Bumi seakan terkunci. Yang biasanya jumawa kini memelas tak berdaya. Corona menjungkirbalikkan semua asumsi dan teori. Ia memaksakan ketidakberdayaan.
Dihadang di timur, ia bergeser ke tengah. Belum sempat ditahan di barat, ia sudah menyeberang samudera. Mungkin nanti akan kembali ke timur. Menyapu yang rentan, sambil mengelilingi bumi.
Ia menyapa semua lapis sosial: yang makmur dan yang kere. Yang higenis dan yang jorok. Tak ada kasta sosial baginya. Yang angkuh dengan imannya akhirnya ambruk juga.
Dan sepertinya ia mendengar. Ketika dibilang hanya bisa aktif di suhu dingin, ia langsung merajalela di suhu panas dan berlembab. Ketika diasumsikan hanya merobohkan yang Lansia, kini ia mulai merontokkan yang muda.
Baginya, delapan arah mata angin seakan tak bermakna. Tak ada timur, barat, tengah, utara dan Selatan. Tapi pada saatnya ia akan berhenti, saya berdoa secepatnya.
Syarifuddin Abdullah | Den Haag, 23 Maret 2020/ 28 Rajab 1441H