Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Fenomena Generasi Z, Mereka Bukanlah Zombie dengan Gadget di Tangan

28 Mei 2016   23:31 Diperbarui: 29 Mei 2016   11:49 1735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.bumninsight.com

Sudah lama sebenarnya penulis mengamati timeline generasi di negeri kita, tepatnya sejak tahun 2010 ke atas. Mengapa 2010 ke atas? Karena di rentang waktu itulah lahir generasi baru dari tiga generasi yang kita kenal sekarang. Kita mengenal tiga generasi: Generasi baby boomers, generasi X dan generasi Y. Apa itu? Mungkin sudah banyak yang membahasnya, Anda tinggal search di Google, tapi yang paling menarik adalah generasi yang lahir setelah generasi Y, yaitu generasi Z.

Generasi Z (untuk kemudian disebut gen Z) adalah generasi yang lahir dalam rentang tahun 1995 - 2010, disebut juga iGeneration. Nah lho, dari sebutannya saja sudah identik dengan i atau akronim dari internet, mengacu kepada ikon Apple sebagai maskot Z generation. Generasi ini adalah generasi yang menganggap internet adalah dewa. Internet adalah agama baru di samping agama samawi yang dibawa oleh bapak moyang kita.

Sudah jamak bahwa media membawa efek pada perilaku. Kecepatan internet telah membuat perilaku Gen Z sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka suka akan sesuatu yang instan, cepat, kolaboratif, dan viral. Beda dengan orangtua mereka, ayah-ibu mereka yang bergen X atau Y adalah generasi yang merasakan kecepatan internet di tahap pertengahan dalam hidup, mereka sempat merasakan hegemoni media koran dan buku-buku fisik sehingga mereka masih bisa sabar dan mengendalikan diri. Sedangkan gen Z, mereka melek internet dari sejak lahir.

Sifat internet:  instan -> cepat -> viral. Tiga alur ini yang memengaruhi DNA gen Z, DNA mereka berputar sangat cepat, otak mereka dipacu untuk berpikir instan sehingga mereka sering dinilai kurang menghargai proses dan kurang peka terhadap aktivitas "jatuh-bangun". Lalu, bagaimana sih gen Z bisa begitu terikatnya dengan internet?

Generasi X dan Y sebagai orang tua mereka adalah media perantara terbaik yang tanpa disadari sudah memberi pengaruh internet ketika gen Z balita. Jujur saja, siapa dari Anda, para ibu-ibu dan suami yang lahir di tahun 1975 -1980-an yang saat ini lebih sibuk bermain Instagram, Path, dan Facebook ketimbang meladeni anak Anda bermain atau bertanya? Banyak kan, penulis pun suka demikian, teman-teman? Lebih banyak lagi.

Jadi, inilah mengapa gen Z (dan tentunya gen Alpha) lahir identik dengan internet. So, jadi bukan salah gen Z. Ingat, internet memang sudah zamannya, gen Z mengikuti zaman itu secara alamiah, tetapi bagaimana gen Z berperilaku, itu bagaimana orangtua. Masih banyak di daerah pedesaan yang orang tuanya tidak tergantung dengan gadget, anaknya pun biasa saja meskipun tersedia warnet di daerahnya.


Efek perilaku instan yang dibawa oleh internet membuat gen Z terkadang kurang berkomunikasi secara langsung, secara verbal. Mereka lebih terbiasa berkomunikasi via media sosial. Intensitas pertemuan fisik berkurang, meet up yang biasa dilakukan saat ini tinggal wacana, ada fenomena menarik di sini.

Karena mereka terbiasa bebas berbicara di medsos, maka timbul rasa canggung ketika terjadi pertemuan fisik, yang ujung-ujungnya mereka bersama-sama melihat dan tenggelam dalam gadget mereka masing-masing, ini beberapa dialami juga oleh gen Y. Meskipun di dalam pekerjaan mereka lebih suka berunding ketimbang sistem komando ala gen X.

Akibatnya ini menimbulkan rasa individualis yang besar, bukan hanya dalam hal pergaulan, tapi juga dengan alam, lho? Ya, mereka akan bingung ketika diberi cangkul dan sepetak tanah. Ini fakta lho, karena sudah dilakukan dialog dengan para anak muda tadi tentang satu pertanyaan soal cangkul dan tanah. Jawaban mereka di luar dugaan, cerdas menurut penulis tetapi miris.

Jawaban mereka, pertama, "Cari aja developer, mungkin bisa jadi cluster." Kedua, "Banyak tukang taman online, bisa aja cari di situ buat bikin taman, murah lagi." Emang iya ya ada tukang taman online? Ketiga, "Saya sih gak bisa nyangkul, tapi Om saya punya temen, bentar saya WA dulu ya." Well, lihat... mereka cerdas, tapi justru itu menunjukkan pemikiran yang instan tadi.

Dari jawaban mereka, ada dua yang mereka tuntut: Instan dan menyenangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun