Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

“Dibawah Bendera Revolusi", Buku Perjalanan Bangsa yang Otentik

20 Agustus 2016   01:41 Diperbarui: 20 Agustus 2016   02:52 3563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan Agustus memang bulan keramat bagi bangsa Indonesia. Tanggal 17 Agustus 1945  adalah titik tolak perjalanan sebagai  negara merdeka. Proklamasi kemerdekaan dibacakan di halaman rumah Bung Karno lengkap dengan menaikkan sang saka merah putih ke udara Jakarta yang saat itu masih dikuasai balatentara Jepang. Saat itu bulan puasa dan hari Jum’at sehingga acara pembacaan teks proklamasi dibuat dengan rentang yang singkat.

Tindakan pada Jum’at pagi itu sejatinya sebuah tindakan heroik . Menyatakan sebuah kemerdekaan sebuah bangsa dengan resiko ‘dihabisi’ Dai Nippon yang masih memiliki senjata lengkap. Namun tekad bulat untuk lepas dari penjajahan tak lagi bisa dibendung.

Banyak pihak yang meramalkan kemerdekaan Indonesia hanya akan seumur jagung. Apalagi bangsa Indonesia lahir di bawah bayang banyang kekuatan militer asing . Memang tak menungggu waktu lama kekuatan Sekutu mendarat di Indonesia . Beralasan hendak melucuti tentara Jepang namun nyatanya tentara sekutu malah membonceng tentara NICA  (Belanda)dan berupaya meneruskan penjajahannya .

Tindakan ini menyulut perang revolusi fisik. Perlawanan rakyat Indonesia pecah dimana mana. Pertempuran tak seimbang nyatanya membuat sekutu tak lagi leluasa menguasai tanah Indonesia. Dengan persenjataan terbatas hasil merampas senjata tentara Dai Nippon para laskar rakyat yang dikomandoi para anggota PETA melakukan perlawanan.

Kejadian penting yang terjadi rupanya dicatat didalam sebuah buku yang ditulis Bung Karno sendiri. Sebuah buku perjalanan bangsa yang ditulis pelaku utamanya langsung. Buku dengan judul “Dibawah Bendera Revolusi”.  Tentu buku ini menarik perhatiannya saya.

Tak mudah memang mencari buku langka ini. Buku tebal ini memang tak dicetak dalam jumlah banyak. Disusun dan dicetak oleh panitia khusus yang diketuai Muallif Nasution, yang saat itu bertugas sebagai sekretaris pribadi Presiden Sukarno. Buku “Dibawah Bendera Revolusi” ternyata dibuat dalam beberapa jilid. Bahkan disebut sebut hingga 4 jilid.

Saya memang hanya menemukan jilid kedua dirak buku Perpustakaan Kabupaten Tangerang. Buku tebal ini disusun dan dicetak pada tahun 1964. Menggunakan kertas khusus yang berkualitas. Dilengkapi foto hasil repro yang menjadi penguat isi buku. Cover buku ini menggambarkan lukisan pejuang .  Menguatkan kesan patriotisme  .

Buku ini diawali dengan kata pengantar dari panitia penerbitan buku . lalu teks Proklamasi tulisan tangan Bung karno lengkap dengan coretan . Tahun yang digunakan tahun 05 , tahun perhitungan Jepang.

Buku ini berisi 20 pidato peringatan  17 Agustus  Presiden Sukarno selama 20 tahun . Sejak  tahun 1946 hingga 1964. Presiden Sukarno bukan saja seorang orator ulung namun juga seorang pemikir jangka panjang  yang brilian, bila disimak lebih dalam pidato pidato Presiden Sukarno sangat bernas. Isinya begitu menggugah semangat patriotisme. Ada semangat yang menyala nyala. Optimisme yang padu dengan pikiran genuin seorang pemimpin bangsa.

Pidato peringatan 17 Agustus 1946 hingga tahun 1949 semuanya dilakukan Presiden Sukarno di Yogyakarta. Karena Ibukota pemerintahan dipindahkan sementara karena Jakarta sudah tidak aman lagi ketika tentara sekutu mendarat. Selama empat tahun , isi pidato lebih mengungkapkan semangat dan rasa syukur karena bangsa Indoensia masih bisa mempertahankan kemerdekaannya . Semua kesulitan dan tekanan tentara Belanda yang melakukan manuver militer diungkapkan Presiden Sukarno secara gamblang dan jelas.

Semua upaya mempertahankan kemerdekaan  melakukan perundingan diplomasi dengan Belanda jelas tergambar pada pidato Presiden Sukarno . Termasuk ucapan terima kasih atas upaya perlawanan bersenjata yang dilakukan para tentara dan laskar Indonesia yang menunjukkan eksistensi pemerintahan Indonesia masih ada. Presiden Sukarno sempat ditahan dan dibuang pemerintah Belanda ke Brastagi, Prapat dan terakhir di Pulau Bangka dari tanggal 6 Februari 1949 hingga 6 Juli 1949.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun