Kembali Pada Khitah Proklamasi Indonesia. Sudah lama merdeka dari jajahan dan kolonialisme, perjalanan bangsa ini memasuki zaman baru. Babak baru secara mentalitas meyakinkan akan mampu bertarung dengan negara lain secara politik dan ekonomi.Â
Perjalanan panjang ini bukan berarti hanya meninggalkan jejak-jajak perjuangan dan upaya menjadikan bangsa ini sebagai bangsa yang kuat dalam segala hal.Â
Ditangan generasi zaman persiapan kemerdekaan tahun 1945 silam, generasinya menoreh sebuah kebebasan yang merdeka dan berdaulat.Â
Sekarang, generasi zaman itu hanya meninggalkan nama dan karya mereka untuk segenab generasi baru yang progresif. Bukan berarti, mereka kini sudak tidak berdaya. Generasi baru akan menggantikan posisi itu dan mengambil alih, menoreh kejayaan Indonesia menuju tantangan zaman.Â
Suara-suara pembaharu zaman itu, kembali melengkin dari mulut generasi setia pada kesatuan Negara. Mewakili sekaligus mencontohi perjuangan dan pengorbanan tokoh pendahulunya.Â
Namun, suara perubahan saat ini seakan terjepit oleh beringas dan ganasnya zaman. Pola pikir dan pola tindak dipaksa juga dikebiri. Luput dari sebuah kesalahan dianggap sebagai militansi menentang pancasila.Â
Lidah-lidah teriakkan kebenaran seakan dipotong, demokrasi diambil peran oleh mereka yang giat menginvestasikan harta pribadi.Â
Sejauh ini, indonesia masih dalam tatanan keadaban yang stabil, meskipun politik sudah berdalih menjadi raja dalam kehidupan umum.Â
Mata rantai jejak peninggalan tokoh pendiri bangsa masih dalam keadaan kuat tidak sekarat. Penyusup merusaki rumah dengan tangan pembual yang fanatik kekuasaan.Â
Dinamika indonesia menjadi rumit, gonjang ganjing perkara dari politik, hukum, korupsi, sampai pada menyalahi wewenang. Semua itu ikut andil seretkan nasib hidup bangsa ini pada jurang kehancuran besar.Â
Keadilan dan kemerdekaan dari suara generasi muda dianggap ngoceh belaka, hingga surut atau terkadang hilang entah kemana. Indonesia menuai badai.