Mohon tunggu...
Russell Victor Xiao
Russell Victor Xiao Mohon Tunggu... Pelajar

Murid

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Konklaf: Praktik Gereja Katolik Berumur Ribuan Tahun

22 Mei 2025   21:54 Diperbarui: 22 Mei 2025   21:54 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konklaf 2025 https://pressone.ph/the-2025-conclave-in-numbers/

Konklaf adalah proses resmi pemilihan Paus dalam Gereja Katolik Roma, yang dilaksanakan oleh para kardinal dan berlangsung dalam suasana tertutup dan penuh kekhidmatan. Istilah "konklaf" berasal dari bahasa Latin cum clave, yang berarti "dengan kunci", menggambarkan praktik penguncian para kardinal dalam suatu tempat agar tidak terpengaruh oleh dunia luar selama proses pemilihan berlangsung. Tradisi ini memiliki akar sejarah yang panjang dan telah berkembang selama berabad-abad. Pada masa awal Gereja, pemilihan Paus dilakukan secara lebih terbuka oleh umat dan para uskup di Roma. Namun, seiring berkembangnya kekuasaan politik dan konflik internal, proses pemilihan menjadi rumit dan sering kali berlangsung lama, bahkan disertai intervensi dari pihak luar.

Dalam konklaf, para kardinal mengenakan pakaian khusus yang mencerminkan kesakralan dan keagungan prosesi pemilihan Paus. Pakaian yang digunakan terdiri dari jubah panjang berwarna merah yang melambangkan keberanian dan kesiapan untuk menumpahkan darah demi iman Katolik. Warna merah ini juga menjadi simbol martir dalam tradisi Gereja. Selain jubah, para kardinal juga mengenakan zucchetto berwarna merah dan topi biretta saat acara resmi tertentu. Selama proses konklaf, mereka juga menggunakan mozzetta dan rochet.

Titik balik penting terjadi setelah wafatnya Paus Klemens IV pada tahun 1268. Pemilihan penggantinya berlangsung selama hampir tiga tahun karena para kardinal tidak mencapai kesepakatan. Dalam keputusasaan, warga kota Viterbo, yakni tempat pemilihan itu diadakan. Mereka mengurung para kardinal, mengurangi jatah makanan, dan bahkan mencopot atap tempat mereka berkumpul. Pengalaman ini menjadi dasar bagi Paus Gregorius X, yang setelah akhirnya terpilih, mengeluarkan dekrit Ubi periculum pada tahun 1274 untuk menetapkan aturan ketat mengenai pelaksanaan konklaf, termasuk penguncian dan pembatasan komunikasi dengan dunia luar.

Seiring waktu, tradisi konklaf berkembang dan diperbarui. Dalam konklaf modern, hanya kardinal berusia di bawah 80 tahun yang berhak memilih. Konklaf biasanya berlangsung di Kapel Sistina, Vatikan, di mana para kardinal menjalani kehidupan tertutup selama pemilihan. Pemungutan suara dilakukan secara rahasia dan seorang kandidat harus memperoleh dua pertiga suara untuk dapat terpilih sebagai Paus. Setelah setiap putaran pemungutan suara, hasilnya diumumkan melalui asap yang keluar dari cerobong. Asap hitam menandakan belum ada Paus terpilih, sedangkan asap putih menjadi simbol bahwa seorang Paus baru telah dipilih.

Paus Leo XIV dalam misa di Vatikan https://www.bbc.com/news/live/c3e51q0xxp1t
Paus Leo XIV dalam misa di Vatikan https://www.bbc.com/news/live/c3e51q0xxp1t

Sepanjang sejarah modern, konklaf berlangsung dengan lebih cepat dan tertib. Tahun 1978 menjadi salah satu tahun paling bersejarah, karena terjadi dua kali konklaf akibat wafatnya dua Paus secara berurutan. Pada konklaf kedua, Kardinal Karol Wojtya dari Polandia terpilih sebagai Paus Yohanes Paulus II, Paus non-Italia pertama dalam lebih dari 450 tahun. Konklaf terakhir terjadi pada Maret 2013, setelah pengunduran diri Paus Benediktus XVI, Paus pertama yang mengundurkan diri secara sukarela dalam hampir enam abad. Hasil konklaf tersebut mengangkat Kardinal Jorge Mario Bergoglio dari Argentina sebagai Paus Fransiskus, Paus pertama dari benua Amerika. Hasil dari konklaf terakhir pada tahun 2025, mengangkat Kardinal Robert Prevost sebagai Paus Leo XIV, kini Paus terbaru.

Dengan tradisi yang dijaga secara ketat, konklaf bukan hanya sekadar proses administratif, melainkan sebuah momen spiritual penting dalam sejarah Gereja Katolik. Proses ini mencerminkan perpaduan antara iman, doa, kebijaksanaan, serta harapan umat Katolik terhadap pemimpin baru mereka yang akan membimbing Gereja dalam menghadapi tantangan zaman.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun