangkatan dan pastinya Indonesia terkait traveling pada masa pandemi, tes PCR di Norwegia, konsultasi dengan KBRI di Oslo, menentukan maskapai penerbangan, asuransi perjalanan, sampai bertanya ke teman-teman yang baru saja traveling ke Indonesia dari Norwegia pulang-pergi pada awal kwartal ini.

Terima kasih untuk Aulia dan Lulu yang memberi info detail tentang pengalaman pergi-pulang Norwegia-Indonesia-Norwegia pada bulan Januari dan Februari lalu.

Untuk proses alur perjalanan, saya mendapat skema dari postingan KBRI Oslo yang juga dishare oleh pihak imigrasi bandara Soekarno-Hatta. Ini menjadi pedoman dalam menyiapkan keberangkatan saya.

Sumber: IG indonesiainoslo 
Sumber: IG indonesiainoslo 

1. Tes PCR di negara asal keberangkatan

Pemerintah Indonesia meminta semua orang yang tiba di Tanah Air mempunyai hasil tes PCR negatif yang tesnya dilakukan paling lambat 3 X 24 atau 72 jam sebelum keberangkatan.  Saya yang tinggal di kota Bergen, Norwegia, memilih menjalani tes pada 3 Maret dengan sistem booking online sehari sebelumnya di Unit Kesehatan Darurat Kota Bergen. Saya tes pada sore hari waktu setempat. Hasilnya kemungkinan keluar dalam waktu 1-2 hari.

Sebelum keluar hasil, saya sudah mem-booking tiket pesawat Qatar Airlines untuk perjalanan 5 Maret, siang hari. Ceritanya nanti saya paparkan di bawah. Tapi saya cukup khawatir juga tentang kemungkinan adanya keterlambatan hasil tes karena di Norwegia sedang masa libur musim dingin. Sudah menjadi prediksi lumrah sesudah libur tingkat infeksi akan meningkat. Jumlah orang yang dites sebelum dan sesudah liburan pun akan meningkat dan kemungkinan hasilnya bisa memakan waktu lebih lama.

Untungnya hasil tes PCR saya keluar cepat. Saya tes pada 3 Maret, esok harinya sudah keluar. Saya memperoleh hasilnya secara online melalui portal kesehatan. Hasilnya negatif. Untuk mendapatkan hasil tes secara tertulis dan distempel, saya harus janjian via telepon ke Unit Kesehatan Darurat kota Bergen dan meminta menerjemahkannya ke Bahasa Inggris.

Tes PCR ini gratis alias tidak dipungut biaya. Saya hanya mengeluarkan biaya untuk pelayanan mencetak hasil, terjemahan dan stempel, 100 NOK (Setara 169,267 IDR, kurs 1 NOK=1,693.13 IDR) Sementara jika tes PCR di klinik/unit kesehatan swasta bisa sampai 1000-3100 NOK (Setara 1,692,961 IDR - 5,248,179 IDR) termasuk surat keterangan tertulis hasil tes dalam bahasa Inggris.

2. Maskapai Penerbangan

Saya cukup lama berpikir dengan maskapai apa saya terbang. KLM atau Qatar? Awalnya saya ingin menghindari transit di Oslo karena Flesland, Bergen International Airport memungkinkan saya terbang dengan pilihan tanpa harus ke Oslo. Namun setelah saya cek, penumpang KLM yang akan transit di kota Amsterdam, pemerintah setempat di sana mewajibkan semua penumpang menunjukkan hasil negatif, baik PCR dan rapid test. Sekali pun hanya untuk transit.

Di Bergen, rapid test tidak dilakukan oleh pihak pemerintah. Harga termurahnya hampir 1600 NOK (Setara 2,707,084 IDR) dan dilakukan maksimal 4 jam sebelum keberangkatan. Ini tentu jadi pertimbangan ekonomis saya.

Akhirnya pilihan saya jatuh kepada Qatar. Lama penerbangan sekira 20 Jam, transit 2 x di kota Oslo dan Doha. Pemerintah Qatar tidak mengharuskan penumpang yang transit untuk mengambil rapid test, cukup hasil negatif PCR test dari negara asal keberangkatan. Saya mem-booking tiket pada Senin, 1 Maret. Untungnya pada masa pandemi ini hampir semua maskapai penerbangan melakukan kebijakan flexible booking, tiket dapat diganti waktu keberangkatannya. Karena semua tergantung pada perhitungan ketepatan waktu tes dan hasil tes PCR, perlu diingat lagi peraturan 72 jam sebelum berangkat ya! 😊

3. Tiba di Bandara Soekarno-Hatta

Hari Sabtu tanggal 6 Maret 2021 sekitar pukul 14.15 WIB, pesawat yang saya tumpangi mendarat di bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang. Sesuai aturan Pemerintah, semua WNI atau WNA yang tiba di Indonesia pada masa pandemi ini wajib landing di bandara Soetta (catatan saat saya tiba). 

Dua teman saya, Aulia dan Lulu, menyarankan saya mengisi data online via aplikasi e-Hac Indonesia sebelumnya. Saya pun mendownload app-nya saat masih di Norwegia, yang kebetulan app-nya terbuka untuk didownload di luar negeri. Kemudian saat saya transit, saya menyempatkan membaca petunjuk penggunaan app e-Hac sembari mengisi data e-Hac Internasional karena akan menuju Indonesia sebagai destinasi akhir.

Setelah bagian e-Hac Internasional didaftarkan yang berisi keterangan pesawat terakhir, info tiba di Jakarta, dsb, saya mendapat QR Code. Kode QR ini yang akan didaftarkan saat di bandara Soetta. 

Benar saja, begitu mendarat, untuk membuat perjalanan menuju imigrasi dan terakhir pengambilan bagasi, para penumpang harus melewati 2x pemeriksaan. Pertama, mengisi formulir Hasil Pemeriksaan Kesehatan, yang akan diteruskan ke pemeriksaan kedua. Di pemeriksaan pertama, petugas meminta kode QR pada e-Hac app yang sudah didaftarkan terlebih dahulu, kemudian menanyakan status kita di luar negeri, kerja atau kuliah dsb, sambil mengecek body temperature penumpang.

Selanjutnya di pemeriksaan kedua, petugas menanyakan surat keterangan hasil negatif PCR test yang sudah dilakukan 72 jam sebelum keberangkatan. Petugas juga menanyakan status saya di luar negeri, dan bertanya apakah mau karantina di Wisma Pademangan atau hotel. Jika karantina di Hotel, biayanya ditanggung sendiri, termasuk PCR testnya. Pemerintah hanya menyiapkan Wisma Atlet Pademangan untuk WNI dari luar negeri secara gratis berikut konsumsi dan PCR test.

Sebelumnya Pemerintah menanggung sepenuhnya karantina WNI di wisma dan hotel. Hanya WNA yang wajib membayar sendiri biaya karantina dan PCR test di hotel yang ditunjuk khusus. Namun peraturan ini telah berubah terhitung sejak awal bulan Februari lalu.

Saya pun bertanya, apakah di Wisma 1 orang mendapat 1 kamar? Pak petugas menjawab, “Iya.” Jadi saya pun setuju untuk karantina di wisma.

    Antrian pemeriksaan kesehatan di bandara Soetta
    Antrian pemeriksaan kesehatan di bandara Soetta

hasil pemeriksaan untuk proses selanjutnya, 5 hari karantina wajib
hasil pemeriksaan untuk proses selanjutnya, 5 hari karantina wajib

4. Karantina Wajib 5 Hari

Setelah selesai melewati proses pemeriksaan kesehatan, imigrasi dan pengambilan bagasi, penumpang akan menemui petugas yang menanyakan apakah akan karantina di hotel atau Wisma Atlet Pademangan. Saya pun menuju antrian untuk menuju Wisma di satu titik kumpul. Terlihat banyak WNI yang senasib dengan saya. Mendengar sayup-sayup info dari seorang petugas bahwa peraturan baru akan dilakukan di awal bulan April, namun belum jelas detailnya.

Akhirnya panggilan kepada kami diumumkan. Dimulai 30 orang pertama untuk bergegas ke pintu keluar karena bus sudah menunggu kami untuk ke Wisma. Oya, jangan lupa di pintu terakhir bandara ini, serahkan form isian custom check dari Dirjen Pajak & Bea Cukai yang sudah dibagikan cabin crew pesawat sebelum mendarat di Bandara Soetta ya.

Perlu diketahui, di bandara sudah ada counter dari hotel-hotel yang ditunjuk resmi untuk memberikan pelayanan karantina 5 hari. Tidak hanya untuk WNA namun juga WNI yang memilih untuk karantina di hotel. Setiap harinya ada beberapa hotel yang jaga counter bergiliran yang khusus melayani karantina 5 hari dengan 2x PCR Test WNA & WNI dari luar negeri (biaya pribadi). Tentunya, harga paket karantina ini disesuaikan dengan kategori hotel dan service yang didapat ya.

