Mohon tunggu...
Saepul Alam
Saepul Alam Mohon Tunggu... Penulis

Geopolitics, Democracy, Activism, Politics, Law, and Social Culture.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Rekonfigurasi Kekuatan Global: Dampak Rivalitas Amerika-Tiongkok terhadap Stabilitas Asia Tenggara

1 Juli 2025   18:25 Diperbarui: 1 Juli 2025   18:25 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rivalitas antara Amerika Serikat dan Tiongkok di Kawasan Asia Tenggara (Sumber Gambar: Berkeley Political Review)

Rivalitas geopolitik antara Amerika Serikat dan Tiongkok telah menjadi poros utama dalam dinamika global abad ke-21, dan Asia Tenggara menjadi salah satu panggung utama perebutan pengaruh antara dua kekuatan besar ini. Kawasan yang secara strategis terletak di jantung jalur perdagangan internasional dan kaya akan sumber daya ini menjadi titik temu berbagai kepentingan ekonomi, militer, dan diplomatik. Amerika Serikat, dengan pendekatan Indo-Pasifik-nya, berupaya memperkuat aliansi strategis di kawasan, sementara Tiongkok dengan ambisi Belt and Road Initiative (BRI)-nya terus memperluas pengaruh ekonomi melalui proyek infrastruktur raksasa. Situasi ini memicu rekonfigurasi kekuatan global yang tidak hanya menantang netralitas ASEAN sebagai entitas regional, tetapi juga menciptakan ketegangan laten yang berpotensi mengarah pada konflik terbuka.

Pertarungan pengaruh ini terlihat nyata dalam dinamika aliansi strategis yang berkembang di Asia Tenggara. Amerika Serikat secara aktif memperkuat hubungan keamanan melalui mekanisme seperti ASEAN--U.S. Summit, Quad (Quadrilateral Security Dialogue), dan AUKUS, serta meningkatkan latihan militer bersama, seperti "Garuda Shield" dengan Indonesia. Pada 2023, AS juga mengumumkan investasi senilai USD 860 juta dalam berbagai program penguatan keamanan dan teknologi di kawasan Indo-Pasifik, sebagian besarnya dialokasikan untuk negara-negara Asia Tenggara. Sebaliknya, Tiongkok memperkuat kerja sama keamanan dan ekonomi melalui forum seperti Lancang-Mekong Cooperation dan memperluas kehadiran militernya di Laut Cina Selatan. Klaim teritorial agresif Tiongkok di wilayah ini telah menimbulkan kekhawatiran di antara negara-negara ASEAN, terutama Vietnam, Filipina, dan Malaysia, yang terlibat langsung dalam sengketa wilayah.

Di sektor infrastruktur, kompetisi antara AS dan Tiongkok tampak dalam proyek-proyek besar yang bertujuan memperluas pengaruh ekonomi. Tiongkok memimpin dengan Belt and Road Initiative (BRI), yang hingga 2024 telah mencakup lebih dari 60 proyek di Asia Tenggara, termasuk pembangunan pelabuhan di Myanmar, kereta cepat di Laos, dan kawasan industri di Kamboja. Nilai total investasi Tiongkok di ASEAN dalam kerangka BRI mencapai USD 120 miliar. Sebagai tanggapan, AS bersama Jepang dan Uni Eropa meluncurkan inisiatif Global Gateway dan Partnership for Global Infrastructure and Investment (PGII), menawarkan proyek-proyek alternatif yang lebih berkelanjutan secara sosial dan lingkungan. Namun, banyak negara ASEAN menghadapi dilema dalam memilih antara keuntungan ekonomi cepat dari proyek Tiongkok dan transparansi serta standar tinggi yang ditawarkan negara-negara Barat. Kondisi ini mengancam kohesi internal ASEAN dan membuka peluang bagi polarisasi kebijakan ekonomi dan pembangunan di kawasan.

Tantangan terhadap stabilitas kawasan semakin nyata dengan meningkatnya kemungkinan konflik terbuka, terutama di Laut Cina Selatan. Insiden maritim antara kapal militer Tiongkok dan Filipina yang terjadi pada awal 2025 memperlihatkan potensi eskalasi yang nyata. Filipina, yang telah memperkuat hubungan pertahanan dengan AS melalui Enhanced Defense Cooperation Agreement (EDCA), kini menjadi pion strategis bagi AS di kawasan. Tiongkok menganggap kehadiran militer AS di kawasan ini sebagai ancaman terhadap kedaulatan dan stabilitas regional. ASEAN, yang selama ini memegang prinsip non-intervensi dan konsensus, menghadapi dilema besar dalam menyikapi ketegangan ini. Mekanisme seperti ASEAN Regional Forum (ARF) dan East Asia Summit belum menunjukkan efektivitas yang signifikan dalam meredam konflik yang melibatkan kekuatan besar. Hal ini menunjukkan bahwa netralitas ASEAN sedang diuji secara serius dalam konteks geopolitik baru ini.

Di tengah dinamika yang mengkhawatirkan ini, ASEAN dituntut untuk memainkan peran strategis dalam menjaga stabilitas kawasan tanpa terseret dalam konflik blok besar. Upaya untuk mempertahankan netralitas politik harus dibarengi dengan peningkatan kapasitas diplomasi kolektif dan penguatan kerja sama intra-regional. Inisiatif seperti ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP) yang menekankan pada inklusivitas, transparansi, dan kerja sama berbasis hukum internasional harus ditegaskan kembali sebagai fondasi utama kebijakan luar negeri kawasan. Negara-negara ASEAN juga perlu mendorong penguatan institusi regional seperti ASEAN Defense Ministers' Meeting Plus (ADMM-Plus) untuk meningkatkan dialog strategis yang terbuka dan mencegah mispersepsi antar aktor utama. Jika tidak, kawasan ini bisa menjadi ajang proksi konflik besar yang menggoyahkan stabilitas dan pembangunan yang telah dicapai selama dua dekade terakhir.

Dengan demikian, rekonfigurasi kekuatan global yang dipicu oleh rivalitas Amerika Serikat dan Tiongkok membawa dampak nyata dan kompleks bagi Asia Tenggara. Dari aliansi strategis yang semakin memihak, proyek infrastruktur yang sarat kepentingan geopolitik, hingga meningkatnya potensi konflik terbuka, semuanya mengindikasikan bahwa kawasan ini berada di persimpangan sejarah. ASEAN, sebagai jangkar stabilitas regional, menghadapi ujian paling berat dalam mempertahankan netralitas dan relevansi strategisnya. Dalam situasi yang semakin tidak pasti ini, hanya dengan solidaritas regional yang kuat dan komitmen terhadap multilateralisme berbasis hukum, Asia Tenggara dapat menjaga kedamaian dan kedaulatannya dari arus besar persaingan global yang kian intens.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun