Mohon tunggu...
Ahmad Muhtar Wiratama
Ahmad Muhtar Wiratama Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Masyarakat dan Penulis Amatir dari Rawamangun

Untuk informasi lebih lanjut tentang saya, hubungi detail-detail kontak di bawah ini: Instagram: @amw.1408 Email: rwselusin@gmail.com WA: 0852.1622.4747

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

7 Tahun RW 12 Rawamangun Menanti Janji 4 Gubernur, 4 Lurah, 3 Camat, dan 2 Walikota

15 Februari 2023   14:42 Diperbarui: 16 Februari 2023   20:22 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi warga RW 12 Rawamangun.

Salah satu ciri kota modern adalah berkurangnya pengguna kendaraan bermotor pribadi yang beralih kepada angkutan umum, moda alternatif seperti sepeda, atau berjalan kaki sekalian bagi mereka yang sadar kesehatan. Tujuannya adalah untuk mengurangi polusi sekaligus menandakan majunya layanan angkutan umum di kota tersebut. Kota-kota besar dan modern seperti New York, Tokyo, atau Amsterdam menjadi pionir yang sudah berhasil menjalani model tersebut. Pemandangan orang-orang berjalan kaki atau menggunakan sepeda adalah hal yang umum di sana, dan Jakarta terinspirasi untuk mengikuti jejak senior-seniornya tersebut.

Karena itu, keberadaan trotoar menjadi hal yang sangat penting dalam ekosistem kota modern. Trotoar adalah tempat pejalan kaki mendapatkan hak mereka. Selain itu, trotoar yang bagus juga menjadi tempat kota bersolek, karena bisa dilengkapi dengan tumbuhan dan aksesoris lain yang dapat memperindah wajah lingkungan.

DKI Jakarta sebagai kota metropolitan cukup memahami hal ini. Buktinya dalam beberapa tahun terakhir, Pemprov DKI sudah melakukan renovasi dan beautifikasi terhadap berbagai fasilitas pejalan kaki baik itu trotoar maupun jembatan-jembatan penyeberangan yang terintegrasi dengan moda angkutan umum seperti halte Transjakarta atau LRT. Setidaknya, itulah yang terlihat di jalan-jalan protokol dan terus dibangga-banggakan oleh Pemprov DKI melalui akun-akun media sosialnya.

Ironisnya, perlakuan yang sama tidak diterapkan kepada tempat-tempat yang tidak banyak dilihat oleh masyarakat dan tidak terjangkau oleh akun media sosial Pemprov DKI. Salah satu contohnya adalah di Jl. Rawamangun Muka Timur RW 12 Kelurahan Rawamangun. Ya, di jalan yang sebenarnya cukup strategis itu tidak ada fasilitas trotoar sama sekali untuk pejalan kaki. Padahal, jalan ini cukup penting karena memiliki lebar delapan meter dan menghubungkan kendaraan dari Jl. Jenderal Ahmad Yani ke RS Persahabatan dan wilayah sekitarnya.

Situasi ini sebenarnya tidak selamanya seperti itu. Hanya beberapa tahun silam, Jl. Rawamangun Muka Timur adalah jalan yang asri lengkap dengan trotoar besar di kedua sisinya dan pohon-pohon rimbun yang menjulang tinggi sebagai peneduh. Mungkin tidak kalah indahnya dengan Jl. Hang Tuah di seputaran Senayan. Namun semuanya berubah di akhir tahun 2016, dimana kombinasi pekerjaan peningkatan saluran air dan pembetonan jalan membuat pohon-pohon yang sudah rimbun tersebut ditebangi sampai habis. Trotoar yang dihancurkan malah belum dibangun kembali sampai hari ini. Artinya, tujuh tahun sudah Pemprov DKI abai terhadap hak pejalan kaki di Jl. Rawamangun Muka Timur.

Padahal, keberadaan trotoar adalah sebuah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemerintah untuk memenuhi hak pejalan kaki sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam Pasal 131 disebutkan pejalan kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung, salah satunya trotoar. Maka jika Pemprov DKI tidak juga menyediakan trotoar di Jl. Rawamangun Muka Timur, maka sesungguhnya ia telah lalai menjalankan tugasnya, dan bukan tidak mungkin sudah melakukan tindakan yang melawan hukum.

Upaya dari masyarakat setempat untuk mengadakan kembali trotoar tersebut juga sebenarnya tidak sedikit. Sejak tahun 2017, upaya perbaikan trotoar sudah dimasukkan ke dalam usulan program prioritas dalam musrenbang. Usulan tersebut diulang kembali pada tahun berikutnya sebelum akhirnya template usulan trotoar dihilangkan dari musrenbang sejak tahun 2019, dan di tahun 2023 ini dokumentasi usulan musrenbang dihilangkan sepenuhnya dari pendataan digital sehingga tidak ada lagi jejak tentang usulan-usulan musrenbang yang sudah pernah terjadi, termasuk trotoar di Jl. Rawamangun Muka Timur.

Dari tahun 2019, setiap tahun setidaknya pengurus RW tidak bosan bersurat kepada Pemprov DKI untuk mengembalikan fungsi trotoar di Jl. Rawamangun Muka Timur. Jangankan dibalas, surat-surat tersebut seperti menghilang tidak jelas rimbanya. Bahkan, secara langsung aspirasi tersebut disampaikan kepada Lurah, Camat, bahkan Walikota yang sempat berkunjung ke RW 12. Namun, 7 tahun, 4 Gubernur, 4 Lurah, 3 Camat, dan 2 Lurah kemudian, janji tinggalah janji. Pembangunan trotoar di Jl. Rawamangun Muka Timur tidak juga menunjukkan kemajuan satu inci pun.

Berbagai alasan dikemukakan oleh Pemprov DKI dari jajaran yang paling bawah hingga paling atas. Sampai dengan tahun 2019, alasan umum yang digunakan adalah pembangunan kembali trotoar tersebut sedang dijadwalkan dalam waktu dekat. Di tahun 2020 sampai dengan 2022, pandemi covid-19 menjadi alasan sakti untuk menunda semua pembangunan di wilayah, walaupun pada kenyataannya mega proyek seperti stadion dan beautifikasi halte-halte di jalan arteri bisa jalan terus. Lalu di tahun 2023 ini, setelah 7 tahun, akhirnya Pemprov DKI menjawab bahwa mereka tidak punya dana untuk membangun trotoar di Jl. Rawamangun Muka Timur, karena harus dialihkan untuk pembangunan-pembangunan lain yang lebih penting.

Bayangkan! Sekian tahun menunggu hanya untuk mendapatkan jawaban yang sedemikian absurd! Apakah ini berarti bahwa Pemprov DKI menganggap keberadaan trotoar di jalan yang besar dan menghubungkan obyek-obyek vital sebagai hal yang tidak penting? Padahal, 7 tahun sudah Jl. Rawamangun Muka Timur menunggu pembangunan kembali trotoar yang sangat dibutuhkan, namun tetap saja tersisih dengan pembangunan-pembangunan lain yang "lebih penting". Bukan hanya abai, sepertinya dalam hal ini Pemprov DKI juga tidak peduli dengan kebutuhan warganya yang tidak sedikit. Janganlah dibandingkan dengan di Jepang sana, dimana pemerintah tetap menjalankan satu rute kereta api hanya untuk melayani satu orang penumpang, yakni seorang anak gadis untuk berangkat dan pulang dari sekolah. Sekali lagi, hanya satu anak!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun