Mohon tunggu...
Sabilla Qurratu Aini
Sabilla Qurratu Aini Mohon Tunggu... mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Universitas Muhammadiyah Surakarta

mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Universitas Muhammadiyah Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kekuasaaan Feodalisme sebagai Bentuk Dominasi| Antara Hirarki dan Ketundukan

25 September 2025   18:58 Diperbarui: 25 September 2025   19:10 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2. Memelihara Ketidakadilan Sosial

Feodalisme menciptakan garis batas tegas antara "atasan" dan "bawahan". Dalam sejarah, para petani bekerja keras mengolah tanah, tetapi hasilnya lebih banyak dinikmati tuan tanah. Dalam kehidupan kontemporer, pola serupa bisa ditemukan: rakyat memberi pajak, tenaga, dan kesetiaan, sementara elite menikmati privilese. Ketidakadilan semacam ini terpelihara karena dianggap sebagai "kodrat sosial" yang tidak boleh diganggu gugat.

3. Menumpulkan Inovasi

Dalam masyarakat feodal, posisi sosial lebih ditentukan oleh kelahiran atau status, bukan oleh kompetensi. Anak bangsawan bisa mendapat kehormatan sejak lahir, sementara rakyat jelata meskipun cerdas seringkali tidak mendapat tempat. Akibatnya, gagasan kritis dipandang sebagai bentuk pembangkangan. Kreativitas yang semestinya menjadi kekuatan masyarakat akhirnya terhambat oleh rasa takut melawan arus feodal.

4. Membalut Kekuasaan dengan Simbol Kehormatan

Salah satu ciri khas feodalisme adalah kemampuannya menyembunyikan dominasi di balik kata-kata indah: "hormat", "loyalitas", atau "pengabdian". Seseorang diajarkan tunduk kepada atasan bukan karena keadilan, melainkan demi menjaga wibawa. Relasi kuasa dibungkus dengan ritual penghormatan, tetapi substansinya adalah pelanggengan kekuasaan yang timpang.

Penutup

Kekuasaan feodalisme bukan hanya fenomena sejarah, melainkan pola relasi yang masih bisa ditemui hingga kini. Selama kepatuhan buta lebih dihargai daripada pemikiran kritis, selama simbol kehormatan dipakai untuk menutupi ketidakadilan, feodalisme akan terus bernafas dalam berbagai bentuk. Kritik terhadapnya bukan berarti menolak nilai hormat, melainkan mengembalikan makna hormat yang sejati, yakni penghargaan tulus yang lahir dari kesadaran, bukan dari keterpaksaan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun