Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pencuri yang Tak Sempat Mencuri

15 Januari 2019   15:54 Diperbarui: 15 Januari 2019   19:27 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena niat yang baik untuk menafkahi keluarganya lelaki ini tetap menjalani hidup sebagai pencuri.  Baginya rejeki sudah terpapar di bumi.  Dan sebagai pencuri  ia  yakin akan kebagian. Banyak atau sedikit.  Semua tergantung ikhtiar.

Malam itu pun dia bergegas keluar rumah.  Meninggalkan istri dan dua anaknya yang tengah pulas terlelap.  Berpakaian serba hitam dengan sarung terlilit pada leher. Selembar kain ikat hitam pun melilit di kepalanya. Ia melangkah menyusuri jalan yang sepi.  Sawah sudah terlewati.  Tinggal masuk sebuah kampung.

Beberapa hari lalu, ia melihat sebuah rumah.  Penghuninya hanya seorang perempuan tua.  Lelaki ini entah bagaimana ilmunya bisa mengendus harta berharga yang ada pada rumah orang lain.  Tidak pernah kepada siapapun bercerita tentang ilmu itu.  Apalagi ke sesama pencuri.

Dini hari yang gelap.  Warga kampung hanyut dalam buaian dinginnya malam.  Pencuri itu sudah berada di sisi kiri rumah.  Mendekati kamar perempuan tua yang bisa dilihat dari lampu yang menyala.  Hanya ruangan itu yang terang.

Ia memastikan penghuni itu terlelap.  Dan ia pun berjongkok beberapa saat sembari mengerodongkan sarung.  Tak ada suara.  Ini sudah aman, batinnya.

Ia memutar ke belakang rumah mencari pintu. Pengalamannya yang teruji di banyak rumah, membuatnya mahir membuka pintu terkunci dalam sekejap waktu.  Dan dengan linggis kecil pintu rumah itu pun terbuka.  Ia mencoba dengan lemah dan terbuka sedikit. Kemudian diperlebar sebatas tubuhnya, hingga yakin pintunya tak berderit.  Lelaki ini pun berhasil masuk dengan perasaan lega.

Saat mendekat pintu kamar perempuan tua itu, ia mendadak terdiam.  Tubuhnya berdiri mematung.  Perempuan itu bersuara merintih, mengaduh.  Seperti ingin minta tolong, tapi suaranya parau nyaris tak terdengar. Jangankan sampai ke kuping  tetangga, menembus tembok pun tak kuasa.

Pencuri itu menahan nafas.  Pikiran nya tengah dikembangkan.  "Apa yang harus saya lakukan?"

Makin lama mematung, makin jelas erangan dari dalam kamar.  Dan ia mulai tak tega.  Jika saja ia pergi meninggalkan rumah ini begitu saja, sebenarnya tak masalah.  Dia sendiri datang toh hendak membuat masalah.  Bukankah mencuri itu membuat masalah bagi orang lain?

Tapi kali ini pikirannya berbeda.  Jika ada apa-apa dengan perempuan ini, dia merasa bersalah tak menolongnya.  Dan mungkin akan disesali di akhirat nanti, ketika ditanya malaikat: kenapa tak menolong perempuan itu?  Bukankah itu meringankan dosamu?

Ia merenung.  Merenung lagi dengan seksama.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun