Petani di Kabupaten Bangka masih banyak yang tergantung dengan hasil perkebunan karet. Sebagian besar warga desa di Bangka memiliki perkebunan karet, selain Lada dan juga beberapa petani bertanam kelapa sawit dan komoditi pertanian lainnya.
Namun tidak semua hasil pertanian itu menggembirakan bagi para petani di Bangka, khususnya karet yang saat ini harga sangat rendah mencapai Rp 5 ribu/ kg di pedagang pengumpul.
Pekan lalu saya sempat berkunjung ke desa Payabenua, kecamatan Mendo Barat berjarak sekitar 50 km dari Sungailiat, tempat saya tinggal. Bertemu pedagang pengumpul getah karet petani setempat ketika melintas di depan masjid desa Payabenua, usai sholat Jumat.
Aroma kurang sedap menyengat dari keranjang yang dibawa di jok sepeda motornya. Getah karet yang sudah membeku itu, mengeluarkan air yang banyak dari keranjang disepeda motor yang dikendarai pedagang pengumpul.
" Saya cuma ambil untung Rp 2 ribu, dijual ke pihak pabrik yang mengambil dengan harga Rp 7 ribu per kilogram," jelas Imron.
Menurutnya, karet yang diambil dari para petani beratnya masih banyak menyusut karena banyak mengandung air.
" Saya ambil karet dari rumah - rumah petani setiap hari dapat terkumpul antara 100 kg hingga 200 kg, jadi seminggunya bisa mengumpul lebih 1 ton," ujarnya.
Kendati harga karet sangat murah, pedagang pengumpul tetap untung. Petani di Bangka masih terus menyadap getah karet dari kebun karet milik mereka. Dari harga karet yang murah itu, para petani masih bisa membeli beras untuk kebutuhan sehari - hari.
Imron mengakui harga karet sudah ditetapkan pihak pabrik pengolahan karet, " Ini sudah menjadi kegiatan sehari - hari petani, ada kebun karet sayang bila tidak diambil getahnya," jelasnya.