Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Yang Perlu Diketahui tentang Kesepakatan Nuklir Iran

14 Oktober 2017   15:48 Diperbarui: 16 Oktober 2017   16:14 3149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber peta: economist.com

Secara resmi, kesepakatan Nuklir Iran disebut Geneva Accordandthe Joint Plan of Action, kadang juga disebut Iran Deal, yang diteken pada 14 Juli 2015 oleh Iran dan kelompok 5+1 (Amerika Serikat, Rusia, China, Inggris, Perancis + Jerman). Dan pelaksanaan penuh perjanjian itu akan dilakukan secara bertahap, dengan mengacu pada kepatuhan Iran pada pasal-pasal dan klausul tambahan di perjanjian.

Isu ini kembali menjadi head-line media-media global, setelah Presiden Donald Trump pada 13 Oktober 2017 berpidato, yang menegaskan tidak dan tidak akan memberikan sertifikasi (pengakuan) bahwa Iran telah mentaati semua semua kesepakatan. Sertifikasi Presiden Amerika merupakan syarat yang harus dipenuhi setiap 60 hari, untuk dijadikan acuan oleh Kongres Amerika guna menyetujui atau menolak persetujuan lanjutan untuk Geneva Accord.

Dengan kata lain, tidak adanya sertifikasi dari Presiden Donald Trump, bukan berarti secara otomatis membatalkan Geneva Accord, bukan berarti Amerika mencabut diri dari kesepakatan tersebut. Keputusan Trump hanya akan dijadikan acuan oleh Kongres untuk mengambil keputusan lanjutan. Meskipun keputusan Donald Trump tersebut memang berpotensi diikuti oleh Kongres Amerika, yang kini dikuasai Partai Republik.

Dalam tanggapannya yang ditayangkan langsung sejumlah televisi satelit beberapa jam setelah Donald Trump berpidato, Presiden Iran Hassan Rouhani merespon keras dan menegaskan beberapa poin: Geneva Accord adalah dokumen internasional, yang dicapai melalui negosiasi multilateral, bukan bilateral. Karena itu, Amerika tidak berhak membatalkan perjanjian tersebut secara sepihak. Semua tudingan Donald Trump sama sekali tidak benar.

Yang menarik dari pernyataan Hassan Rouhani bahwa Genewa Accord merupakan perjanjian tertutup, dan tidak satupun negara yang berhak mengubah secara sepihak pasal-pasal dan klausul perjanjian. Pernyataan ini mengingatkan kita pada perjanjian perdamaian Camp David antara Mesir dan Israel 1979, yang juga berisi klausul yang sampai saat ini belum dipublikasikan, dan tidak banyak orang yang mengetahuinya.

Apapaun itu, beberapa catatan berikut mungkin menarik untuk terus dimonitor dan dicermati:

Pertama, bahwa tujuan utama kesepakatan nuklir Iran adalah mencegah Iran mampu membuat senjata nuklir atau mencegah Iran mencapai kemampuan untuk memproduksi senjata nuklir baik dalam waktu dekat ataupun secara klandestein.

Tapi kalau dicermati, Geneva Accord dan sejumlah negosiasi sebelumnya, justru menjadi pengakuan de facto bahwa Iran sudah termasuk dalam kelompok negara-negara nuklir, yang populer dengan sebutan nuclear club.

Kedua, keputusan Donald Trump yang tidak memberikan sertifikasi bahwa Iran mematuhi syarat-syarat perjanjian hanya didukung oleh beberapa negara, yaitu Israel, bersama tiga negara Arab (Saudi Arabia, Bahrain, Uni Arab Emirat). Ketiga negara Arab ini merupakan negara-negara yang memboikot Qatar. Menarik dicermati kenapa Mesir tidak/belum mendukung, padahal Mesir juga termasuk negara yang memboikot Qatar dan menentang penetrasi Iran di negara-negara Teluk Persia.

Ketiga, sangat menarik bahwa keputusan Donald Trump yang tidak memberikan sertifikasi justru ditantang secara frontal oleh sekutu tradisionalnya: Uni Eropa, Perancis, Inggris dan Jerman. Sisa anggota Dewan Keamanan lainnya (Rusia dan China ) memang sejak awal mengecam langkah agresif Donald Trump terkait Geneva Accord. Rusia bahkan sempat mempertanyakan, apa sih untungnya bagi Amerika jika keluar dari Genewa Accord.

Keempat, yang unik, sebab Badan Atom Internasional (IAEA = International Atomic Energy Agency) justru menegaskan bahwa sejauh ini Iran mematuhi dan melaksanakan syarat-syarat Geneva Accord. Dan mestinya, laporan IAEA itu yang dijadikan acuan oleh Amerika. Karena itu, ketua IAEA juga menolak pernyataan Donald Trump yang menyebutkan Iran melanggar pasal-pasal perjanjian. Sebab pihak yang berhak menyatakan Iran patuh atau melanggar adalah IAEA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun