Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Pencuri yang Tak Sempat Mencuri

15 Januari 2019   15:54 Diperbarui: 15 Januari 2019   19:27 197 5
Karena niat yang baik untuk menafkahi keluarganya lelaki ini tetap menjalani hidup sebagai pencuri.  Baginya rejeki sudah terpapar di bumi.  Dan sebagai pencuri  ia  yakin akan kebagian. Banyak atau sedikit.  Semua tergantung ikhtiar.

Malam itu pun dia bergegas keluar rumah.  Meninggalkan istri dan dua anaknya yang tengah pulas terlelap.  Berpakaian serba hitam dengan sarung terlilit pada leher. Selembar kain ikat hitam pun melilit di kepalanya. Ia melangkah menyusuri jalan yang sepi.  Sawah sudah terlewati.  Tinggal masuk sebuah kampung.

Beberapa hari lalu, ia melihat sebuah rumah.  Penghuninya hanya seorang perempuan tua.  Lelaki ini entah bagaimana ilmunya bisa mengendus harta berharga yang ada pada rumah orang lain.  Tidak pernah kepada siapapun bercerita tentang ilmu itu.  Apalagi ke sesama pencuri.

Dini hari yang gelap.  Warga kampung hanyut dalam buaian dinginnya malam.  Pencuri itu sudah berada di sisi kiri rumah.  Mendekati kamar perempuan tua yang bisa dilihat dari lampu yang menyala.  Hanya ruangan itu yang terang.

Ia memastikan penghuni itu terlelap.  Dan ia pun berjongkok beberapa saat sembari mengerodongkan sarung.  Tak ada suara.  Ini sudah aman, batinnya.

Ia memutar ke belakang rumah mencari pintu. Pengalamannya yang teruji di banyak rumah, membuatnya mahir membuka pintu terkunci dalam sekejap waktu.  Dan dengan linggis kecil pintu rumah itu pun terbuka.  Ia mencoba dengan lemah dan terbuka sedikit. Kemudian diperlebar sebatas tubuhnya, hingga yakin pintunya tak berderit.  Lelaki ini pun berhasil masuk dengan perasaan lega.

Saat mendekat pintu kamar perempuan tua itu, ia mendadak terdiam.  Tubuhnya berdiri mematung.  Perempuan itu bersuara merintih, mengaduh.  Seperti ingin minta tolong, tapi suaranya parau nyaris tak terdengar. Jangankan sampai ke kuping  tetangga, menembus tembok pun tak kuasa.

Pencuri itu menahan nafas.  Pikiran nya tengah dikembangkan.  "Apa yang harus saya lakukan?"

Makin lama mematung, makin jelas erangan dari dalam kamar.  Dan ia mulai tak tega.  Jika saja ia pergi meninggalkan rumah ini begitu saja, sebenarnya tak masalah.  Dia sendiri datang toh hendak membuat masalah.  Bukankah mencuri itu membuat masalah bagi orang lain?


Tapi kali ini pikirannya berbeda.  Jika ada apa-apa dengan perempuan ini, dia merasa bersalah tak menolongnya.  Dan mungkin akan disesali di akhirat nanti, ketika ditanya malaikat: kenapa tak menolong perempuan itu?  Bukankah itu meringankan dosamu?

Ia merenung.  Merenung lagi dengan seksama.  

Diketuklah pintu kamar perempuan tua itu.  Ketukan yang lirih.  Pencuri itu tak ingin membuat kaget.  Tiga ketukan. Sampai akhirnya dari dalam kamar menyahut,"Siapa?"

"Saya.  Saya, Mbah?

Lelaki itu diperkenankan masuk.  Dan melihat perempuan itu terbujur di atas tempat tidur.  Agaknya tengah sakit.

"Saya mendengar si Mbah minta  tolong.  Kebetulan saja saya lewat. Saya ingin masuk saja, kebetulan pintunya belum terkunci."

"Syukurlah kalau tidak terkunci.  Jadi kamu bisa langsung ke sini."

Perempuan itu bercerita keadaan dirinya  satu hari ini.  Untuk berdiri ngilu sekali. Ia menunjukkan pinggangnya. Sakitnya di sini, ujarnya.  Lelaki itu hanya berdiri sambil mendengarkan.

"Tolong kamu ambilkan air minum," perintahnya. "Saya haus."

Lelaki itu keluar kamar.  "Nyalakan lampunya dulu. Saklarnya di tembok   dekat pintu." Terdengar suara lirih dari kamar.

Ia melihat ada teremos di atas meja. Diangkatlah teremos itu untuk memastikan isinya.  Masih ada. Tutup dibuka.  Tiga jari diletakkan agak mendekat lubang teremos.  Airnya cukup panas.  Dituangkan air itu ke dalam gelas, kemudian membawanya masuk kamar. Disilakan perempuan itu untuk meminum.  Tapi lelaki itu menunda dengan meniup air itu empat sampai lima kali lebih dulu.
 
"Kamu Kadirun, kan?"

Pencuri itu hendak terus terang.  Tapi ia menahan mulutnya.  Khawatir situasi yang akan terjadi di luar dugaan jika terus terang. Dia pun menyahut,"Ya, ini Kadirun, Mbah." 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun