Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Semi ‘Backpacker’an to Yogya (dari Sambel Sagan ke Parangtritis)

5 Januari 2011   12:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:56 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepulangnya dari Borobudur, sopir mobil sewaan kami (Kelompok 7) merekomendasikan sebuah rumah makan favorit para mahasiswa di Yogya yang letaknya dekat dengan hotel dan kriteria kami : Lesehan, murah, dan enak. Pak Tono membawa kami ke Warung Sambal Sagan (WSS) di jl Sagan. Konsep dasar bangunan WSS adalah saung dengan bahan konstruksi utama bambu dan anyamannya. Ada semacam indoor garden mini di dekat area kasir yang di belakangnya merupakan dapur. Pengunjung bebas memilih mau makan ala lesehan beralas tikar atau di meja. Sore itu WSS lumayan penuh, bahkan tempat lesehan yang paling luas pun sudah disesaki oleh sekelompok (kayaknya sih) mahasiswa. Sesuai namanya, menu andalan WSS adalah beraneka ragam sambal. Ada sekitar 23 macam sambal yang ditawarkan. Untuk jenis standar seperti varian Sambal Terasi dihargai Rp.1,500 dan yang termahal adalah Sambal Udang Pedas / Cumi seharga Rp.4,500 per porsi. Di tengah fenomena meroketnya harga cabe di pasaran sekarang, tentu saja hal itu mengundang rasa penasaran (Kok,bisa semurah itu?Jangan-jangan...). Aneka sayuran seperti lalapan, Pecel, atau Cah Jamur bervariasi dari Rp. 1,500 - Rp. 3,000 per porsi, yang termahal Pete Goreng Rp. 5,000. Sementara lauk goreng semacam tahu/tempe dihargai Rp.2,500 per porsi dan tertinggi Rp.7,500 untuk Udang Goreng Tepung/Gurame Goreng. Minuman berkisar Rp. 1,000 untuk segelas besar teh tawar panas/dingin sampai dengan Rp. 13,000 untuk aneka Smoothies. Nasi per orang dihargai Rp. 2,000. Saat pesanan diantar ke meja, terkuaklah misteri sambal nan murah itu. Bukan disajikan di cobek/mangkuk melainkan dalam piring-piring melamin super imut berdiameter permukaan 2 cm - an. Begitu pula hidangan lain seperti Trancam dan Pecel dihidangkan dalam piring-piring plastik berdiameter 3-4 cm. Itupun tak penuh. Nasi diwadahi dalam ceting / bakul bambu kecil. Wajar kalau awalnya Kelompok 7 sedikit underestimate (mana mungkin kenyang?Pantesan murah!). Eit, tunggu dulu! Setelah disantap, sambal-sambal secuil itu ternyata betulan paten pedasnya. Bahkan Sambal Teri-nya tetap bersisa meski sudah dibagi-bagi. Begitu pula sayur dan lauk gorengnya sangat mencukupi. Kami terpaksa (he-he,...tapi dengan senang hati) memesan tambahan nasi dan harga Rp.2,000 itu mungkin berlaku sekenyangnya (khusus nasi) karena tak ada biaya tambahan untuk ceting kedua. Total-jendral, termasuk paket take away untuk Pak Tono (nasi- Bandeng Goreng- Sambal Rempelo Ati) serta berbagai minuman, Kelompok 7 membayar Rp. 110,500 dan betul-betul puas kenyangnya! Keesokan paginya saat lima teman kami bergiliran mandi, saya dan Sang Mahasiswi berinisiatif jalan-jalan. Yah, sebenarnya ada sesuatu yang mesti dibeli. Tadinya sih Pasar Beringharjo merupakan tujuan, namun karena hari masih terlampau pagi dikuatirkan belum buka. Jadi kami ikuti saja saran bapak tua penarik becak yang mangkal di ujung gang untuk menyambangi Pasar Kranggan yang relatif lebih dekat dan para pedagangnya telah beroperasi sejak Subuh. Ongkos pergi-pulang disepakati Rp. 30,000 (kami tahu itu kemahalan tapi tak apalah, hitung-hitung memberi apresiasi pada seorang kakek yang sepagi ini sudah sigap memburu rezeki). Naik becak Yogya, yang bentuknya relatif lebih gemuk-lebar ketimbang becak di Bandung, menyusuri jalan raya yang masih sepi diselubungi kesegaran pagi memang sungguh menyenangkan hati. Tak sampai 20 menit kemudian, kami tiba di Pasar Kranggan. Aroma bakaran sate mengelus-elus perut yang memang belum diisi. Usus pun mulai berangan-angan saat mata disuguhi aneka jajanan dari mulai berjenis-jenis bolu, roti, bugis, nogosari, berbagai jenang, getuk-getukan, sampai dengan risoles-pastel dan kawanan berasa gurih lainnya. Tapi mesti bersabar dulu karena ada barang lain yang wajib kami beli (apa tuh?..a-ha-ha, rahasia!). Sosok Yogya sebagai pusat kuliner enak dan murah betul-betul terlihat jelas di Pasar Kranggan ini. Dengan Rp. 1,000 - Rp. 1,500, Anda sudah memperoleh sepincuk pecel sayuran komplit dan saat membayar Rp. 5,000 untuk tiga pincuk, mbakyu pedagangnya dengan senang hati meluluskan permintaan saya memberikan seplastik kecil oseng tempe-teri sebagai ganti kembalian yang hanya Rp. 5,00 itu. Wah!Sekantong plastik udang sungai goreng (sekitar 400 gr) bisa diperoleh dengan Rp. 10,000 saja dan rasa udang segar yang manis-gurih dijamin bakal membuat Anda semakin bersyukur. Belum lagi display berbagai baceman tempe-tahu-jeroan sapi yang tertata apik di atas tampah-tampah bambu para pedagang yang menjajakannya sembari duduk di dingklik (semacam bangku kecil-pendek terbuat dari kayu). Wuih, pasar ini memang ideal bagi kelompok berperut karung-berdompet cekak! (Macam kami ini...ha-ha). Dering ponsel mewartakan SMS masuk dan anggota Kelompok 7 yang berada di hotel mengabari bahwa sarapan (sekitar pukul 08.00 WIB) sudah diantar. Menunya 2 gelas teh manis, 2 butir telur rebus, dan 2 tangkup roti bersemir margarin-gula pasir. Padahal kartu tarif mereka mencantumkan layanan sarapan untuk 4 orang! (Tapi kami nggak bakalan protes, deh, soalnya mereka membiarkan satu kamar bertarif Rp.210,000 semalam itu kami tempati bertujuh tanpa bayaran ekstra. Adil, kan?). Selagi masih di pasar kami memutuskan untuk membeli 4 pincuk sate-lontong, terdiri atas 10 tusuk sate ayam + 6 kerat lontong, yang harganya Rp. 6,000 per pincuk sebagai tambahann sarapan. Setelah itu kami kembali ke hotel. Beres sarapan kami pun check out lebih awal. Nanti malam Kelompok 7 akan menginap di rumah Bude (uwak perempuan) yang pukul 09.00 akan menjemput kami bersama keluarga besarnya lalu langsung menuju pantai Parangtritis untuk rekreasi. Yuhuiii! ( artinya free biaya hotel dan transportasi...hemaaat). Pantai Parangtritis terletak sekitar 25 km di sebelah Selatan Yogya dan termasuk tujuan wisata yang paling diminati oleh para wisatawan. Gulungan ombaknya yang besar dan rangkaian gunung pasir di berbagai sisi merupakan daya tarik pantai ini. Saat kendaraan yang kami tumpangi memasuki wilayah pantai, para penjual jasa penitipan mobil dengan antusias berlomba menawarkan garasi-garasi mereka. Tempat penitipan ini dilengkapi fasilitas WC/kamar mandi dan kamar tidur sederhana (mungkin diperuntukkan bagi para pengemudi dari luar kota untuk beristirahat sambil menunggu keluarga majikan mereka puas bermain di pantai). Tarifnya kalau tidak salah Rp. 50,000 per mobil. Ada semacam pasar yang menjajakan souvenir khas pantai memanjang rapi sampai ke pagar pembatas. Juga ada jasa penyewaan kuda, delman, dan ATV sebagai sarana untuk menjelajahi area pantai yang luas. Puas bermain-main dengan gulungan ombak, kami pun bersenang-senang mengitari keseluruhan pantai dengan mengendarai ATV yang tarif sewanya Rp.50,000 per setengah jam (prakteknya sih para pemilik ATV itu membiarkan kami berkeliling sampai puas...wah, matur nuwun, mas-mas yang baik hati). Beli cenderamata dari pedagang asongan berupa gelang dan mainan kura-kura yang terbuat dari kerang serta manik-manik, murah hanya Rp. 10,000 per 5 buah adalah acara kami selanjutnya. Menjelang Dhuhur, kami meninggalkan Parangtritis menuju sebuah lokasi tempat penjualan ikan yang berjarak sekitar 3 km dari pantai. Kita bisa memilih ikan/udang/cumi untuk digoreng/bakar sesuai selera dan makan bersama.

1294228389803166290
1294228389803166290
Puas menyantap ikan bawal bakar, kerapu goreng, udang goreng tepung, dan oseng cumi-cumi berikut minum es degan (kelapa muda) utuh atau es jeruk; rombongan kami yang terdiri atas 17 orang ini hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp.350,000 (eh, salah, bukan kami tapi Bude, soalnya beliau yang nraktir). Perut kenyang, hati senang, dan kami pun pulang ke rumah Bude untuk istirahat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun