Mohon tunggu...
Muhammad Arif
Muhammad Arif Mohon Tunggu... Mahasiswa - Author Wannabe

Cuma pengen nulis apa yang pengen aku tulis. Sastra Inggris UNDIP angkatan 2019

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gate of Eternity, Eksperimen Pembekuan Manusia

5 Juli 2022   11:00 Diperbarui: 5 Juli 2022   22:59 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustration by dandelion-s DeviantArt

Russian Sleep Experiment mungkin sudah sering berdengung di telinga kita. Sama halnya dengan kata 'Homunculus'. Tak ada sumber yang menyatakan kebenaran hal-hal itu secara gamblang dan menyeluruh, sehingga, pecahan misteri dunia ini mengenai percobaan manusia masih begitu banyak dipertanyakan.

Tetapi tidak untuk eksperimen pembekuan manusia di sebuah fasilitas sains lembah utara, atau "Gate of Eternity" mereka sebut proyek ini. Satu dari banyaknya ilmuwan di sana sangat rajin menulis log harian mengenai apa yang terjadi. Log ini sebenarnya bersifat pribadi, tetapi hilang oleh pencuri beberapa tahun semenjak kejadian dan akhirnya fakta pun terungkap. Kerusuhan besar-besaran terhadap Gate of Eternity pun tak terhindarkan untuk menuntut keadilan bagi korban.

Bermula di pergunungan Arkay, sebuah desa terpencil berdiri di sana. Meski tampak seperti pemukiman kumuh, jalanan becek itu hampir selalu tertutup salju setiap tahun, menyisakan model-model bagunan sederhana yang bersembunyi di balik lebatnya hujan es. Di desa itu, seorang ilmuwan menetap untuk meneliti tingkat kelayakan kamp militer di sekitar pegunungan Arkay, yang terkenal akan keganasannya akan suhu dingin dan rendahnya jarak pandang. Negeri ini akan menghadapi invasi dari bangsa Barat, jadi, penelitian ini sangat krusial demi mendapat tempat perlindungan yang sempurna.

Suatu hari ilmuwan bernama Zach itu mendengar adanya penduduk yang membeku hampir mati. Tentu hal ini sudah biasa karena desa ini tak lain hanya dipenuhi orang-orang arogan yang tak ingin pergi demi keselamatan nyawa, meainkan tinggal karena alasan tradisi. Zach yang kala itu ikut membantu, menemukan fakta bahwa otak dan jantung orang tadi tak bergerak lagi. Orang-orang desa percaya ini adalah kutukan dari dewa setempat, tetapi Zach berbeda. Ketika radiasi panas dari perapian melelehkan beku orang tadi, dia kembali hidup dan dapat bersikap normal.

Dengan berbekal pengalaman tersebut, Zach memiliki ide, menuliskannya sebagai proposal, lalu mengirim ke departemen rahasia militer yang dibawahi langsung oleh presiden. Beberapa minggu kemudian, empat buah mobil perang berlapis baja datang menjemput Zach.

"Tempat sudah kami persiapkan, silakan masuk ke dalam mobil," ucap pria kekar berseragam militer itu.

Mereka lalu menuju lembah utara. Sebuah lembah yang diapit oleh dua gunung mati. Tak heran pemandangan hutan rimba yang indah dapat terlihat di segala arah. Ketika malam, terasa seperti bulan hadir hanya untuk menyinari area itu.

Di dalam, Zach bersama orang-orang yang akan menjadi rekannya, melakukan rapat divisi dan hal apa saja yang penting diketahui. Setelah rapat itu selesai, Zach lalu menuju ruang tahanan untuk menemui calon subjek eksperimen. Mereka adalah tahanan kelas kakap yang telah dijatuhi hukuman mati. Ada yang bertindak kriminal bermodalkan tubuh kekar, ada pula yang kerempeng bermodalkan otak cerdas. Tapi di sini, di tahanan ini, mereka tampak ketakutan.

Eksperimen pertama, kedua, ketiga, keempat, semua gagal. Para subjek langsung tewas ketika mencapai suhu minus. Mereka lalu membuat obat yang tak sekadar suntikan bius maupun pereda rasa sakit, melainkan mencapurkan kedua efeknya, ditambah dengan penurun adrenalin. Sebuah obat yang dapat menjadi mimpi buruk bagi manusia ketika jatuh ke tangan pembunuh berantai.

Subjek kali ini Sumarjan. Seorang pria empat puluhan tahun yang telah membantai seluruh orang di desanya menggunakan celurit di siang bolong. Beberapa polisi yang berusaha mengamankannya kala itu pun ada yang menjadi korban jiwa. Saat ini, nyawanya akan diadili, ataukah ini adil baginya? Tidak ada yang tau.

Sumarjan masuk ke dalam pod pembekuan tanpa perlawanan. Ia lalu disuntikkan obat tadi dan pintu pod baru tertutup ketika efek dipastikan berfungsi sempurna. Nafas dan detak jantungnya cukup rendah, sehingga ketika dibekukan tidak akan mengalami shock. Sumarjan telah menutup matanya. Tetapi satu hal yang tak para ilmuwan ketahui ialah, Sumarjan masih sadar.

Tangki Nitrogen dan senyawa khusus sudah diganti dan eksperimen siap dijalankan. Sumarjan yang masih bisa mendengar secara samar percakapan ilmuwan-ilmuwan itu pun mulai menangis di dalam hati, otaknya memaksa dirinya untuk nafas tidak karuan tetapi obat tadi menghambatnya. Ia panik sejadi-jadinya, ditambah lagi udara sudah mulai mendingin secara cepat.

"20%... 30%... 40%," didengarnya. Ia menghadapi kematian. Dan semakin naik perhitungannya pula, Sumarjan semakin tersiksa. Merasakan sakit luar biasa di otak, nafas tak bisa, dingin di bawah nol celcius, dan yang paling membuatnya tersiksa secara mental ialah, ia masih tak dapat membuka matanya. Ia menghadapi kematian tanpa dapat melihat apa yang akan maupun sedang terjadi.

Ketika hitungan sudah sampai ke angka 90%, Sumarjan hampir kehilangan kesadaran, tetapi tidak dapat pingsan. Lalu 100% pun terucap. Sumarjan sepenuhnya membeku. Pembekuan yang para ilmuwan pakai itu tak mungkin niteogen murah maupun mengubah subjek menjadi es balok murahan, melainkan senyawa-senyawa khusus yang diekstrak dari puncak-puncak terdingin untuk menciptakan es yang hampir musatahil dilelehkan secara mudah. "Perma Freeze" nama yang diberikan di dalam proposal Zach.

Sumarjan masih hidup dan sepenuhnya sadar di dalam pod. Hanya saja tenaganya sudah hampir mencapai batas penghabisan. Di saat yang bersamaan pula, ia tak dapat bernafas akibat es yang begitu keras menekan dadanya, dan kedapnya es yang melapisi seluruh bagian tubuhnya. Zach yang saat itu sedang memperhayikan sosok Sumarjan dari luar pun terkejut melihat adanya 1% perubahan ekspresi. Ia panik lalu menyuruh timnya untuk segera membatalkan pembekuan dan mulai mencairkan subjek. Mereka bertarung dengan waktu.

Sumarjan masih berusaha untuk tidak kehilangan kesadarannya. Nyeri tak tertahankan masih terasa dan tak merasakan ada indikasi akan mereda meski telah mencair nanti. Itu saja jika Sumarjan masih selamat, itu yang ia pikirkan saat berada di ambang kematian.

Ketika pod telah dinetralisir dari senyawa pembeku, pintu pun langsung dibuka, sayangnya kesalahan teknis terjadi yang mengakibatkan pintu hanya terbuka beberapa derajat. Orang-orang berbadan kekar pun dilarikan ke ruang ekspreimen untuk membuka paksa pintu itu. Beberpa menit berlalu baru pintu bisa hancur dibuka. Sumarjan pun diangkat dan akan dibawa menuju ruang pencair. Seolah dewi keberuntungan tak pernah ada, tangan para ilmuwan yang membawa itu tergelincir oleh licinnya es dan Sumarjan jatuh ke lantai.

Es yang menekan bagian leher ke kepalanya pecah sehingga ia dapat sedikit berusaha bernafas. Hanya saja, tengkoraknya pun ikut retak dan banyak mengeluarkan darah. Mereka di sekitar yang menyaksikan pemandangan ini merasakan ngeri. Hidung yang telah terlihat seperti hanya ukiran es, kembang kempis layaknya makhluk hidup.

Ilmuwan tak berani memecahkan esnya sebelum mencairkan dengan mesin khusus. Ditakutkan tubuh Sumarjan ikut hancur ketika es itu pecah berkeping-keping.

Singkat cerita, Sumarjan sudah dicairkan. Masih dengan darah yang mengucur deras dari kepalanya, ia dilarikan ke ruang medis untuk selanjutnya menjalani operasi penutupan retakan di tengkorak.

Ia yang mentalnya semakin tak stabil lalu dikirimkan ke yayasan rumah sakit jiwa. Namun Sumarjan sangat trauma melihat para ilmuwan. Memandang seragam berwarna putih saja dapat membuatnya histeris dan terhitung sudah beberapa kali ia berusaha membunuh suster di sana. Pada akhirnya, setelah sebulan, Sumarjan ditemukan di kamarnya, tewas di lantai depan cermin, dengan tangan menusuk leher sendiri menggunakan sebilah pisau buah yang entah didapatkannya dari mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun