Keabadiaan semata hanya milik Allah swt. Dan setiap ketidakabdian (baca: kematian) sungguh bisa tiba pada setiap makhluk-Nya, kapan saja dan di mana saja, tanpa isyarat-isyarat pendahuluan. Dan kita semua, tanpa kecuali, hanya bisa pasrah menerimanya.
Begitulah saya dan teman-teman merespon ketika hari ini, Selasa 22 Februari 2022, menerima berita duka wafatnya seorang sahabat-kolega bernama Edwin Nasrul Aris.
Almarhum sedang dalam perjalanan tugas dari Jakarta menuju Indramayu, lalu tiba-tiba tak sadarkan diri (kemungkinan serangan jantung) di wilayah Karawang. Sempat dilarikan ke RS Thamrin Karawang, namun jiwanya tak terselamatkan. Ia dinyatakan meninggal dunia sekitar pukul 16.00 WIB, di usia yang relatif muda (kelahiran 1971).
Saya pertama kali bertemu dan mengenal almarhum sejak tahun 2003, ketika berjumpa dalam suatu kegiatan yang pesertanya sangat terbatas di kawasan Mega Mendung Bogor.
Meski saya dan alrmarhum Edwin berdomisili tidak terlalu berjauhan di bilangan Jakarta Selatan, namun kami berdua cukup jarang berkesempatan berbincang secara intens.
Almarhum Edwin termasuk orang yang easy-going. Ngobrol dengan almarhum tentang apa saja bisa nyambung.
Dan salah satu pembawaaannya yang akan selalu dikenang oleh semua sahabat dan koleganya adalah wajahnya yang murah senyum. Kemurahan senyumnya itu terlihat jelas di garis-lekukan senyum di wajahnya.
Dalam beberapa kesempatan yang memungkinkan saya dan almarhum terlibat obrolan santai, sesekali dia menyapa dan/atau berkomentar menggunakan bahasa Bugis atau Makassar, dengan slang yang tidak/kurang fasih. Belakangan baru saya tahu bahwa almarhum Edwin memiliki garis keturunan yang nyambung ke salah satu keluarga-marga bangsawan di kota Makassar.
Mungkin karena darah kebangsawanan itulah, dalam situasi apapun, almarhum termasuk orang yang sangat disiplin menjaga kesantunan dalam bertutur-kata juga mengontrol penampilan dan gerak tubuhnya. Sekedar contoh, seingat saya, untuk hal-hal yang paling lucu sekalipun, ketawa almarhum selalu terukur, tak pernah lepas betul. Padahal saya sudah ngakak.
Melalui artikel takziyah ini, saya bersaksi bahwa almarhum Edwin Nasrul Aris adalah orang baik.