Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Money

Bank (Tulen) Syariah untuk Profesi dan Investasi

1 Desember 2010   09:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:08 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kuantitas umat Islam yang mayoritas di lingkup nasional maupun dunia dan ghirah mereka untuk menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk ekonomi, merupakan faktor utama yang membuat kalangan perbankan tergiur untuk meraup keuntungan maksimal dengan mendirikan bank-bank syariah. Orientasi pada pencarian rezeki yang halal dan thayyibah adalah sesuatu yang menggembirakan, namun diperlukan kehati-hatian dari para calon karyawan yang mengidamkan sumber mata pencaharian di sektor perbankan syariah dan calon nasabah yang hendak berinvestasi secara syariah agar tidak kejeblos masuk sistem keuangan riba yang dianut oleh bank konvensional yang 'berbulu' syariah.

Kehati-hatian juga diperlukan mengingat sistem riba ini keharamannya bisa menjerat berbagai pihak yang terlibat di dalamnya sebagaimana penuturan Jabir bin Abdullah r.a.,"Rasulullah Saw melaknat orang yang memakan riba (kreditur) dan orang yang member makan riba (debitur), kedua orang saksi dan penulisnya. Beliau bersabda,'Mereka itu sama saja.' " (HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi).

Bagi kedua kelompok tersebut di atas, terutama mereka yang tidak berlatar belakang pendidikan ekonomi syariah, yang hendak total berkecimpung dalam lahan pengelolaan finansial syariah sesuai tujuan masing-masing hendaknya memahami betuldefinisi riba, perbedaan bank syariah dengan bank konvensional dan gambaran umum bank syariah yang ideal agar dapat lebih tentram hingga mampu berprestasi maksimal dalam bekerja dan meraih sebesar-besarnya profit dalam berinvestasi.

Definisi Riba

Imam Nawawi mendefinisikan riba sebagai thalabu az-ziyadah fi al-mal biziyadah al-ajal (menuntut tambahan atas harta/modal pokok seiring bertambahnya waktu). Hal ini diistilahkan kalangan perbankan konvensional dengan 'bunga kredit sesuai lama waktu pinjaman'.

Bank konvensional selaku kreditur akan mengambil bunga tambahan dalam bentuk bunga atas dana yang dipinjamkan pada nasabah (debitur) tanpa memberikan manfaat lain sebagai penyeimbang/kompensasi atas bunga yang dibayarkan oleh debitur bersangkutan selain kesempatan mendapat dan memutar modal selama masa pinjaman berlangsung. Di sini debitur diposisikan untuk harus selalu untung dan meniadakan kemungkinan merugi dalam usahanya (sesuatu yang tidak realistis, bukan?).

Bila suatu ketika nasabah terpaksa harus menunggak/menangguhkan pembayaran, maka bank akan memungut biaya tambahan berupa denda yang akan kian terakumulasi seiring perjalanan waktu di samping juga ada sementara bank yang memfasilitasi pemberian waktu tambahan (penangguhan) dengan mengenakan kompensasi berupa bunga tambahan Inilah yang disebut Al-Thabariy sebagai praktek riba al-nasiah (pembengkakan jumlah kredit akibat penundaan waktu bayar). Di sini kreditur dapat melipat-gandakan jumlah harta melalui pembebanan pada debitur secara langsung (dengan meniadakan kemungkinan usaha merugi dalam perhitungan akad kredit) maupun tidak langsung (pengambilan keuntungan secara otomatis bila terjadi penangguhan waktu bayar).

Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

Setidaknya, menurut pakar ekonomi Islam Muhammad Syafi'i Antonio (2001), ada enam faktor yang membedakan bank syariah dari bank konvensional, yakni :

1. Aspek legal dan akad di bank syariah

Bank syariah menetapkan akad yang memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Ada rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam perbankan syariah. Rukun meliputi ada penjual-pembeli, barang, harga, dan akad (ijab-kabul). Sedangkan syarat terdiri atas barang dan jasa harus halal, harga barang dan jasa harus jelas, tempat penyerahan harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi, dan barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun