Mohon tunggu...
Saeful Apriliyanto
Saeful Apriliyanto Mohon Tunggu... Tukang Tidur Profesional

Live Forever

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ritme Stadion: The Stone Roses dan Identitas Kolektif Suporter

23 September 2025   10:33 Diperbarui: 23 September 2025   10:52 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar sumber : https://vt.tiktok.com/ZSDx2Db8J/

Fenomena The Stone Roses di stadion atau atmosfer supporter menunjukkan bahwa musik populer dapat menjadi medium pembentuk identitas kolektif. Musik yang awalnya diciptakan untuk konsumsi publik dalam ruang hiburan, kemudian diresepsi ulang oleh komunitas suporter sebagai simbol mereka. Proses ini menunjukkan bagaimana budaya populer bersifat cair dan selalu dinegosiasikan.

Dengan teori Stuart Hall, kita dapat melihat bahwa identitas suporter bukanlah esensi tetap, melainkan representasi yang terus berubah. Dengan teori Anderson, kita memahami bagaimana komunitas suporter dapat terbentuk sebagai komunitas imajiner melalui simbol-simbol bersama. Dan dengan teori Hebdige, kita menyadari bahwa musik juga berfungsi sebagai medium resistensi yang memberi makna tambahan pada identitas kolektif.

“Ritme Stadion” bukan hanya ritme dari sorakan dan tepuk tangan, tetapi juga ritme dari musik yang menyatu dalam atmosfer pertandingan. The Stone Roses, dengan lagu-lagu mereka, telah menjadi bagian dari ritme ini. Kehadiran musik mereka di stadion menunjukkan bahwa sepak bola bukan hanya olahraga, tetapi juga fenomena budaya yang melibatkan identitas, solidaritas, dan resistensi.

Gambar Sumber : https://vt.tiktok.com/ZSDx2Db8J/
Gambar Sumber : https://vt.tiktok.com/ZSDx2Db8J/

Identitas kolektif suporter dibentuk oleh berbagai simbol, dan musik adalah salah satu yang paling kuat. Melalui musik, suporter merasa terhubung satu sama lain dalam komunitas imajiner yang melampaui batas individu. Musik The Stone Roses menjadi contoh bagaimana budaya populer dapat bertransformasi menjadi simbol kolektif yang hidup di stadion.

Dengan demikian, hubungan antara The Stone Roses, musik, dan suporter sepak bola bukanlah kebetulan, melainkan bagian dari dinamika budaya urban yang terus berkembang. Stadion, sebagai ruang budaya, akan selalu memproduksi dan mereproduksi identitas ini, menjadikan ritme musik dan nyanyian suporter sebagai denyut nadi dari kehidupan sepak bola itu sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun