Sri Aji sadar, jika tubuhnya tersentuh tangan lawannya, apalagi tertangkap, ia harus dapat segera melepaskan diri sebelum tulangnya diremukkannnya.
Tetapi agaknya terlampau sulit bagi raksasa itu untuk menangkap anggauta badan Sri Aji.
Namun dengan demikian, maka kemarahan semakin membakar hati orang bertubuh besar itu. Kegagalan-kegagalannya telah membuatnya semakin garang. Bahkan orang bertubuh besar itu pun kemudian menyerang dengan membabi buta tanpa memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat dilakukan oleh lawannya.
Tetapi agaknya ia memang terlalu percaya kepada kekuatannya. Setiap kali ia melangkah maju menerkam lawannya, sebelum tangannya berhasil menyentuh tubuhnya, justru serangan Sri Aji telah mengenainya. Meskipun demikian, seolah-olah ia tidak merasakan sesuatu meskipun sekilas nampak bibirnya menyeringai. Namun ia melangkah maju terus mengejar lawannya.
Sri Aji menjadi berdebar-debar. Tetapi ia memiliki kecepatan bergerak yang jauh melampaui kemampuan lawannya. Karena itu, ketika sekali lagi orang bertubuh besar itu melangkah maju, maka ia pun mendahuluinya menyerang dengan kakinya mendatar mengenai lambung.
Langkah si raksasa itu terhenti. Sekali lagi ia menyeringai, namun kemudian ia melangkah maju lagi dengan tangan terjulur lurus ke depan.
"Gila," desis Sri Aji, "apakah badannya terbuat dari besi baja?"
Tetapi ia tidak sempat berpikir terlalu lama. Kedua tangan lawannya hampir saja berhasil mencengkam bajunya. Tetapi Sri Aji segera memiringkan tubuhnya. Ketika kedua tangan itu terjulur tepat di muka dadanya, maka ia pun segera melangkah justru mendekat. Dengan tangannya ia menghantam perut orang itu dengan kekuatan yang menghentak.
Sebuah keluhan tertahan di mulut orang bertubuh besar itu. Sesaat kedua tangannya dengan gerak naluriah memegang perutnya yang terasa mual. Sedangkan Sri Aji mempergunakan kesempatan itu untuk menghantam tengkuk orang itu dengan sisi telapak tangannya. Orang itu tertunduk sejenak. Terasa tengkuknya disengat oleh perasaan sakit yang amat sangat.
Sri Aji ingin mempergunakan kesempatan selanjutnya. Namun ia tidak mengira, bahwa orang yang sedang terbungkuk karena serangan di tengkuknya itu tiba-tiba saja telah menangkap kaki Sri Aji.
Bersambung ke link: