Ketika mereka melangkah semakin jauh ke dalam padang itu, kembali Mas Hario Dalem berkata tanpa berpaling:Â
"Paman, apakah paman puas dengan keadaan paman sekarang?"
"Puas tentang apa, ngger?"
"Tentang keadaan paman. Paman yang pernah dikagumi digaris perang, kini tidak lebih dari seorang pencari rumput dan penjaga kandang kuda"
"Aku puas ngger. Aku puas bahwa aku untuk sekian lamanya berhasil meletakkan senjataku dan menggantinya dengan arit dan golok pembelah kayu ini."
Benteng Surolawe mengerutkan keningnya. Terasa sesuatu menggeram didalam rongga dadanya, tetapi ia ragu-ragu untuk mengutarakannya.
Namun yang terloncat dari bibirnya adalah:Â
"Paman adalah seorang yang berhati goyah. Paman telah meletakkan suatu tekad perjuangan. Namun paman berhenti ditengah jalan."
"Raden," sahut Panitis perlahan-lahan "Aku memang pernah meletakkan suatu tekad. Tetapi aku bukan orang yang buta pada keadaan.Â
Orang yang dengan membabi buta berbuat hanya karena sudah terlanjur. Sebenarnya ngger, terus terang aku telah berusaha untuk membutakan mataku dan berbuat seperti yang angger kehendaki.Â
Tetapi akhirnya aku menyadari keadaanku. Aku tidak dapat membohongi perasaanku terus memerus. Aku jemu pada peperangan yang bagiku sia-sia ini."