Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Di Mana Bapak Saya?

8 Januari 2019   22:18 Diperbarui: 8 Januari 2019   22:40 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Satu kekonyolan pada siang hari

Saya keluar dari toko roti Selera menuju area parkir motor.  Tadi baru saja saya pesan ke kasir empat puluh biji roti burger untuk di ambil lusa.

Sungguh, pukul sebelas siang itu amat gerah.  Dan bertambah gerah karena Bapak saya tak ada. Biasanya saat masuk toko dia berada di luar, di area parkiran. Bertanyalah saya kepada beberapa penjual di teras toko itu.  Mereka tak ada yang tahu.

Saya menunggu lebih sepuluh menit, siapa tahu dia datang.  Nihil. Saya mencari kemungkinan barangkali dia belanja ke toko yang lain sendirian.  Nyatanya tak ketemu juga.

Beliau sudah sepuh. Delapan puluh dua tahun usianya.  Saya khawatir dia pergi kemudian lupa arah kembali ke toko roti itu. Sungguh saya cemas.  Saya mencoba ke masjid agung sebelah alun-alun.  Waktu itu sudah masuk dhuhur.  Tapi saya tak yakin ada di sana.  Biasanya kalau ke mesjid selalu bareng dengan saya.

Saya kembali ke toko roti itu.  Berdiri di teras sembari memandang sekeliling area.  Saya melihat di pojok kiri atas ada CCTV. Saya lantas berpikir, hanya dengan alat ini bisa diketahui ke arah mana bapak saya pergi.

Saya menghubungi adik sepupu yang seorang guru di sebuah sekolah swasta di Purbalingga.  Dia kenal dekat dengan pemilik toko roti itu.  Sama-sama satu gereja.

"Jon, Pak Dhe mu hilang.  Tadi bareng boncengan ke Toko Selera.  Saya tinggal di parkiran.  Sekarang nggak ada.  Sudah dicari belum ketemu."

Dia kaget.  Tak percaya dengan kejadian ini.

Saya minta dia ke toko roti yang saya maksud.  Minta bantuan ke Pemilik untuk lihat rekaman CCTV.  Dia tak bisa langsung datang.  Sedang rapat.  Lima belas menit lebih saya menunggunya.  Akhirnya sepupuku datang.

Langsung, berdua bergegas mendatangi pemilik toko roti itu.  Kami diizinkan melihat.  Masuklah kami ke ruang operator CCTV.  Saya sampaikan kronologi kejadiannya.  "Sekitar jam sebelasan saya ke sini."

Hampir sepuluh menit kami melihat rekaman itu.  Agak lama untuk sampai menemukan gambar saat saya mulai datang dan memarkir motor. Yang pertama terlihat justru saat saya muter-muter sekitar toko itu mencari bapak. 

Rekaman dimundurkan lagi pada posisi waktu 11.00.  Dan pada posisi 11.03, terlihat saya memasuki area parkir depan toko. Pada bahu jalan Jenderal Sudirman.

Hasilnya membuat saya terkejut.  Ternyata saya datang sendirian.  Bapak tidak ada di boncengan.  Mata saya terbelalak melihat rekaman itu.  Tak percaya. Seingat saya,  bapak tadi membonceng dari Banyumas sepulang melayat.  Terus, di mana Bapak saya?

Kata orang operator," Coba diingat-ingat, barangkali tadi berhenti di mana."

Ya, saya ingat.  Tadi sempat berhenti.

Jadi ceritanya begini....
Sepulang melayat dari Banyumas, saat motor mendekat gapura pintu masuk Kota Purbalingga terlihat ada operasi lalulintas. Dari jarak 50 meter tampak petugas menyetop beberapa kendaraan.

Saya ini trauma dengan kejadian tilang beberapa bulan lalu.  Yang karena lampu besar tak menyala pas siang hari itu.  Akhirnya kena denda dan bayar lewat online sebesar Rp 61.000.  Rasanya jengkel.  Tapi mau bilang apa.  Siang hari memang tak kelihatan lampu menyala atau tidak.  Polisi menyetop.  Tanpa ampun masuk ke pos polisi dan dapat tilang.

Karena peristiwa itu melekat di otak, tiap melihat dari jauh ada operasi lalulintas saya minggir dan memastikan lampu depan menyala.

Dan siang hari ini pun begitu.  Sebelum terlihat oleh petugas, saya bergerak ke tepi jalan. Hampir mendekati sebuah bengkel motor yang ada di situ.  Saya memajukan badan melihat sorot lampu.  Menyala. Alhamdulillah. Beberapa detik saja berhenti dan langsung melaju lagi.

Melewati para petugas, motor saya tak diminta berhenti.  Saya lega banget.  Hingga akhirnya sampai ke depan toko roti.  Saya buru-buru turun tanpa menengok ke belakang dan langsung menuju kasir.

Cerita dari Bapak, ternyata saat berhenti di dekat bengkel itu ia turun dari boncengan.  Tapi sungguh terlalu,  saya tak merasa dia turun. Tak ada  goyangan motor yang menunjukkan  yang membonceng turun  dari motor.

Bapakku berteriak. Menepuk-nepuk kan tangan.  Hanya saja saya tak mendengarnya.  Selama hampir empat kilo saya tak menengok sepion.  Dan tak merasa Bapak tak ada di belakang saya.  Padahal di perempatan depan Mapolres pun kena lampu merah dan terhenti sejenak.  Tapi tak juga sadar, bahwasannya saya naik motor sendirian. Entah kenapa tak juga menyadari.

Bapak bercerita, kenapa ia turun? Katanya, ia mengira  akan ada yang harus diservis di bengkel itu.  Atau sekedar mengisi angin untuk ban.

Saya terangkan kepadanya,"Itu ngontrol nyala lampu depan.  Kan lagi ada operasi lalulintas. Biar nggak kena tilang."

Operasi rutin lalulintas. Sumber Radar Banyumas
Operasi rutin lalulintas. Sumber Radar Banyumas
***
Karena ingat terakhir kali berhenti di dekat bengkel sebelum melintas gapura, saya kembali ke sana.  Hujan lebat mengguyur. Tapi sebentar.

Pemilik bengkel yang tengah bekerja saya samperi.  "Barangkali tadi lihat ada seorang bapak tua yang berjaket training warna biru langit di sini?"

Orang itu mengingat ingat. Saya ceritakan pula kejadian yang saya alami di depan toko roti itu.

"O, tadi ada orang teriak manggil- manggil. Terus sedikit berlari ke arah sana."

Ia menunjuk arah kota.

"Nuwunsewu, orangnya pakai masker hitam?"

"Ya, benar.  Pakai masker hitam."

Saya sangat yakin Bapak saya tadi ketinggalan di sini.  Tapi sekarang di mana?

Tidak ada yang bisa dihubungi. HP dia tak pegang.  Nomor HP anggota keluarga pun tak menyimpan.  Dia tak suka membawa dompet.  Inilah repotnya.

Saya telusur sepanjang gapura hingga berada di tengah kota. Sudah tiga kilometer.  Motor bergerak pelan.  Ketika dekat Mapolres, adik saya menelepon.  "Bapak sudah di Bobotsari.  Dijemput di sana saja."

Baru kali ini saya lega.  Plong....!

Kata Bapak saya, dirinya berjalan dari bengkel itu hingga terminal yang bersebelahan dengan Mapolres.  Kakinya terlihat melepuh.

Dia berharap saya balik dan menjemputnya.  Maka dia telusuri jalan di saat terik matahari yang menyengat.

Maksudnya, agar saya bisa melihat dari arah berlawanan.  Tapi kenyataan berkata lain.  Saya di kota disibukkan mencarinya. Karena saya yakin Bapak tadi membonceng sampai depan toko roti itu.

Pas di terminal, Bapak memutuskan naik bus ke arah pulang ke rumah.  Bus trayek Purwokerto-Purbalingga-Bobotsari-Pemalang.  Anggapnya, saya sudah pulang dulu ke rumah.

Di perjalanan itu dia turun dan singgah di rumah keponakannya dulu.  Minta menghubungi saya atau adik saya.  Dan hanya nomor adik saya yang masih tersimpan.  Dan adik saya itu langsung menghubungi saya.

Akhirnya, saya bisa menemukan Bapak. Dan membawanya pulang ke rumah.  Membonceng lagi.

Siang yang panas.  Pikiran penat.  Tubuh ini lelah. Begini rasanya kehilangan Bapak selama hampir dua jam.  Bingungnya tak ketulungan.

Agaknya, sekarang harus dipaksa orang yang tua ini untuk pegang HP. Diajari caranya.  Atau setidaknya punya simpanan nomor HP keluarga.  Saat begini bisa minta bantuan orang lain untuk menghubungi.

Ya sudah.  Itu saja......

Pbg, 08 Januari 2019
S_pras

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun