Ada dua jenis aksi massa, yang secara umum saat ini diistilahkan dengan ‘demonstrasi’, dalam terminologi bahasa Arab , yaitu mudzaharah dan masirah. Mudzaharah merujuk pada aksi massa untuk menunjukkan dukungan pada individu/kelompok tertentu yang berujung pada anarkisme, sementara masirah  yang secara harafiah diartikan sebagai perjalanan atau long march merupakan medium untuk menyampaikan opini/saran/kritik/bantahan/tuntutan terhadap kebijakan penguasa dalam berbagai jenjang dengan tetap semaksimal mungkin memelihara kebaikan dalam pengutaraannya baik dalam perkataan maupun penyampaiannya.
Masirah adalah jenis aksi unjuk rasa massa yang dilakukan dengan tertib dan memperhatikan betul tuntunan syari’at Islam dalam pelaksanaannya yang meliputi penyampaian aspirasi tanpa kekerasan, tidak mengganggu ketertiban umum dan hak-hak masyarakat, serta tanpa disertai aksi-aksi perusakan (baik terhadap aset negara, umum, maupun individu).
Masirah pula, menurut shirah nabawi, yang dicontohkan oleh para sahabat Nabi saw atas instruksi beliau . Saat itu di Mekah, beliau memerintahkan kaum Muslimin membentuk barisan dua shaf dimana satu barisan dipimpin Umar Bin Khattab dan lainnya oleh Hamzah bin Abdul Muthalib. Mereka mengelilingi Kabah sambil menyerukan takbir.Versi lainnya mengungkap bahwa masirah tersebut merupakan inisiatif para sahabat dan Rasul saw mendiamkannya yang diartikan sebagai taqrir (menyetujui). Pendapat ulama mayoritas mengacu pada pemikiran bahwa masirah dalam shirah tersebut merupakan bagian dari dakwah terbuka keislaman pada masyarakat yang memang belum mengenal metode syiarseperti itu.
Lantas terkait dengan tren aksi massa untuk ‘menasehati’ pemimpin yang dinilai oleh mayoritas umat telah menyimpang dari koridor amanahnya dan memicu pro-kontra soal metode penyampaian nasehat yang tepat padanya; sebagian kalangan menilai sebaiknya hal itu dilakukan secara tertutup agar tidak memperlakukan dan sebagian lain menilai bahwa sesuai dengan prinsip demokrasi yang telah diadopsi sebagai sistem pemerintahan di banyak negara, ‘demonstrasi’ adalah hak warganegara. Bagaimana seorang Muslim mesti menyikapinya?
Koridor aksi-reaksi sosial setiap Muslim harus senantiasa diupayakan berada dalam bingkai amar ma’ruf nahi munkar (menyerukan untuk berbuat kebaikan, mencegah terjadinya keburukan yang dapat merugikan individu/masyarakat), begitu pula dalam melakukan masirah yang ditujukan pada kebijakan/perilaku pemerintah yang dinilai mengandung unsur munkardi dalamnya dengan catatan bahwa keburukan/kemaksiatan yang terkandung dalam kebijakan/perilaku figur/rezim pemerintah tersebut telah memberikan pengaruh negatif pada masyarakat luas hingga tidak bisa dihindari lagi untuk memberikan nasehat/peringatan secara terbuka bersama-sama.
Tentu saja masirah ini adalah alternatif terakhir setelah upaya menasehati dan menyadarkan penguasa secara pribadi melalui komunikasi langsung atau perantaraan berbagai media komunikasi lain tidak digubris oleh yang bersangkutan. Satu hal yang mesti diingat dalam hal ini adalah senantiasa menjaga barisan massa agar terpelihara dari melakukan tindakan-tindakan anarkis yang berpotensi menciptakan kemunkaran yang lebih luas, bagaimana pun konsep Islam sebagai rahmat bagi alam semesta merupakan prioritas utama dalam setiap ucapan dan perbuatan seorang Muslim. Wallahu’alam bish shawab.
Referensi
- Abdul Basit Atamimi, Demonstrasi Masa Rasulullah dan Al Khulafa Ar Rasyidun,Skripsi, Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2013
- Demonstrasi, Masirah, Muzhaharah
- Demonstrasi yang di bolehkan dan yang tidak boleh dalam pandangan Islam
- Masiroh Vs Demonstrasi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI