Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Duka Pustakawan Menghadapi Penilai Tak Bijak

11 Juli 2022   07:25 Diperbarui: 11 Juli 2022   07:42 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah duka bermula dari seorang teman pustakawan mengajukan Daftar Usul Penetapan Angka Kredit (Dupak) sebagai pustakawan bertugas di kabupaten yang tidak memiliki tim penilai kepada tim yang ada dinas perpustakaan provinsi.

Mengapa mesti di provinsi? Mengingat jumlah pustakawan di kabupaten  yang sedikit dan persyaratan lainnya di kabupaten belum terpenuhi.

Ketika Dupak telah diajukan, beberapa hari kemudian ada jawaban yang diterima teman pustakawan dalam bentuk surat dinas bahwa usulannya ditolak dengan alasan belum jelas.

Karena tidak ada kesempatan untuk perbaikan, maka teman pustakawan ini langsung memutuskan untuk datang ke perpustakaan provinsi guna menanyakan kepastian penyebab Dupak ditolak tim penilai.

Jawaban yang diperoleh sangat menyakitkan sayapun mendengarnya tersulut emosi.

Salah satu tim penilai yang juga seorang pustakawan menolak memberikan kesempatan perbaikan dengan alasan Dupak tidak sesuai format dan lain-lain hingga pustakawan yang arogan itu mengancam bila Dupak diperbaiki ia akan mengundurkan diri dari tim penilai.

Teman pustakawan dibuat berurai air mata mendapat perlakuan ini, namun ia masih ada kesempatan untuk mengajukan perbaikan dengan mengharapkan pertimbangan kepala dinas yang merupakan atasan tim penilai.

Mengajukan Dupak bukan untuk pertama kali dilakukan teman pustakawan dan tidak pernah mengalami hambatan.

Bila ada format baru yang diberlakukan setidaknya sudah disosialisasikan terlebih dahulu, bila ada batas waktu pengajuan Dupak juga sudah ada surat edaran maupun pengumuman. Ini tidak dilakukan tim penilai.

Saya sangat tahu dengan kinerja teman pustakawan ini karena ia rekan kerja saya. Apa yang dilakukan teman saya ini saya yakin tidak dilakukan pustakawan yang masuk dalam tim penilai, karena ia runtin telibat dalam produksi acara Ruang Pustaka di RRI.

Setiap pekan hadir di RRI sebagai nara sumber, penulis naskah radio, penulis sinopsis hinggga mempromosikan acara yang berisikan sosialisasi keberadaan perpustakaan, gemar membaca dan nenyuarakan pembangunan literasi kepada pendengar di Bangka Belitung.

Belum lagi karya tulis ilmiah yang diajukannya juga telah diuji dalam lomba pemilihan pustakawan berprestasi tingkat provinsi ketika ia sebagai peserta dan terpilih sebagai salah satu pemenang walaupun juara harapan dalam 2 tahun bertutur-turut. Iapun telah menulis buku.

Banyak lagi tugas yang sudah dilakukan termasuk berperan ketika perpustakaan kami terpilih sebagai perpustakaan terbaik tingkat nasional.

Hanya gara-gara ulah pustakawan yang arogan, apakah kerja yang optimal itu harus menggagalkan teman pustakawan naik pangkat tahun ini karena tidak mendapat nilai dari Dupak yang diusulkan kepada tim penilai?

Dari kasus ini ada yang dilupakan dari seorang pustakawan yang merupakan pelayan publik betugas tidak hanya melayani publik tapi juga butuh dilayani oleh pelayan pelayan publik yang dalam hal ini pustakawan yang termasuk dalam tim penilai Dupak.

Pelayan pelayan publik dalam lembaga pemerintah ada di urusan kepegawaian dari tingkat kantor, dinas hinggga Badan Kepegawaian.

Pelayan pelayan publik yang tidak melayani dengan baik, apa lagi sampai mempersulit pegawai yang pelayan publik akan berpengaruh secara psikologis dalam memberikan pelayanan kepada publik.

Pengaruh negatif kepada pelayan publik diantaranya menurunnya semangat kerja hingga tidak ramah karena wajah murung akibat perlakuan tidak menyenangkan itu, maka wajar ada keluhan publik bahwa pelayanan publiknya kurang senyum.

Sempat terungkap dari teman pustakawan yang kecewa ini setelah pengalaman buruk yang dialami dalam mengajukan Dupak yakni ia telah hilang semangat untuk menjalankan tugas.

Sebagai rekan kerja hanya bisa memberikan dorongan semangat dan mencari jalan keluar untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.

Peristiwa yang dialami teman pustakawan ini menjadi preseden buruk dalam pembangunan literasi di daerah ini bisa menjadi ancaman bagi pustakawan lainnya.

Pustakawan itu mengedukasi, melayani tidak hanya publik namun juga sesama pustakawan, cerdas dalam berliterasi tanpa arogansi.

Senyumlah pustakawan Indonesia agar seluruh anak bangsa bisa tersenyum. Kerja pustakawan itu sedekah ilmu, sedikit saja senyum pustakawan itu adalah sedekah.

Salam literasi dari pulau Bangka.

Rustian Al Ansori

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun