[caption id="attachment_273516" align="aligncenter" width="448" caption="Negara Kertagama (1365 M) yang dikarang oleh Prapanca (sumber: kompasiana.com)"][/caption]
PENOLAKAN terhadap cerita ”kebesaran” Kerajaan Majapahit (1293-1500 M) berembus dari pulau Dewata (Bali). Hal itu diungkapkan oleh Sejarawan Universitas Udayana yang juga alumni Universitas Gajah Mada (UGM), Nyoman Wijaya, yang mengatakan bahwa ada ”ketidakcocokan” antara munculnya ikrar Sumpah Palapa oleh Gajah Mada dengan penaklukan Bali yang disebut-sebut pernah dilakukan oleh Majapahit. Bagi Nyoman, dalam Sumpah Palapa yang dicetuskan oleh Patih Kerajaan Majapahit, Gajah Mada, terdapat suatu kerancuan sejarah. (Koranbalitribune.com, 22/08/2012)
Menurut Nyoman Wijaya, Sumpah Palapa yang dijadikan sebagai landasan semangat Majapahit menaklukan Bali adalah suatu analisis dengan cara pandang yang tidak masuk akal (anakronis). Sebab, kaitan antara jadwal serangan Majapahit ke Bali dengan awal mula Sumpah Palapa Gajah Mada, tidak sesuai. Pertentangan ini menyimpulkan bahwa Sumpah Palapa diragukan kebenarannya.
Dalam isi Sumpah Palapa yang katanya diucapkan oleh Gajah Mada tersebut, Bali termasuk ke dalam wilayah yang akan dijadikan target ekspansi Kerajaan Majapahit untuk menyatukan ”Nusantara”. Walau faktanya, wilayah Kerajaan Majapahit sesungguhnya hanya berada di pulau Jawa, yakni Jawa Tengah dan Jawa Timur. (Nationalgeographic.co.id, 11/10/2013)
”Di Bali tidak ditemukan bukti-bukti yang menandakan adanya serangan Majapahit, sumber berita adanya penyerangan ini diperoleh dari pamancanggah-pamancanggah (naskah klasik) Jawa, seperti Negara Kertagama (1365 M)yang ditulis oleh Prapanca,” tandas Nyoman.
SUMPAH PALAPA TIDAK LAGI RELEVAN UNTUK INDONESIA
Ada beberapa sebab yang menjadikan Sumpah Palapa tidak relevan lagi untuk Indonesia dalam konteks kekinian. Diantaranya adalah tidak ada kejelasan makna tentang isi Sumpah Palapa (Kompas, 08/07/2013), timbulnya kesadaran historis rakyat Indonesia ”non-Jawa”, serta perubahan tatanan sistem politik yang tidak lagi menganut pola pengambilan keputusan otoriter yang berpusat di pulau Jawa (Jawa-sentris).
Ketika masa pemerintahan Presiden Soeharto (1967-1998 M), Sumpah Palapa dijadikan alat politik untuk menjaga kesatuan dan persatuan Indonesia. Sebuah alat komunikasi yang berupa satelit mengambil nama dari sumpah yang diucapkan Gajah Mada, yaitu ”Palapa”. Dalam konteks kekinian, masih relevankah dipakainya nama ”Palapa” sebagai alat politik untuk persatuan dan kesatuan bangsa? Boleh jadi malah bisa menjadi boomerang bagi bangsa ini, karena belum tentu suatu daerah suka dengan alat politik itu. (Arkeologijawa)
Dulu ketika pemerintahan masih sentralisasi, Palapa masih dapat dijadikan alat politik untuk persatuan sepanjang tidak dipandang sebagai Jawanisasi. Namun pada saat ini Palapa sudah tidak relevan lagi. Boleh jadi masyarakat dari daerah yang disebutkan dalam NegaraKertagama tidak merasa sebagai ”jajahan” Majapahit, ingin melepaskan diri dari pengaruh Jawa. Apalagi dalam NegaraKertagama jelas-jelas disebutkan bahwa daerah-daerah tersebut bukan merupakan jajahan Majapahit.
BALI TIDAK TAKLUK OLEH MAJAPAHIT
Menurut fakta yang diungkapkan oleh Nyoman Wijaya, tidak benar telah terjadi penaklukan Bali oleh Majapahit. Belum ada bukti arkeologis yang menunjukkan bahwa Bali pernah mendapat serangan dari Majapahit.
Bahkan Nyoman menegaskan, jika praparanca sekali pun tidak pernah berkunjung ke Bali untuk melihat peristiwa yang sebenarnya, karena itu fakta yang disampaikan dalam bukunya (Negara Kertagama) tidak seluruhnya dapat dipercaya. Prapanca mungkin memperoleh data dari orang-orang yang juga belum pernah berkunjung ke Bali, sehingga fakta yang tersarikan dari datanya itu tidak akurat dan tentunya tidak dapat dipercaya pula.
Kelemahan buku karangan Prapanca, Negara Kertagama, terungkap saat ia menjelaskan perjalanan dirinya bersama dengan raja Hayam Wuruk ke Singhasari. Diceritakan di dalam bukunya, ketika raja Hayam Wuruk sudah tiba di Singhasari, Prapanca menyempatkan diri mampir di rumah salah seorang sahabatnya yang beragama Buddha. Dari orang ini, ia memperoleh informasi tentang Bali. Selanjutnya, dalam buku itu, Prapanca menjelaskan pada tahun 1343 datanglah tentara yang merusak segalanya, raja Bali yang dursila itu dan kawan-kawannya ”ketakutan” lalu melarikan diri ke tempat yang jauh.
Penjelasan yang diberikan oleh Sejarawan Universitas Udayana, Nyoman Wijaya, menunjukkan bahwa tidak semua isi dari Negara Kertagama karangan Prapanca sesuai dengan fakta historis. Penaklukan Bali oleh Majapahit merupakan salah satu bagian dari His Story (cerita Prapanca) yang tidak sesuai bukti History (sejarah), yang dikarang dalam pamancanggah berjudul Negara Kertagama.
Ruslan
Artikel terkait:
Fiktif, Wilayah Majapahit Seluas Nusantara
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI