Tersebutlah seorang mbegedut karena pencitraannya yang baik, serta kesan terkuyo-kuyo (Indonesia : Teraniaya), membuat simpati masyarakat negeri terkiwir-kiwir padanya. Prejengan mbegedut sebenarnya sedikit nggilani, weteng gendut, rai tembem, kantung mata tebal.... seolah olah jarang tidur, padahal kebanyakan tidur di tempat terang.
Aparat di negeri mbegedut suka ngenthit (Indonesia : mengutil) anggaran untuk rakyat yang dipercayakan padanya, kadang bukan hanya ngenthit mereka membuat anggaran untuk kepentingan diri mereka, misalnya biaya lihat tari perut, bayangkan mereka meminta bayaran untuk melihat tari perut, sedangkan biaya untuk penari perutnya juga dimasukan dalam anggaran, belakangan ini mereka tidak ngenthit lagi tapi mulai merampok secara terang-terangan. Pada tahun ini uang yang telah mereka rampok mencapai 400 triliun.
Rakyat negeri mbegedut jumlahnya sangat banyak sehingga membutuhkan premium yang sangat banyak pula, untuk meringankan beban rakyat, para pemimpin sebelum mbegedut memberikan subsidi kepada rakyat, besarnya subsidi adalah 88,9 triliun
Sementara itu di negeri mbegedut sangat sulit mencari pekerjaan maka juataan wanita pergi keluar negeri untuk jadi babu, pendapatan mereka mencapai 70 triliun pertahunnya.
Jumlah pajak yang belum dibayar di negeri mbegedut mencapai 14,8 triliun, jumlah yang digelapkan tak terhitung, dari sebuah perusahaan saja terungkap besarnya 748 miliar, padahal ada ratusan ribu perusahaan yang memiliki kemungkinan menggelapkan pajak.
Jumlah bantuan pemerintah negara mbegedut kepada perusahaan anakan duwit, alias rentenir legal sebesar 656 triliun.
Saat ini anggaran negeri mbegedut sedang seret karena krisis se dunia, dan si mbegedut memilih untuk memotong anggaran premium untuk rakyatnya.
Sedandainya aku jadi mbegedut aku akan memilih memburu para pengutil dan perampok uang itu bahkan sampai yang 100 perak sekalipun untuk mengembalikannya entah bagaimana caranya, tidak cukup di penjara, di jejeki matane setiap haripun akan saya lakukan peduli dengan HAM karena mereka tidak perduli hak orang lain, demikian juga dengan para pengemplang pajak, bantuan rentenir legal dll.
Tapi negeriku bukanlah negeri mbegedut, negeriku dipimpin oleh seorang yang yang arif dan bijaksana, berjiwa besar, seuai kata dengan perkataan, tidak butuh pencitraan karena beliau citranya sudah sangat bagus.
Di negeri ini kami sangat sejahtera, tidak ada seorang wanitapun yang akan kami ijinkan bekerja di Luar Negeri untuk bekerja jadi babu, wanita kami bekerja di Luar Negeri jadi petinggi, kayak Bu Sri Mulyani yang menjadi Direktur Operasional Bank Dunia.
Pejabat kami sangat bijak dan bisa dipercaya, tidak mudah disuap, jangankan meminta, kalau kita beripun sebagai ucapan terima kasih, mereka menolaknya.
Premium kami sangat melimpah, 100% hasil pengeboran minyak swasta PMDN maupun PMA untuk rakyat negeri ini, kalau ada yang menolak pasti ijin pengeborannya di cabut. Seperti halnya perusahaan amerika pendulang yang hanya memberikan bagi hasil 1% untuk negara langsung dicabut ijinnya, kita gantikan dengan perusahaan Indonesia "PT Freeport Indonesia", semua tidak lepas dari peran pemimpin kami, karena pemimpin kami adalah pemberani, mengatakan salah jika salah dan benar jika benar, Purnawirawan Jendral Angkatan Darat, mau macam-macam dengan rakyat negeri ini langsung sikat!!!
Karena Kami tinggal di negeri yang bernama INDONESIA, dimana Tongkat Kayu bisa jadi tanaman, tanah kami adalah tanah surga, kolam susu ada dimana-mana, tidak ada korupsi di negeri ini, KPK hanya simbol bahwa kami serius memerangi korupsi, karena kenyataannya tidak ada korupsi di negeri ini, kami tidak membutuhkan pemberani untuk memimpim korupsi ini, karena percuma tidak ada yang perlu dikerjakandengan keberaniannya.
Kami sangat bangga dengan negeri ini... bangga...bangga...bang.....sssaaaaaat!!!!!! .... ????????
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI