Mohon tunggu...
Mr Sae
Mr Sae Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti

Pemerhati sosial dan kebijakan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Petani Harus Menjadi Aktor Pembangunan

16 Agustus 2017   11:17 Diperbarui: 16 Agustus 2017   11:27 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: infonawacita.com

Pendekatan dalam pembangunan apapun termasuk sektor tidak bisa terlepas penguatan dan pemberdayaan sumber daya manusia (SDM). SDM yang berkualitas, handal dan kuat  adalah kunci sebelum menggulirkan perencanaan dalam bentuk aksi nyata. Negara-negara maju telah menorehkan sejarah seperti Jepang setelah pengeboman kota Hirosima, pemerintah mengambil sikap strategis dan rasional terhadap masa depan negaranya, yaitu dengan bangkit kembali dari keterpurukan dengan cara meningkatkan kualitas warganya (SDM) untuk menempuh pendidikan tinggi dalam upaya mengusai dan memiliki kekuatan skill dan ilmu pengetahuan terutama di bidang sains dan teknologi, hingga pada akhirnya Jepang mampu menjadi negara maju dengan kecanggihan industri otomotif dan elektroniknya kemudian mengusai pasar di berbagai benua. 

Demikian halnya pelajaran berarti lain yang ditunjukkan oleh negara-negara eropa, dengan keterbatasan sumberdaya alam yang dimiliki, namun SDM yang dimilki telah mampu menguasai sistem perdagangaan, demikan halnya yang ditunjukkan oleh Singapura sebagai negara kecil di Asia.Sehingga pada hakekatnya pembangunan berawal dari pembangunan SDM yang handal, berkualitas dan kuat dalam aspek skill, pengetahuan dan mentalitas.

Pembangunan sektor di Indonesia secara umum masih belum mengedepankan pembagunan SDM sebagai kunci utama padahal pelaku dari pembangunan yang sesungguhnya adalah mesyarakat/petani. Hal inilah yang kemudian menjadi faktor penghambat utama laju pertumbuhan sektor pertanian, baik dalam mencapai angka produksi, kualitas produk dan kemampuan dalam mengikuti persaingan pasar global sehingga berdampak langsung terhadap tingkat kesejahteraan petani dan pertanian tidak mampu keluar dari pusaran masalah yang membelitnya yaitu bertanian non kompetitif, tidak efektif dan efisien.

Mencermati hal demikian, persepsi dan paradigma pembangunan pertanian harus di ubah dari para digma petani sebagai obyek harus diubah petani sebagai aktor utama (subyek) pembangunan, dengan demikian posisi dan bergaining petani menjadi sangat kuat dalam mengelola usahataninya dan mampu menembus pasar sebagai tujuan akhir dari aktivitasnya yaitu keuntungan. Dengan menjadikan petani sebagai obyek ada kecenderungan petani tidak diposisi sebagai mitra/aktor namun sebagai pelaksana aktivitas pertanian (penugasan) dan hal ini berimplikasi terhadap pendekatan program dan kegiatan yang bersifat on top (permintaan dan keinginan pemerintah). Padahal posisi yang benar jika pertanian kuat dan maju, petani harus diposisikan sebagai mitra pemerintah sekaligus sang pengambali keputusan bukan sebaliknya penerima keputusan/kebijakan.

Petani Indonesia harus dipersiapakan sebagai petarung hulu dan hilir hingga mampu akses dan mempengaaruhi pasar bukan hanya dikuatkan di sektor hulu saja yang hanya berfungsi sebagai aktor row material namun tidak menjangkau hilir dan pasar. Selama ini aktor hilir dan pasar bukan pelaku pertaniandan bahkan tidak memiliki orientasi pada nasip dan kesejahteraan serta masa depan petani karena mengedepankan orientasi bisnis. Keuntungan terbesar dinikmati oleh pedagang/pelaku bisnis dan pada saat yang bersamaan petani harus menghadapi kesulitan dalam mempertahankan usahataninya karena kekurangan dari peguasaan/kepemilikan lahan, modal, penguasaan teknologi dan akses terhadap pasar. Jika permasalahan ini tidak segera dipecaahkan oleh pemerintah, maka sangat dimungkinkan pertanian Indonesia akan jalan ditempat dan akan semakin ditinggalkan oleh pelakunya. Dampaknya adalah?kinerja sektor pertanian menurun yang berimbas pada penurunan produksi/produktivitas, angka pengangguran/kemiskinan meningkat dan sektor pertanian bukan lagi sebagai sektor utama pembangunan walau dalam kenyataanya sebagai sektor utama.

Untuk itu pemerintah harus segera mengembalikan fungsi dari petani sebagai aktor utama pembangunan pertanian yaitu melalui penerapan serius dan berkelanjutan amanah dari UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI. Hal ini sangat beralasan mengingat bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasar warga negara, negara menyelenggarakan perlindungan dan pemberdayaan masyarakat, khususnya petani secara terencana, terarah, dan berkelanjutan. Menyikapi kecenderungan meningkatnya perubahan iklim, kerentanan terhadap bencana alam dan risiko usaha, globalisasi dan gejolak ekonomi global, serta sistem pasar yang tidak berpihak kepada petani, sehingga petani membutuhkan perlindungan dan pemberdayaan.


Perlindungan Petani adalah segala upaya untuk membantu Petani dalam menghadapi permasalahan kesulitan memperoleh prasarana dan sarana produksi, kepastian usaha, risiko harga, kegagalan panen, praktik ekonomi biaya tinggi, dan perubahan iklim. Pemberdayaan Petani adalahsegala upaya untuk meningkatkan kemampuan Petani untuk melaksanakan Usaha Tani yang lebih baik melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil Pertanian, konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian, kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, serta penguatan Kelembagaan Petani. Petani yang dimaksud adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan Usaha Tani di bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan.

Upaya pemberdayaan dan perlindungan petani tidak bisa dianggap sebelah mata karena jika terabaikan akan sangat mebahayakan masa depan petani keberlanjutan sektor pertanian dimasa mendatang. Mengubah pendekatan pembangunan pertanian petani sebagai aktor utama (subyek) memiliki makna besar dan hal tersebut akan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap mentalitas petani secara nasional, bahwa mereka diberikan ruang besar untuk berekspresi dalam usahatani dan pada saat yang bersamaan mendapatkan pemberdayaan dan perlindungan dari pemerintah secara kongkrit/operasional. Jayalah Pertanian dan Sejahterlah Petani Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun