Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Ancaman Adu Domba dari Kasus Ratna Sarumpaet

3 Oktober 2018   09:52 Diperbarui: 3 Oktober 2018   17:17 5686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wahai warga Kompasiana yang budiman, baru-baru ini kita disuguhkan dua berita keprihatinan, yang pertama adalah berita keprihatinan gempa besar dan tsunami di Palu dan Donggala, berita kedua adalah keprihatinan soal ibu Ratna Sarumpaet yang 'infonya' dianiaya orang tak bertanggung jawab.

Untuk berita pertama, mungkin penyebab musibah dari dalam bumi dan aksi prihatin kita sudah sangat banyak diulas, yang pasti segera ulurkan tangan kita, baik harta dan doa. 

Dan tidak perlu berkoar-koar, karena lidah selalu lebih maju ketimbang hati.
Untuk berita kedua ini yang akan dibahas, kerena rasa keprihatinan itu lebih besar dari kasus itu sendiri. Apa itu? yaitu potensi adu domba di depan mata.

Oya, diawal saya menulis kasus pengeroyokan Ratna Sarumpaet dengan status 'infonya', alias belum valid. Beberapa media hanya menuliskan sumber berita dari media sosial, bukan validasi langsung ataupun laporan polisi.

Agak janggal, karena seorang Ratna Sarumpaet adalah aktivis yang militan, gigih tanpa pamrih. Soal ancaman? Cemen.

Apalagi kasus besar seperti ini, sudah layak masuk headline news Kompas atau Tempo. Mohon maaf bagi anda yang ingin menyebut headline koran Lampu Merah, mohon dipertimbangkan lagi.

Kasus ini bisa mendongkrak popularitas kubu oposisi, kasus yang 'katanya' terjadi sejak 21 September 2018 tapi Ratna bisa menyimpannya selama seminggu lebih, saya saja bisa menyimpan rindu selama setahun, tapi kalo dianiaya saat itu juga saya lapor polisi dan minta perlindungan. Tapi yasudahlah, kita nantikan beritanya saja.

Terlepas kontroversi keabsahan beritanya, ada hal yang paling memprihatinkan, yaitu potensi adu domba.

Menjelang Pilpres 2019, kubu Projo dan Oposisi bersaing bak minyak dan air. Yang satu jual kecap dan yang satu kritik kecap lawan. Sebetulnya biasa, tapi karena pendukung yang militan maka panas baranya luar biasa.

Sehingga jika ada satu saja yang tergores, maka sulut api menjadi hasilnya. Tapi ada beberapa kejanggalan terlepas dari hal teknis.

Yaitu, pertama, kedua belah pihak sudah menyatakan deklarasi damai, dan elit pun sudah dan sangat sadar bahwa kampanye hitam akan semakin melemahkan posisi satu dan lainnya.

Di medsos pun demikian, jika ada pihak yang share berita yang menghina salah satu pihak lain, maka biasanya pakai akun bodong, alias palsu.

Pihak oposisi menuduh Pro Jokowi-Ma'ruf yang melakukan penganiayaan terhadap Ratna Sarumpaet, apakah Projo segitu bodohnya? Saya kira sama sekali tidak. Tindakan represif, persekusi dll adalah isu yang sensitif, melemahkan, dan Projo sangat paham itu.

Seorang pedangang tidak mungkin menghancurkan dagangannya sendiri, ini prinsip dasar.

Begitupula kubu Prabowo-Uno, pihak pro pemerintah ada yang nyeletuk itu bagian dari strategi adu domba mereka. Jika benar Ratna dianiaya, itu adalah skenario dari dalam, untuk kemudian menuduh pihak Projo pelakunya.

Masuk akal, tapi juga naif. Isu seperti itu adalah isu murahan. Kubu Prabowo sangat paham counter attack seperti itu. Ratna playing victim, boleh juga analisanya tapi lemah secara pembuktian.

Kecuali, kecuali nih ya, jika berita tersebut hoax, maka analisa bahwa Ratna ataupun pihak-pihak tertentu playing victims dengan tujuan mengadu domba perlu di garis bawahi.

Indikasi hoax pun bukannya isapan jempol. Ratna diberitakan di tangani oleh dokter estetika di RS Bina Estetika Menteng. Beberapa kawan pun tahu jika Rumah Sakit ini memang spesialis kecantikan, lebih terkonsentrasi lagi di bedah plastik.

RS Bina Estetika sendiri didirikan di tahun 1992 oleh dr. Sidik Setiamihardja, yang diduga langsung menangani Ratna Sarumpaet di RS tersebut.

Beberapa kawan pun mempertanyakan kenapa ke RS kecantikan, padahal IGD di mana-mana banyak. Untuk kasus pengeroyokan dan korban babak belur, rujukan utama ya IGD, klo IGD Rumah Sakit yang kelas wahid pun banyak.

Dan lebih lagi, jika kasusnya adalah kejahatan, maka yang di gunakan polisi adalah laporan dan hasil visum. Untuk hasil visum sendiri, lamanya waktu antara kejadian dan pemeriksaan bisa merubah hasil visum. Dan saya percaya, seorang Ratna Sarumpaet bukanlah amatir dalam bidang ini.

Namun, jika berita tersebut terbukti hoaks seperti beberapa broadcast laporan kepolisian, maka para penyebar berita tersebut, termasuk Rachel Maryam, Fadli Zon hingga Prabowo yang melakukan konfrensi pers, bisa ditindak pidana pelaku penyebar hoaks, dasar hukumnya UU ITE Pasal 28 ayat 1 dengan ancaman hukuman 6 tahun atau denda 1 milyar rupiah.

Tapi kembali lagi, tuduhan bahwa kubu oposisi bermain playing victims terlalu dangkal. Prabowo cs pun pasti berpikiran yang sama dengan Projo.

Nah tapi, ketika berita ini tersebar, muncul pernyataan FPI yang meresahkan, bahwa kejadian Ratna adalah pemicu bahwa 'musuh-musuh sudah menabuh genderang perang'.

Perang yang mana wahai saudaraku? Musuh yang mana?

Bahkan pernyataan itu tidak didukung fakta forensik yang valid, legal dan bertanggung jawab.

Tidak ada dari kedua belah pihak yang ingin negara ini hancur. Kembali ke awal, isu seperti ini hanya akan membuat dagangan mereka hancur sendiri. 

Terutama Petahana, politik santun yang ditunjukkan selama ini bisa hancur berantakan. Percuma keluar duit milyaran dari kedua kubu.

Jadi beralasan jika melihat gelagat FPI bahwa ada pihak-pihak yang ingin mengadu domba. Bahkan sudah di depan mata. FPI sebagai corong depan masyarakat agamis garis kanan harusnya bisa menahan diri.

Kemudian saya pun bertanya, FPI sebenarnya paham intrik kasus ini dan akan dibawa kemana kasus ini? Ataukah FPI justru tidak paham dan hanya terpancing sesaat?

Sehingga keprihatinan besar pun melanda, apakah kita akan dibawa ke zaman devide et impera?

---

update: Ratna Sarumpaet telah menggelar jumpa pers dan mengakui perbuatannya. Dia mengaku kabar dirinya yang dianiaya orang itu tidak benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun