Semakin ketat persaingannya jika beberapa pasangan calon berasal dari partai yang dominan, maka akan semakin butuh biaya yang lebih dari yang dianggarkan. Yang pasti tidak mungkin semua biaya akan keluar dari kantong bakal calon sendiri.
Butuh suntikan dana dari beberapa pihak, selain partainya sendiri dimana ia bernaung, juga yang tak kalah tenarnya adalah aliran dana dari para pemilik kapital alias kaum korporasi dan investor. Semakin besar nama yang diusung, semakin besar dana yang akan diberikan, asal, ketika sukses terpilih, seluruh kebijakan yang dikeluarkan kepala daerah 90% berpihak pada mereka, proyek-proyek mereka.
Dan inilah yang dimaksud dengan "hak konstitusi" sebab seluruh kebijakan kepala daerah akan diwarnai dengan lobi-lobi tingkat tinggai hingga bisa menjadi regulasi. Bisa dibayangkan dimana posisi rakyat setelahnya, diliang lahat!
Pemimpin yang tak cinta rakyatnya tak layak dipilih. Demokrasi mandul dan tak bisa diharapkan, sebab disini kita bukan berbicara keadilan, namun suara mayoritas itulah kebenaran. Sekalipun mata dan akal mengatakan itu dosa, namun nafsu lebih menjiwai. Lantas, untuk siapakah pilkada ini?
Dari Abu Sa'id radhiyallahu 'anhu ia berkata, Rasulullah saw bersabda:
"Sesungguhnya manusia yang paling dicintai oleh Allah pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah adalah seorang pemimpin yang adil. Sedangkan orang yang paling dibenci oleh Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah seorang pemimpin yang zalim." (HR. Tirmidzi).
Pemimpin yang dimaksud dalam hadist hanya akan lahir dari sebuah sistem yang berasal dari Wahyu Allah SWT, yaitu Islam. Sebab, jelas siapa yang dimaksud sebagai pemimpin yang baik dan apa hukuman jika ada pemimpin yang zalim kepada rakyatnya biarpun yang terzalimi itu hanya satu orang. Sudah cukup akan menyeret pemimpin itu kepada panasnya api neraka.
Dalam Islam jika kita berbicara tentang pemimpin bukanlah sebagai penguasa tapi pelayan umat. Wallahu a' lam bish showab.