Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Pentingkah Nilai Edukasi pada Tayangan TV?

11 Oktober 2017   19:06 Diperbarui: 11 Oktober 2017   21:11 1178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: lailanurjannah.wordpress.com

Di Indonesia, anak-anak jadikan televisi sebagai media belajarnya. Sangat melek dengan setiap acara televisi yang ditayangkan dari berbagai stasiun televisi. Acara-acara ini ada yang sifatnya mendidik dan juga, ada yang tidak mendidik. Nilai edukasi adalah tuntutan satu-satunya dalam mendorang moral anak-anak kita. 

Fenomena ini, bukan saja dialami oleh anak-anak, yang sudah dewasa pun berlagak sama. Dari sejumlah Sinetron dan acara yang dikemas alih-alih menarik penonton. Game-game seru pun tidak kalah menyelipkan adegan yang seharusnya tidak bisa sama sekali di tonton oleh anak-anak. 

Daya serep anak-anak sangat begitu cepat. Baik tindakan dan setiap kata yang mereka lihat. Televisi swasta dengan tayangan sekian banyak itu, hampir sebagian besar nilainya mendoktrin anak-anak menjadi peka pada aliran hedonis yang baru-baru ini sangat gencar berkembang. 

Menjajakkan jutaan mimpi dari dunia barat, menepis kritisnya anak-anak terhadap perkembangan dunia luar. Asumsi berkaca pada budaya asing menjadi dominasi dilayar kaca. Budaya Indonesia sendiri minim dipertontonkan. Disinilah letak nilai edukasi yang harus diperhatikan. 

Komisi Penyiaran Indonesia dan regulasinya sudah sangat tegas dan jeli dalam megawal penyiaran stasiun televisi. Tetapi beberapa siaran masih juga gencar melakukan siaran yang keluar dari etik penyiaran itu sendiri. Menyadari hal ini, hanyalah mereka atau orang tua dari anak-anak yang peka terhadap cara memberikan edukasi pada anak yang usianya masih terlalu muda. 

Saat ini masih sangat banyak tayangan televisi yang tidak mendidik, bukan berarti orang-orang dengan sengaja agar tidak mengetahuinya, tetapi seakan ikut meramaikan hajatan yang substansinya membuat degradasi juga dekadensi moral dan terkikis dalam membicarakan soal nasionalisme. 

Contoh paling banyak yang kita lihat adalah fashion yang di tunjukan para artis layar kaca, game-game dan acara sinetron. Itu semua, jikan lebih dalam mengkaji soal budaya kita, soal nilai edukasi pada anak kita. Bahkan tidak memberikan nilai apa-apa selain sebagai bahan konfrontasi yang keliru yang kita dapat. 

Pakaian yang minim digunakan dilaga acara-acara nasional, sinetron, berpacaran, tawuran antar anak muda sudah jadi hal biasa. Lalu, dimana posisi Komisi Penyiaran dalam menjaga etik penyiaran?

Kita melihat dampak sosialnya begitu tidak bisa dibendung lagi, berapa juta orang diindonesia ikut menonton saat siaran yang kurang atau bahkan tidak ada sama sekali nilai edukasinya, dari anak-anak sampai usia tua sudah barang tentu mendapatkan efek yang berbeda. 

Dampak sosioal ini, bertolak dari setiapa ragam budaya pada setiap daerah, biasanya orang dewasa tidak terlalu persoalkan masalah dampaknya. Tetapi anak-anak dan remaja seharusnya mendapat bimbingan atau dampingan dari orang tua masing-masing, dan menjelaskan setiap tayangan memiliki edukasi kalau dilihat dari sisi yang mana. 

Bayangkan saja, jika adegan-adegan ekslusif dan lebih kepada yang tidak wajar yang di tonton menjadi contoh buat anak-anak dan generasi kita, hal ini dengan sendirinya akan menggeser, mengikis nilai budaya dan agama yang ada di lingkungan kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun