Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merawat Indonesia dan Keindonesiaan

19 Januari 2017   14:39 Diperbarui: 19 Januari 2017   14:58 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tempat kelahiran setiap bayi adalah sebuah karunia Tuhan, yang mestinya disyukuri.

Karena setiap orang tak pernah ditanya kapan dan dimana dia akan dilahirkan, maka tempat dan waktu kelahirannya adalah sebuah karunia.

Dalam rumusan kalimat yang agak-agak ilmiah, kira-kira begini: setiap orang – siapapun dia – mengalami tiga hal secara taken for granted: (1) tidak punya pilihan dari rahim wanita siapa dia akan dikandung dan dilahirkan; (2) tidak bisa memilih waktu dan tempat kelahirannya; dan (3) tidak bisa memilih tempat dan waktu kematiannya.

Semua identitas lanjutan – suku, bangsa, bahasa, adat, warga negara, termasuk warna kulit – muncul dari ayah-ibu yang melahirkan dan tempat kelahiran. Tuhan, sekali lagi, tidak bertanya kepada bayi yang akan dilahirkan: apakah mau dilahirkan dari rahim wanita tertentu, dari etnis tertentu, di lokasi tertentu.

Kalau soal agama, jika mau, setiap orang masih mungkin pindah agama. Soal pekerjaan, alternatifnya banyak. Tapi tidak mungkin seseorang pindah ibu, pindah suku atau pindah lokasi kelahirannya.

Seseorang yang dilahirkan sebagai orang Ambon, Batak, Bugis, Dayak, Jawa, Mandar, Melayu, Padang, Papua, Sunda atau suku terasing – tiba-tiba saja begitu. Kita tidak punya kontribusi apapun, dan kita tidak pernah diminta untuk memilih.

Dan dari Sabang sampai Merauke, bayi-bayi yang lain pun tiba-tiba saja dilahirkan dari rahim ibunya, yang berdomisili di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dari etnis dan agama yang berbeda-beda.

Karena tidak diberi kesempatan memilih, maka kelahiran setiap bayi dari rahim seorang ibu tertentu adalah kehendak Tuhan: takdir, we might say.

Dan takdir Tuhan itu tidak mungkin dibuat asal-asalan. Tuhan pasti punya rencana gaib kenapa seorang bayi tertentu dilahirkan di tempat, waktu dan rahim wanita tertentu.

Bahwa saya yang dilahirkan dari sepasang ayah-ibu yang beretnis Mandar dan berdomisili di suatu kampung di Sulawesi Barat – yang kemudian menjadi bagian dari Indonesia – maka saya yang diidentifikasi dan/atau mengidentifikasi diri sebagai orang Indonesia, adalah sebuah “peristiwa kehidupan”, yang saya yakin seyakin-yakinnya bahwa dengan itu Tuhan pasti punya rencana baik untuk saya. 

Saya bangga dan mensyukurinya, dan akan tetap merawatnya dengan baik. Karena bukan aku atau siapapun, tapi Tuhan jualah yang menghendaki aku dilahirkan di tanah, yang kemudian dalam peta bumi dikenal dengan nama Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun