Mohon tunggu...
Sadza Raisya Salsabila
Sadza Raisya Salsabila Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Multimedia, Universitas Pendidikan Indonesia

seni adalah passion saya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgensi Pendidikan Humanis di Era Revolusi Industri 4.0

7 Desember 2022   00:00 Diperbarui: 7 Desember 2022   09:15 1269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh : Sadza Raisya Salsabila

Pendidikan merupakan proses sosial yang akan terus berlanjut yang harus dikaitkan dengan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, dengan demikian sekolah pun disebut miniatur dari masyarakat (Samuel, 2011, hlm. 1166). kelangsungan hidup yang lebih baik hanya mungkin jika mereka yang terlibat dalam pendidikan dapat memahami hakikat pembelajaran dan hidup dengan saling mengasihi. Ki Hajar Dewantara sebagai Perspektif Pedagogik yang menitikberatkan pada ajaran adab dan kepatutan serta mengajarkan segala sifat baik tetapi tidak hanya untuk merasakan dan memahami bentuk kebaikan dalam kehidupan, manusia harus mengajarkan adab dan menekankan semua hak dan tanggung jawab manusia baik sebagai individu maupun sebagai individu kelompok (Dewantara, 2011, hlm. 483). Beginilah seharusnya pelatihan diselenggarakan dapat mendorong pemberdayaan peserta didik untuk memahami pentingnya sikap humanis ada rasa peduli dan berbagi masyarakat.

Pendidikan humanis merupakan sebuah model pembelajaran yang dalam praktiknya selalu memperjuangkan hak-hak setiap individu agar dapat mengaktualisasikan dan mengeksplorasi potensi diri. Selain itu, pendidikan humanis hadir untuk menjawab berbagai problem pendidikan yang dewasa ini terkesan menjadi tempat penindasan intelektual dan kreativitas individu karena menempatkan peserta didik sebagai manusia yang tidak memiliki pengetahuan apapun dan guru menjadi sosok yang maha tahu yang begitu mendominasi. Dengan adanya pendidikan humanis pembelajaran lebih kondusif serta memberikan pengakuan dan kepercayaan atas keunikan yang dimiliki tiap individu, selain itu dapat juga menciptakan sebuah pola pembelajaran yang lebih kooperatif dan  demokratis. Dengan demikian, adanya praktik pendidikan humanis akan membawa dampak yang positif bagi perkembangan dunia pendidikan dan pernyataan bahwa pendidikan merupakan tempat untuk memanusiakan manusia bukanlah suatu mimpi belaka namun hal tersebut benar-benar bisa diwujudkan dalam realitas pendidikan. 

Pergeseran nilai & tujuan berdasarkan pendidikan yg ideal terjadi pada era revolusi industri 4.0. Era ini mengakibatkan pasar dunia mengalami disrupsi. Disrupsi tak hanya berlaku dalam ekonomi global saja, tetapi kenyataan disrupsi pula menaruh impak perubahan yg besar pada banyak sekali bidang, tak terkecuali bidang pendidikan. Pendidikan dituntut adaptif pada menanggapi perubahan yg terjadi. Perubahan yg tak hanya dilakukan menggunakan sekedar membarui cara pengajaran, namun jauh yg lebih esensial, yakni merubah cara pandang terhadap konsep pendidikan itu sendiri. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa pendidikan adalah loka produksi meluluskan orang-orang terdidik yg siap pada memenuhi kualifikasi global. Pendidikan perlu mengikuti keadaan dalam situasi dimana era revolusi industri 4.0 membarui konsep pekerjaan, struktur pekerjaan, & kompetensi yg diperlukan global. Sebuah survei perusahaan perekrutan internasional, Robert Walters, bertajuk Salary Survey 2018 pada Sukartono (2018, p. 2) mengungkapkan bahwa penekanan dalam transformasi usaha ke platform digital sudah memicu permintaan profesional asal daya manusia (SDM) yg mempunyai kompetensi yg jauh tidak selaras berdasarkan sebelumnya.

Secara umum tujuan pendidikan membantu manusia menemukan eksistensi kemanusiaanya dengan utuh. selain itu tujuan pendidikan adalah untuk menjadi lebih baik dalam menjalani kehidupan. Elemen yang paling membedakan manusia dengan hewan adalah anugerah akal yang telah diberikan oleh tuhan jadi hanya manusia yang mengalami proses Pendidikan. Manusia dalam pandangan kaum eksistensialis merupakan makhluk yang dilahirkan ke dunia dalam keadaan tak berdaya dan ia terpaksa bertanggung jawab terhadap eksistensinya ( Tilaar. 2012). Pendidikan humanis akan menjadi humanis jika dalam istilah dan plot penargetannya tidak hanya bertujuan untuk siswa sebagai manusia tetapi juga harus ditujukan kepada guru sebagai orang yang dihormati dan dihargai. Kesalahpahaman konsep pemikiran guru tradisional membuat siswa jadi objek pendidikan yang harus menuruti apa yang gurunya targetkan. Guru yang seharusnya menjadi tokoh kunci jadi tersubordinasi oleh kepentingan siswa sebagai manusia yang dimanusiakan. Hal inilah yang menjadi sebab utama bagi siswa melemahkan peran guru sebagai seorang yang “digugu dan ditiru”.

Ahli dari teori belajar humanisme yaitu Roger mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting yaitu: (1) manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru, (2) belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan peserta didik, (3) belajar dapat ditingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar secara partisipatif jauh lebih efektif daripada belajar secara pasif dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri, (5) belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreativitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri orang lain tidak begitu penting. (Dakir, 1993: 64). Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran. (Sumanto, 1998:235). 

Kebebasan yang diwujudkan dalam pendidikan humanistik adalah kebebasan tanpa nilai. Kebebasan dalam segala bidang. Ketika seorang guru menegur seorang siswa, siswa tersebut malah mengolok-olok dan meledek gurunya. Apakah pendidikan manusiawi seperti itu diharapkan dari bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika ketimuran? Di hampir setiap buku yang pernah penulis baca, kecenderungannya untuk berpikir telah menimbulkan kritik terhadap para guru. Bahkan, beberapa buku, kecuali buku-buku yang bersifat religius, membahas bagaimana siswa harus bersikap dan berperilaku etis terhadap gurunya. Ini menciptakan kesenjangan yang sangat besar antara apa yang harus dilakukan guru dan bagaimana siswa harus berperilaku.

Pendidikan bertujuan untuk mengajar, memanusiakan dan membimbing peserta didik untuk mencapai tujuan yang sempurna (A. Sudiarja dalam Yamin, 2010: 155). Timbul pertanyaan apakah pendidikan humaniora yang dipromosikan oleh "Eropa dan Amerika Serikat" dapat memenuhi tuntutan tersebut. Di sisi lain, menurut Yamin, pendidikan adalah gambaran umum tentang apa yang harus dilakukan, dan kurikulum adalah domain konsep dan teknik yang membangun praktik pendidikan (Yamin, 2010:156). Pendidikan mempunyai tujuan yang berhubungan dengan kehendak yang ingin dicapai. Tujuan pendidikan humanistik adalah untuk mengubah siswa menjadi pribadi yang bebas dan menengahi proses pembelajaran. Anda bebas memilih dan melakukan apa yang positif. Segala sesuatu yang dilakukan oleh seorang siswa untuk pendidikan manusia yang positif dibenarkan sepanjang tidak melanggar hak-hak siswa sebagai individu yang bebas.

Dengan spirit untuk memanusiakan manusia diharapkan segala bentuk praktik pendidikan dan pembelajaran yang berlangsung dalam sebuah lembaga pendidikan akan lebih bisa menghargai akan eksistensi serta keunikan yang dimiliki oleh masing-masing individu, sehingga tidak akan ada lagi yang namanya guru sebagai pengadil kebenaran bagi peserta didik, atau guru lebih mengetahui akan segala sesuatu ketimbang peserta didik, maka apa yang disampaikan oleh guru merupakan sesuatu yang wajib diikuti sehingga terjadilah sebuah bentuk penindasan terhadap individu-individu. Dengan adanya spirit pendidikan humanis semua individu memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi lebih baik, tidak ada individu satu yang lebih unggul dan merasa lebih hebat dari yang lainnya dikarenakan semua masih dalam proses menjadi manusia yang seutuhnya, manusia yang sebenar-benarnya manusia. Dengan demikian apa yang menjadi sebuah cita-cita untuk menciptakan generasi-generasi emas, yang memiliki mental merdeka akan dapat terwujud dalam realitas sosial masyarakat, dan dunia pendidikan akan menjadi sebuah tempat berkumpulnya. 

Perkembangan manusia ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal, kedua faktor ini penting diperhatikan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam proses perkembangan manusia serta pendidikannya. Ditinjau dari faktor internal tentunya mengarah pada peserta didik, namun bila ditinjau secara eksternal salah satunya adalah dari faktor guru. Pendidikan bertujuan untuk mengajar, memanusiakan, dan mengarahkan anak didik agar mencapai akhir sempurna Setiap pendidikan pasti memiliki tujuan yang terkait dengan kehendak yang akan dicapai. 

Pendidikan humanis bertujuan agar dalam proses pembelajaran menjadikan siswa dan menempatkan siswa sebagai manusia yang bebas. Anda bebas memilih dan melakukan apa yang positif. Segala sesuatu yang dilakukan oleh seorang siswa untuk pendidikan manusia yang positif dibenarkan sepanjang tidak melanggar hak-hak siswa sebagai individu yang bebas. Alternatif yang ditawarkan dalam pendidikan humanistik adalah berusaha semaksimal mungkin untuk menerapkan pola pendidikan yang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. Pola pendidikan humanistik berdasarkan ajaran kepemimpinan Ki Hajar Dewantara adalah orang-orang Diantaranya adalah Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madjo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani. Pendidikan kemanusiaan yang dipadukan dengan konsep pedagogik Ki Hajar Dewantara adalah milik mereka yang mampu tumbuh secara utuh dan harmonis dari seluruh aspek kemanusiaan, mengakui dan menghormati seluruh umat manusia, memiliki keharmonisan. Penerapan model pembelajaran agama-kemanusiaan di persekolahan tergolong efektif dan praktis untuk mengajarkan nilai karakter positif kepada siswa. Oleh karena itu guru sekolah didorong untuk menggunakan model pembelajaran humanistik untuk pendidikan karakter di sekolah agar nilai-nilai dapat dipupuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun