Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Tewas Dianiaya Polisi, Kematian Sang "Gentle Giant" Memicu Murka Massa

30 Mei 2020   18:27 Diperbarui: 30 Mei 2020   18:30 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kematian George Floyd oleh polisi yang menahannya memicu gelombang protes (doc.Time, saimondy.net/ed.Wahyuni)

George Floyd (46) yang dibesarkan di Third Ward (Houston), salah satu lingkungan kota yang didominasi kulit hitam, memang bukan sosok malaikat tanpa dosa.

Postur tubuh setinggi 1,98 meter membuat Floyd muncul sebagai bintang basket untuk Sekolah Menengah Jack Yates dan bermain di pertandingan kejuaraan negara bagian 1992 di Houston Astrodome (Fox News,29 Mei 2020).

Donnell Cooper, salah satu mantan teman sekelas Floyd, mengatakan dia ingat menonton gol Floyd mencetak gol dan berkomentar tentang bagaimana dia menjulang di atas semua orang dan mendapat julukan 'gentle giant' (raksasa yang lembut),"Kepribadian yang tenang dengan semangat yang indah."

Namun Floyd rupanya sempat terseret gelombang sesat yang menyebabkannya didakwa terlibat perampokan bersenjata dalam penyerangan sebuah rumah di Houston pada tahun 2007 dan, menurut dokumen pengadilan, dia dijatuhi hukuman lima tahun penjara pada tahun 2009 sebagai bagian dari kesepakatan pembelaan.

Christopher Harris, teman masa kecil Floyd, mengatakan bahwa dia dan beberapa teman bersama mereka pindah ke Minneapolis untuk mencari pekerjaan sekitar tahun 2014. Lalu dia mengajak Floyd untuk juga pindah ke sana setelah dia keluar dari penjara.

"Dia ingin memulai dari awal yang baru, awal yang baru," kata Harris. "Dia senang dengan perubahan yang dia lakukan."

Pindah ke Minneapolis seharusnya menjadi kesempatan kedua George Floyd untuk menjalani kehidupan yang baik, dia mendapatkan pekerjaan dengan bekerja di toko Salvation Army di pusat kota.

Segera setelah itu, ia mengambil dua pekerjaan lainnya, jadi supir truk dan tukang pukul di Conga Latin Bistro di mana ia dikenal sebagai "Big Floyd."

Pemilik Conga Latin Bistro Jovanni Tunstrom menggambarkan Floyd sebagai "selalu ceria."

"Dia memiliki sikap yang baik. Dia akan menari dengan buruk untuk membuat orang tertawa. Saya mencoba mengajarinya cara menari karena dia suka musik Latin, tetapi saya tidak bisa karena dia terlalu tinggi untuk saya.." Papar Tunstrom pada Fox News.

Tetapi seperti banyak orang Amerika lainnya, Floyd kehilangan pekerjaannya di industri jasa ketika pandemi coronavirus melanda dan perintah untuk tinggal di rumah dikeluarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun