Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Persekusi UAS?

5 September 2018   11:00 Diperbarui: 5 September 2018   11:43 1782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Poskota News

Dan saya haqqul-yakin, bila akhirnya UAS menyatakan dukungan terbuka, atau isi ceramahnya nyerempet untuk mendukung salah satu dari dua Pasangan Capres-Cawapres, maka resistensi atau penolakan terhadap UAS akan semakin kuat. Dan secara politik kemungkinan seperti ini juga sangat wajar.

Dan pilihan ini sepenuhnya akan ditentukan oleh sikap pribadi UAS. Bila mendukung kubu-X, bersiaplah untuk ditolak oleh kubu-Y. Begitu juga sebaliknya: bila mendukung kubu-Y, bersiaplah ditolak oleh kubu-X.

Kedelapan, saya mengamini pernyataan UAS yang meminta jamaah mendoakannya agar "...tetap menjadi ustadz sampai mati". Jika pernyataan ini sungguh benar, maka konsekuensinya, UAS harus bersikap netral penuh: tidak mendukung, secara terbuka ataupun terselubung, kepada salah satu pasangan Capres-Cawapres.

Sebab, adalah sikap ambivalen bila di satu sisi mengeluhkan penolakan terhadap UAS, namun di sisi lain, juga terus mendorong-dorong agar UAS berpihak kepada salah satu pasangan Capres-Cawapres. Ini logika, Bung.

Kesembilan, UAS termasuk diuntungkan oleh zaman digital. Rekaman ceramahnya bisa diikuti dan menyebar hampir secara real time. Karena itu, keberpihakan zaman digital ini, mestinya tidak membuat pendukung dan simpatisan UAS merasa risau oleh penolakan terhadap kehadiran fisik UAS di suatu wilayah. Apalagi jika muncul semacam permohonan agar Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ormas Islam lainnya bahkan aparat keamanan untuk memberikan semacam "perlundungan".

Saya ingin menegaskan, bahwa materi ceramah UAS-lah, yang paling efektif menjadi perlindungan terhadap UAS sendiri.


Sebab sekali lagi, penolakan sebagian warga adalah hal wajar. Jika UAS mendukung kubu-X, bersiaplah untuk ditolak oleh kubu-Y. Begitu juga sebaliknya: bila mendukung kubu-Y, bersiaplah ditolak oleh kubu-X.

Kesepuluh, ada sebuah catatan sosio-historis yang mungkin perlu dicermati: saya mengamati antusiasme keagamaaan di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim, dan saya berkesimpukan bahwa popularitas seorang dai, umumnya bertahan di puncak paling lama sekitar 15 (lima belas tahunan) tahunan.

Masih ingat penceramah yang digelari "Dai Sejuta Umat, KH Zainuddin MZ". Polularitasnya hanya bertahan sekitar 15 tahunan: awal 1980-an sampai medio 1990-an. Setelah itu meredup, dan biasanya disusul periode interval yang ditandai dengan munculnya dai-dai yang separuh kondang, lalu disusul lagi dai kondang yang menyamai popularitas dai yang sangat kondang sebelumnya. Dan saya yakin penuh, UAS bukan pengecualian dari catatan sosio-historis ini. Karena ini merupakan fenomena zaman.

Argumennya, karena materi inti ceramah KH Zainuddin MZ persis sama dengan materi inti ceramah UAS. Perbedaannya hanya pada gaya narasinya saja. Dan setiap gaya atau improvisasi dakwah dibatasi oleh keterbatasan bertahan, pasti mengalami proses naik-turun, up-and-down. Dan itu juga bagian dari fenomena alam.

 Syarifuddin Abdullah | 05 September 2018/ 24 Dzul-hijjah 1439H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun