Mohon tunggu...
Saepul Alam
Saepul Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hidup hanya sekali, Jangan menua tanpa karya dan Inspirasi !!!

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Budaya Hukum: Parochial Culture, Subject Culture, dan Participant Culture

4 Februari 2024   12:12 Diperbarui: 4 Februari 2024   12:14 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hukum (sumber gambar: JDIH Provinsi Bengkulu)

Lawrence M. Friedman pertama kali mengusulkan ide tentang konsep budaya hukum pada tahun 1969. Menurut Friedman, budaya hukum merujuk pada pandangan umum dan nilai-nilai yang dimiliki oleh anggota masyarakat, yang akan mempengaruhi pelaksanaan hukum dalam masyarakat. Sikap dan nilai tersebut memiliki dampak, baik positif maupun negatif, terhadap perilaku yang terkait dengan hukum dan sistem hukum. Budaya hukum memiliki peran krusial dalam membentuk sikap terhadap penerimaan atau penolakan terhadap hukum, serta kepatuhan atau pelanggaran terhadapnya.

Satjipto Rahardjo juga menyatakan bahwa budaya hukum mencakup nilai-nilai, tradisi, dan elemen spiritual lainnya yang menentukan bagaimana hukum diinterpretasikan dan dijalankan dalam masyarakat. Meskipun suatu bangsa mungkin mengadopsi suatu sistem hukum tertentu, kenyataannya apakah sistem tersebut benar-benar diterapkan atau tidak bergantung pada budaya hukum yang ada di dalamnya.

Budaya hukum, dalam bentuknya sebagai kebiasaan, dianggap sebagai faktor yang memungkinkan hukum tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Hukum memiliki bentuk yang dibentuk dan diterapkan oleh anggota masyarakat di dalamnya. 

Ciri khas dari budaya hukum ini mencakup beberapa aspek, yaitu pertama, hukum bersifat tidak tertulis; kedua, selalu mempertimbangkan dan memperhatikan kondisi psikologis anggota masyarakat setempat; ketiga, selalu memperhitungkan perasaan hukum, keadilan, dan kebutuhan hukum masyarakat; keempat, dibentuk dan diterapkan oleh masyarakat di tempat hukum itu hendak diberlakukan; kelima, proses pembentukan hukum lebih cenderung menjadi kebiasaan.

Macam-Macam Budaya Hukum


Istilah "budaya hukum" digunakan untuk menggambarkan keterkaitan antara perilaku sosial dan hukum. Jenis-jenis budaya hukum dapat dikategorikan dalam tiga bentuk perilaku manusia dalam kehidupan masyarakat, yaitu:

  • Budaya parokial (parochial culture)

Di dalam komunitas parokial atau masyarakat yang sempit, pandangan anggota masyarakat masih terbatas, dan pemahaman mereka terhadap hukum hanya mencakup lingkungan mereka sendiri. Masyarakat semacam itu cenderung mempertahankan tradisi hukum mereka, menganggap norma-norma hukum yang ditetapkan oleh leluhur sebagai sesuatu yang tak boleh diubah. Sikap tabu diterapkan terhadap perilaku yang melenceng dari norma-norma tersebut, dan orang yang melanggar bisa mendapat kutukan. Komunitas semacam ini sangat bergantung pada kepemimpinan.

Jika pemimpinnya bersifat egosentris, kepentingan dirinya sendiri menjadi yang utama. Sebaliknya, jika pemimpin bersifat altruistik, perhatian diberikan kepada warga masyarakat, karena pemimpin menempatkan dirinya sebagai yang paling utama di antara mereka. Secara umum, dalam masyarakat yang sederhana, budaya hukumnya bersifat etnosentris, menekankan dan membanggakan nilai-nilai hukum khas mereka, serta menganggap hukum mereka lebih superior daripada hukum yang dimiliki oleh orang lain.

  • Budaya subjek (subject culture)

Dalam masyarakat yang bersifat subjek atau tunduk, pikiran anggota masyarakat telah terarah dan menyadari adanya hukum yang bersifat umum, yang berasal dari penguasa yang lebih tinggi. Partisipasi dari masyarakat dalam hal ini masih sangat terbatas atau bahkan mungkin belum ada sama sekali. Hal ini dikarenakan pengetahuan, pengalaman, dan interaksi anggota masyarakat masih terbatas, dan ada rasa takut terhadap potensi ancaman yang mungkin timbul dari penguasa.

Walaupun masukan dari masyarakat minim, anggota masyarakat ini telah memiliki orientasi pandangan terhadap aspek hukum yang baru. Sikap menerima atau menolak sudah ada, meskipun seringkali diungkapkan secara pasif, tidak terang-terangan, atau bahkan masih tersembunyi. Jenis masyarakat yang cenderung tunduk ini merasa bahwa mereka tidak memiliki pengaruh yang cukup untuk mempengaruhi, apalagi mengubah sistem hukum atau norma hukum yang mereka hadapi, meskipun mungkin ada ketidaksepakatan dengan apa yang dianggap bertentangan dengan kepentingan pribadi dan masyarakat mereka.

  • Budaya partisipan (participant culture)

Di dalam masyarakat yang berbudaya partisipan atau berperan serta, cara berpikir dan perilaku anggota masyarakat bervariasi. Beberapa masih mengadopsi budaya takluk, tetapi sebagian besar merasa memiliki hak dan tanggung jawab untuk berpartisipasi, menganggap diri mereka sebagai bagian integral dari kehidupan hukum yang bersifat umum.

Dalam konteks ini, masyarakat merasa memiliki posisi, hak, dan kewajiban yang setara dalam kerangka hukum dan pemerintahan. Mereka menolak untuk diabaikan dalam proses tanggapan terhadap masukan dan keluaran hukum, serta aktif dalam menilai setiap peristiwa hukum dan peradilan. Masyarakat ini merasa terlibat dalam kehidupan hukum, baik yang menyangkut kepentingan umum maupun kepentingan pribadi keluarga dan diri mereka sendiri. 

Pada umumnya, anggota masyarakat di sini memiliki pengetahuan dan pengalaman yang luas, serta terlibat dalam berbagai perkumpulan organisasi, baik yang berdiri sendiri maupun yang memiliki hubungan dengan daerah lain dan memiliki struktur hierarki dari tingkat atas hingga bawah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun