Zaman semakin berkembang, teknologi semakin maju dan bervariasi. Banyak teknologi terbaru yang menuai banyak pro dan kontra seperti contohnya AI. Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) adalah teknologi yang memungkinkan komputer dan mesin untuk membantu pembelajaran, pemahaman, pemecah masalah, pengambilan keputusan, kreativitas, dan otonomi manusia.Â
Dalam beberapa tahun kebelakang, AI telah berkembang semakin pesat dalam berbagai bidang, seperti Otomotif, Pendidikan, Keuangan, Pelayanan, dan lain-lain. Beberapa masyarakat menolak kehadiran AI karena risiko dan tantangan yang dihadapi dalam penggunaan AI, namun AI juga memiliki potensi manfaat yang sangat besar sehingga banyak negara, perusahaan besar, dan masyarakat lainnya yang memanfaatkan teknologi AI dalam kebutuhan mereka. Penggunaan AI sebagai teman curhat meningkat di tahun 2025. Sebuah survei yang dilakukan oleh lembaga riset global menunjukkan bahwa sebanyak 27,14 persen orang Indonesia pernah menggunakan AI sebagai media untuk berbicara. Hal ini disebabkan oleh kepercayaan bahwa AI selalu siap mendengarkan tanpa menghakimi dan menjaga kerahasiaan kisah orang lain.
Sebagai contoh, masyarakat mulai menggunakan teknologi AI sebagai teman curhat dan meluapkan segala masalah dan emosi mereka dibandingkan datang langsung ke profesional atau teman mereka. Namun, apakah penggunaan AI sebagai teman curhat adalah solusi dalam dunia modern? Apakah AI bisa menggantikan posisi manusia sebagai teman curhat? Jawabannya adalah tidak.
Penggunaan chatbot yang berbasis AI, pengguna dapat menyalurkan perasaan dan keluh kesah yang mereka alami, seolah-olah sedang berbicara dengan seorang pendengar, dan pengguna akan menunggu saran dan jawaban yang diberikan oleh AI seperti curhat pada umumnya. Namun, yang dipermasalahkan AI hanyalah teknologi yang tak memiliki humanitas seperti manusia pada umumnya, AI tidak mempunyai simpati, empati, hati, dan perasaan emosional. AI bekerja hanya berdasarkan algoritma dan data tanpa mengaitkan perasaaan, dan pemahaman secara mendalam tentang apa yang pengguna AI alami.Â
Meskipun AI dapat diakses dengan mudah dan merespons dengan cepat, AI tidak dapat berfungsi sebagai pengganti teman bicara manusia yang sebenarnya karena ia memerlukan humanitas, yaitu kemampuan untuk berempati, hangat, sentuhan emosional, dan hubungan manusiawi. Humanitas dalam AI merujuk pada adanya pendekatan humanis yang menempatkan manusia sebagai pusat pengembangan dan operasional teknologi. Tanpa humanitas, AI hanya bekerja sebagai sistem yang efisien namun berpotensi melahirkan dehumanisasi, yakni melemahkan hubungan sosial dan otonomi manusia. Dalam konteks teman curhat, AI perlu dikembangkan dengan pendekatan yang mengutamakan empati dan nilai sosial budaya agar dapat mendukung manusia, bukan menggantikan atau mengasingkan mereka, karena penggunaan AI sebagai teman curhat memiliki potensi dampak buruk kepada pengguna, seperti;
Dampak Buruk AI sebagai Teman Curhat
Adanya Potensi Bias dan Rasa Diskriminasi
AI mengambil pelajaran dari data masa lalu yang dipakai untuk melatihnya. Jika data itu mengandung bias terhadap kelompok tertentu, maka AI berpotensi menghasilkan keputusan yang tidak adil dan diskriminatif. Contohnya, AI dapat menghasilkan ketidaksetaraan sosial akibat adanya bias data ras, gender, atau ekonomi sosial yang terintegrasi dalam algoritma. Kondisi ini berisiko memperparah permasalahan sosial yang telah ada
Kekurangan Sentuhan dan Empati dari Manusia