Mohon tunggu...
salma diya
salma diya Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

mengawali sukses dengan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Manusia Harus Bereksistensi

21 November 2013   11:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:51 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Manusia adalah mahluk bergerak, berhendak bebas untuk beraktifitas dalam mengaktualisasikan hasil buah pemikirannya. Seperti yang dikemukakan oleh salah tokoh dalam filsafat Soren Aabye Kierkegaard yang menganjurkan kita sebagai manusia menjadi pengamat bisu atau penonton objektif yang menganggap manusia padaprinsipnya bukan mahluk yang selalu mengedapankan rasional akan tetapi kita sebagai manusia merupakan mahluk yang merasa (memiliki keinginan) dan memiliki kehendak secara bebas. Oleh karena itu menurut Soren Aabye Kierkegaard rasio (intelek) manusia terlihat dari kehendak bebas dan afeksi yang dimilikinya. Karena tindakan manusia itu tidak selalu didasarkan pada rasionya tetapi juga pada pilihan bebas dan emosi spontannya. Manusia merupakan mahluk yang mempunyai pertimbangan emosianal dan praktis (in action) yakni dengan adanya keterlibatannya dalam pola kehidupansehingga manusia menjadi actor dalam kehidupan dalam mengapilikasikan / menerapkankehendak bebasnya. Karena manusia dikatakan tidak eksistensi apabila manusia tersebut tidak bebas sehingga belum bisa mengambil keputusan setiap apa yang menjadi pilihan dalam menjalani kehidupan,

Soren Aabye Kierkegaard memiliki tiga tahap eksistensi manusia, yaitu tahap estetis, tahap etis dan tahap religious. Dari ketiga tahapan ini mengajak manusia mampu menjalani pola-pola kehidupan secara baik sampai pada titik terakhir yakni tahap religus. Dalah tahap awal yakni tahap estetis dimana dalam tahapan ini orientasi hidup manusia sepenuhnya hanya dikhususkan untuk mencapai kesenangan semata yakni dalam tahap ini dikuasai oleh naluri-naluri libido yang bertindak menurut keinginan hati (mood). Sehingga dalam tahapan estetis ini manusia tidak memiliki passion dalam menyikapi dan menindaklanjuti pada setiap persoalan yang dihadapinya yang mengakibatkan manusia hidup untuk dirinya sendiri dan cenderung hanya untuk bersenang-senang saja.

Tahap kedua adalah tahap etis, dalam tahap ini manusia dituntut mengubah pola hidupnya yang awalnya estetis dirubah menjadi etis. Karena dalam tahap ini jiwa etis sudah mulai terbentuk, sehingga dalam hidupnya manusia tidak lagi tergantung pada masyarakat atau lingkungannya kan tetapi hidup manusia tidak untuk kepentingannya sendiri, melainkan demi nilai-nilai kemanusiaan yang jauh lebih tinggi karena akar kepribadiannya cukup kuat dan tangguh.

Tahap yang terakhir adalah tahap religious , tahapan religious ini merupakan lompatan dari tahap etis ke tahap ke tahap religious jauh lebih sulit dan sublim dari pada lompatan tahap estetis ke tahap etis. lompatan tahap etis ke tahap religious nyaris tanpa adanya pertimbangan secara rasional karena yang diperlukan hanyalah keyakinan subyektif yang berdasarkan pada iman.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun