Kenapa kita perlu kebebasan berekspresi?
Aku: menurut pandangan saya, yang begitu minim pengetahuan dan wawasan. Tetapi, dengan pengamatan yang saya lakukan di media social, saya sedikit  memahami apa itu kebebasan ekspresi.Â
Kenapa banyak orang masih mempertanyakan mengenai hal yang involve with freedom of speech ini? Siapa yang menjamin kebebasan ekspresi? Apa kaitannya dengan ketersinggungan?
Menurut saya kebebasan berekspresi lebih luas konteksnya daripada freedom of speech. Karena untuk ekspresi sendiri memiliki makna lebih dari bicara. Mengekspresikan diri lebih memunculkan tampilan fisik.Â
Terlebih-lebih jika kita berubah secara impulsive tanpa membicarakan terlebih dahulu dengan teman atau sanak-saudara. Kita sebagai manusia yang terdaftar sebagai warga Negara pasti sudah dijamin oleh hukum atas kebebasan berekspresi yang berlaku setiap individu.Â
Di Indonesia kebebabsan berekspresi sudah diatur alam UUD 1945 Amandemen ke-2 yaitu Pasal 28E ayat 2. Yang berarti Negara sudah menjamin kebebasan berekspresi kepada seluruh masyarakat.Â
Menurut saya, kebebasan berekspresi merupakan hak yang menempel setiap individu untuk digunakan secara 'bebas' sesuai hokum yang berlaku.Â
Jadi, bisa dikatakan satu individu dapat melakukan kebebasan berekspresi tanpa adanya presekusiatau intevensi orang lain yang dirasa merugikan diri sendiri.Â
Saya yakin, semua orang perlu mendapatkan hak ini secara mutlak tanpa diganggu-gugat. Banyak di anatara kita masih tidak bisa menghargai kebebasan berekspresi milik orang, karena mereka menganggap diri kita aneh dan layak dapat kritikkan dari orang yang melihat seorang yang menampilkan dirinya berbeda.Â
Kemudian apa keterlibatan antara kebebasan berekspresi dengan freedom of specch? Seperti saya bilang di atas: bahwa freedom of speech lebih ke bebas berpendapat (verbal) sedangkan bebas ekspresi tendensinya kearah penampilan.Â
Sebenarnya mereka berdua memiliki tuntutan yang sama mengenai hak. Tetapi, menurut saya: freedom of speech memiliki batasan yang mungkin sampai sekarang masih abstrak yaitu, batasan berupa 'ranah' untuk tidak mewati hak orang lain.Â
Terkadang berpendapat akan memunculkan polemic, karena di pihak lain kemungkinan akan tersinggung oleh suatu pendapat yang dilontarkan orang.Â
Setiap orang pasti akan merasa "tersakiti" oleh suatu pendapat, karena itu hak semua orang jadi setiap orang boleh bereaksi. Tetapi, kebanyakan orang melakukan reaksi yang terlalu berlebihan dalam menindak lanjuti hal tersebut dengan presekusi atau lapor ke pihak kepolisian atau bahkan diangkat ke lembaga hukum.Â
Bisa disepakti bahwa freedom of speech tidak menutup kemungkinan akan selalu menimbulkan ketersinggungan. Terlepas dari keterjaminannya oleh Negara, freedom of speech masih dipermasalahkan oleh masyarakat sampai sekarang.
Mengapa terdapat implikasi dengan ketersinggungan? Sepertinya kurang lebih sama dengan paragaf ke-tiga. Kemunculan reaksi yang variatif membuat 'penanggung jawab' enggan menanggapi semuannya.Â
Padahal reaksi-reaksi tersebut seharusnya bukan menjadi responsibility dari orang yang berpendapat. Entah kenapa masalah ketersinggungan pasti dibesar-besarkan. Menurut saya ini hanya masalah personality saja. Ketimbang mempersalahkan hal tersebut kenapa tidak intropeksi diri saja.Â
Terlepas dari kebenaran dan kesalahan seseorang, pasti terdapat miskomunikasi antara kedua belah pihak yang mana hal tersebut pemicu awal konflik. Seseorang berhak sekali berpendapat, tetapi setiap pendapat yang digaungkan pasti memiliki konsekuensi tersendiri yang harus dipertanggung-jawabkan bilamana terdapat kesalahan.
Terakhir mengenai freedom of speech, pasti tidak jauh dari yang namamya hate speech. Hate speech atau biasa disebut ujaran kebencian ini adalah  perkataan atau tulisan atau bahkan tindakan yang berpotensi menyebabkan terjadinya konflik, kekerasan dan prasangka di antara kedua belah pihak yang menjadi pelaku atau korban atas pernyataan atau tindakan tersebut.Â
Kaitannya adalah setiap pengutaraan dari orang pasti mengandung unsur kritik dan saran. Untuk kritik sendiri, banyak orang yang menyikapi kritik sebagai 'ujaran kebencian' yang memicu konflik.Â
Timbul asumsi dari pendengar yang membuat ricuh kontemporer sebelum orang yang berpendapat melakukan klarifikasi.Â
Berpikir positif dan memahami apa yang terjadi memang perlu sebelum berspekulasi. Tindakan-tindakan represif saya kira dikesampingkan dulu, karena itu tidak akan menjamin penyelesaian.Â
Berdikusi anatara "teman" dan "lawan' memang perlu adanya untuk mencapai titik terang. Jangan sampai kita membuat 'dinding' untuk mereka yang kita anggap 'lawan'. Berikan mereka 'jembatan' untuk mereka sebagai jalan menuju realitas yang ada.
Â
Sincerely
Rahmad Dede Yufani
Â