Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Proses Diskriminasi terhadap Guru Laki-laki

14 November 2017   02:16 Diperbarui: 14 November 2017   09:51 2864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi haulahsiti : Guru-guru TK Islam Darunnajah

Pertanyaan diatas dapat kita lihat bagaimana posisi tenaga guru laki-laki baik itu di TK sampai pada tingkat pendidikan menengah. Dominasi tenaga guru ini bukan hal biasa. Sebab sejauh ini orang tidak berpikir tentang kejanggalan persepsi tersebut. 

Kalau dalam amanat pendidikan, guru wanita di utamakan ketimbang guru laki-laki maka yang kita lakukan adalah perombakan amanat UU tentang sistem pendidikan. Tetapi sejauh ini amanat pendidikan sifatnya kolektif berlaku untuk semua lapisan generasi yang berprofesi sebagai tenaga guru. 

Sehingga tujuan pendidikan layak dan patut dijalankan oleh semua guru tanpa pembedaan gender atau pun jenis kelamin seperti paradigma asumsi klasik yang masih tertanam di benak kita. 

Kita lihat kembali data diatas, 100% dari KS-Guru TK pada 2016/2017, jumlah guru laki 3,30%. Sekolah SD 29,61% dari 100% jimlah guru dan SMK 49,64% adalah guru laki-laki. 

Artinya data tersebut adalah persentase selain sebagai keterlibatan guru laki-laki dalam semua lini pendidikan formal. Juga merubapakan bahasa isyarat bahwa masalah minimnya partisipasi guru laki-laki ada faktor penyebabnya. 

Hemat saya, minimnya guru laki-laki selain minat sebagai guru, di dunia pendidikan terdapat proses diskriminasi yang selama ini kita pun turuk mengembangkan, membudidayakan menjadi suatu frame budaya bahwa hanya wanita saja yang berhak, atau lebih memiliki hak mengurusi anak usia dini. 

Kalaupun alasannya bahwa kasih sayang terhadap anak usia dini dari seorang guru lelaki dan perempuan itu berbeda. Maka, kita tidak lebih adalah manusia pandai yang paling sempit cara berpikirnya. 

Kasih sayang, naluri ke-Ibu-an belum tentu menjamin perkembangan anak dalam memahami sesuatu, begitupun sebaliknya. Naluri ke-bapa-an juga belum tentu menjamin kecerdasan anak usia dini. 

Dititik inilah kita sama-sama kembali pada trilogi pendidikan yakni Asah, asih dan asuh. Ketiga ini merupakan bentuk tindak dan pola laku manusia yang di cerminkan dalam keseharian, maka guru perempuan sama seperti guru laki-laki dengan pembedaan pada kualitas dan kompetensi yang dia miliki.

Artinya, persepsi bahwa mendidik anak usia dini tepatnya harus diurusi oleh guru perempuan adalah persepsi yang keliru. Sebab ukuran ilmu adalah sejauhmana guru akan membawa diri dan mengaplikasikan pengetahuan sebagai tenaga pengajar dan pelaksana trilogi pendidikan tersebut diatas. 

Kompetensi dalam hal ini skill serta kualitas guru bukan lahir secara instan. Kita tidak hidup pada jaman batu, dimana guru mendapat mantra suoranatural dari alam sehingga segala yang di ajarkan berjalan masif dan alami. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun