Areal pengembangan lada tahun 2014 mencapai 177.783 ha dengan produksi sekitar 87.841 ton yang tersebar di 29 provinsi dan hampir seluruhnya dikelola oleh rakyat (99,90%) dengan melibatkan sekitar 316.200 KK petani di lapangan. Usaha lada mampu menghidupi sejumlah 1,62 juta petani di lapangan. Belum termasuk masyarakat yang terlibat dalam perdagangan dan industri perladaan.
Permasalahan Pengembangan Lada
Namun demikian, dalam beberapa tahun terakhir terjadi pengurangan areal lada yang diakibatkan beberapa faktor antara lain: (a) kekeringan; (b) serangan penyakit busuk pangkal batang, hama penggerek batang dan bunga, serta penyakit kuning dan kerdil utamanya di Bangka Belitung, Lampung, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tenggara; (c) konversi areal lada baik untuk tambang maupun komoditas lain seperti kelapa sawit, karet dan lada.
Permasalahan yang dominan di lapangan adalah rendahnya produktivitas tanaman lada yang baru mencapai rata-rata 771 kg/ha pada tahun 2014 dari potensi di tingkat lapangan 2,5 ton/ha. Kondisi tersebut antara lain diakibatkan intensitas serangan hama/penyakit lada, belum menggunakan benih unggul, kurangnya pemeliharaan lada di tingkat lapangan, dan lemahnya permodalan yang dimiliki petani.
Perkembangan Lada Indonesia
Tahun 2005 Indonesia masih menempati posisi nomor 1 dunia, namun sejak Vietnam mengembangkan lada secara intensif, posisi Indonesia di pasar dunia menjadi turun. Penurunan ini juga disebabkan melemahnya daya saing akibat rendahnya produktivitas dan mutu lada nasional. Saat ini, posisi Indonesia berada pada urutan ketiga dunia negara eksportir lada (putih dan hitam) setelah Vietnam dan Brazil. Untuk lada putih, meskipun saat ini Indonesia masih merupakan pengekspor utama di dunia, namun posisinya terancam oleh Vietnam.
Areal pengembangan lada tahun 2012 mencapai 181.540 ha dengan produksi sekitar 80.670 ton yang tersebar di 29 provinsi dan hampir seluruhnya dikelola oleh rakyat (92,50%) dengan melibatkan sekitar 328 ribu KK petani di lapangan. Dengan demikian, apabila 1 KK diasumsikan terdiri dari 5 (lima) anggota keluarga maka usaha lada ini mampu menghidupi sejumlah 1,64 juta petani di lapangan. Belum termasuk masyarakat yang terlibat dalam perdagangan dan industri perladaan.
Namun demikian, dalam 2 tahun terakhir terjadi pengurangan areal lada yang diakibatkan beberapa faktor antara lain: (a) kekeringan; (b) serangan penyakit busuk pangkal batang, hama penggerek batang dan bunga, serta penyakit kuning dan kerdil utamanya di Bangka Belitung, Lampung, KalimantanTimur, dan Sulawesi Tenggara; (c) konversi areal lada baik untuk tambang maupun komoditi lain seperti kelapa sawit, karet dan kakao.
Terobosan Masalah Lada
Mempertimbangkan kondisi tersebut dan dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan pengembangan lada, salah satu upaya yang dilakukan adalah rehabilitasi dan perluasan tanaman lada serta pengembangan sistem perbenihan lada melalui penciptaan varietas baru unggul (VUB) yang memiliki tingkat produktivitas tinggi. Upaya ini sangat positif dan pada umumnya akan memberikan dampak yang mampu menggairahkan masyarakat petani.Â
Hal ini sesuai dengan visi pembangunan perkebunan 2014-2019 yaitu "Terwujudnya peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perkebunan". Untuk itu Badan Litbang Pertanian melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan mulai tahun 2017-2018 melakukan program pengembangan perbenihan tanaman perkebunan mulai dari benih sumber hingga benih sebar.