Di dalam bus Damri jurusan Wisma, saya kebagian tempat ketiga dari belakang. Protokol kesehatan dilakukan dengan seksama. Jarak tempat duduk antar penumpang aman. Dan sekira 40 menit kemudian, kami sudah tiba di depan Wisma Atlet Pademangan. Sebelum dipersilahkan turun, seorang petugas berbaju TNI naik bus dan memberi introduksi dan peraturan karantina di Wisma.

Kemudian dia memperbolehkan kami bertanya, satu penumpang bertanya berapa orang dalam satu kamar karantina. Pak petugas itu menjelaskan, 1 ruangan ada 2 kamar tidur, 1 kamar tidur untuk 1 orang, dan 1 lagi untuk 2 orang twin bed, dan berbagi dapur, ruang tamu, dan toilet bersama. Sontak suara gaduh terdengar.

Saya pun angkat tangan dan berkomentar, “Jadinya gak isolasi dong, Pak!

Si Pak petugas menjawab, “Kalau satu ruang, satu orang, gak muat, Mba!”

“Duh, kumaha iyeu!” jerit hatiku.

Lalu pria yang duduk di depan saya pun terlihat cemas. Saya bertanya, “Mas gak mau dicampur, ya? Saya juga gak mau. Tadi di bandara petugas bilangnya 1 kamar 1 orang, kalau tau begini, saya pilih hotel aja tadi.”

Si mas yang bernama panggil Ano itu menyetujui argumenku. Saya pulang untuk menjenguk Ayah yang sedang dalam masa penyembuhan dari sakit dan tidak ingin kepulangan saya yang singkat bikin petaka buat kesehatan Ayah. Mas Ano yang pulang karena urusan pekerjaan juga membutuhkan isolasi karantina yang minim resiko. 

Kemudian kami pun setuju untuk coba kontak hotel dengan dibantu oleh petugas di Wisma. Ternyata ada juga yang seperjuangan dengan kami : sampai di Wisma dan merasa tidak sesuai. Jadi pindah ke hotel walau semenjak bulan Februari biayanya menjadi tanggungan pribadi. Saya mendapat info beberapa hotel yang ditunjuk untuk karantina dari Debby, yang sama dengan saya berdomisili di kota Bergen. Terima kasih, Deb! 

Sebelum keberangkatan saya sudah cek satu hotel yang cukup dekat dengan rumah Ayah saya di Rawamangun. Dari nomor kontaknya saya mendapat info price list harga paket karantina di hotel Ibis Tamarin Jakarta. Sistem free cancelation dan booking langsung via Whatsapp (WA) memudahkan calon tamu. Saya tidak langsung booking karena tadinya saya pikir saya akan coba di Wisma saja jika gratis dan 1 kamar untuk 1 orang. Tapi ternyata semua tidak sesuai harapan. 

Saya pun bersama mas Ano yang juga tertarik stay di hotel mencoba menghubungi nomor WA dari kontak Ibis Tamarin. Namun masalahnya saya tidak ada nomor sim Indonesia. HP saya dengan nomor Norwegia tidak punya sinyal. Hal ini karena sejak 18 April 2020, pemerintah mengeluarkan peraturan semua HP dari luar negeri harus terdaftar nomor IMEInya di Kemenperin (Kementrian Perindustrian) jika tidak, ya gak dapet jaringan, hanya berfungsi via Wifi. Voila!

Bersyukur ada petugas pak Sugiono yang meminjamkan hp-nya ke saya untuk menghubungi kontak hotel via WA. Dari hasil percakapan yang sudah detail saya mantap untuk stay di sana. Sementara mas Ano memilih Hotel Batavia yang tidak terlalu jauh dari Wisma atas arahan pak Sugiono. Saat sibuk mencari hotel, kami sempat berkenalan dengan mba Walanda juga yang tadinya tertarik untuk ikut stay di hotel, namun akhirnya memilih stay di Wisma. Kami berbagi nomor kontak dan akan share pengalaman di kedua tempat hunian karantina ini.

Mas Ano dijemput cukup singkat setelah booking hotel via telepon. Saya harus menunggu lebih lama. Hujan deras turun saat saya berangkat dari Wisma Pademangan di Kemayoran menuju Hotel Ibis Tamarin di daerah Gondangdia.

Setiba di hotel sekira pukul 20.10 WIB, saya check in dengan bookingan yang sudah dilakukan sebelumnya via WA. Paket yang paling murah saya ambil untuk 5 hari 5 malam dengan 2x PCR test dan breakfast only. Totalnya IDR 4.300.000. Sebagai catatan, saya diperbolehkan memesan makanan secara online atau delivery yang akan diantar ke depan pintu kamar. Horraaaay!!!

5 Hari karantina di hotel? Gak boleh keluar kamar? Ngapain aja dong? Tenaaang, saya sudah buat jadwal anti bete selama 5 Hari dari mulai dari nonton Netflix, baca buku baru, dengerin audiobooks, ikut kelas yoga online, berbagi kelas Dance Fitness di hari Minggu yang rutin saya adakan secara online, membuat jadwal kegiatan dan healthy diet plan untuk Ayah, sampai acara naik-turun tangga darurat hotel yang sepi buat olahraga. Lumayan guys! 💃💃💃

Menyadari penting untuk sehat, namun be happy jauh lebih nikmat 🌞
Menyadari penting untuk sehat, namun be happy jauh lebih nikmat 🌞

Mencoba menyusun kata-kata sambil ditemani orderan dari Gofood 😋🍽️💻
Mencoba menyusun kata-kata sambil ditemani orderan dari Gofood 😋🍽️💻

Daftar nama hotel karantina di Jakarta (dishare via WA oleh Debby) 😇
Daftar nama hotel karantina di Jakarta (dishare via WA oleh Debby) 😇

 

5. 2 x PCR Tests

Selama karantina, semua WNI yang baru pulang wajib mengikuti 2x PCR test. Tes pertama saya esok harinya, Minggu, 7 Maret, pukul 11.00-12.00 WIB. Tempatnya di lantai 2 ruang meeting hotel. Di sana sudah ada petugas yang menunggu di meja daftar. Saya harus menunjukkan QR code dari aplikasi E-Hac saya seperti saat di bandara kemarin. 

Setelah itu, tinggal tunggu giliran untuk di-swab. Ini kali ketiga saya melakukan PCR test. Dua sebelumnya di Norwegia. Entah perasaan saya saja atau bukan, kenapa tes di Indonesia less painful ya dan si mbak perawatnya tenang dan bikin suasana gak tegang. Cihuy deh! Si mbak perawat bilang hasilnya kemungkinan akan keluar esok harinya. Jika negatif, akan ada panggilan tes yang kedua. Namun jika positif, akan segera dievakuasi untuk isolasi lebih lanjut.

Tes kedua saya jalani hari Selasa, 9 Maret di waktu yang sama seperti tes pertama. Prosedur dilakukan persis seperti tes pertama. Harapan saya untuk segera menuntaskan hari-hari karantina pun semakin dekat. Semoga semua hasilnya negatif ya!

suasana antrian tes PCR di ruang
suasana antrian tes PCR di ruang "pemeriksaan" hotel tempat saya karantina / dokpri

Hari ke-5 saya karantina di Indonesia, Kamis 11 Maret, bertepatan dengan Hari Besar Isra Mi’raj. Ini hari terakhir saya di hotel. Saya pun sudah boleh check out dan mengambil hasil tes PCR saya yang dua-duanya Alhamdulillah negatif. Yipppie!

Teman baik saya, Cetar, menjemput dan mengantarkan saya ke rumah Ayah. So sweet bgt kamuuuh! Thank you, dear!

Sekian kiranya cerita kepulangan saya ke Tanah Air, terima kasih doa dan ridho dari Suamiku tersayang di sana yang semetara ditinggal sebentar. 

Demikian cerita saya dari persiapan di Norwegia sampai karantina wajib 5 hari. Semoga bermanfaat buat teman-teman yang mau pulang ya, atau yang sekedar ingin tahu prosesnya. 

Oya, ingat loh, pengalaman saya ini mungkin tidak sama dengan yang sudah kembali ke Tanah Air, juga peraturan  dan alur kedatangan dari luar negeri dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu, rajin-rajin cek info KBRI, Imigrasi bandara Soetta, Satgas Covid ya! Semoga kita semua aman dan sehat selalu! Salam bebas covid segera! Amiiiin 🙏

NB: Foto-foto dokumentasi pribadi

Hasil negatif 2x tes PCR selama karantina
Hasil negatif 2x tes PCR selama karantina

"Reunian" anak dan Ayahnya 😻

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun