Mohon tunggu...
Runi
Runi Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan Swasta

Menulis di waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Catatanku, Kekecewaan

3 Februari 2018   09:46 Diperbarui: 3 Februari 2018   09:57 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Pertemuanku dengan kak Nagai kemarin membuat harapan untukku. Aku akan mengesampingkan egoku. Mungkin aku hanya Ge-Er, dan sekarang aku akan fokus untuk bekerja. Aku mengkontak nomor Kashi, karena kemarin aku lupa untuk menanyakan nomor kak Nagai. Dan sampai sekarang ternyata kak Nagai sepertinya lupa untuk mengkontakku. Atau perbincangan kita kemarin hanya basa-basi? Kashi tidak menjawab telepon ku, teks pesan yang ku kirimkan juga tidak dibalasnya. Kemana mereka berdua pergi? Salahku memang karena tidak mencatat nomor telepon kak Nagai waktu itu. Dan percaya bahwa dia akan menelepon dan untuk menanyakan tawarannya lagi. Hah, aku terlalu naif.

Aku sendiri lagi di ruang perpustakaan yang sepi dan dingin ini. Semua situs lowongan pekerjaan, 4 situs tepatnya, memberikan notifikasi bahwa aku sudah mencapai batasnya mengirim lamaran. Jadi yang aku lakukan saat ini mencari situs mana lagi yang bisa aku buat akun untuk menaruh lamaran. Sambil sesekali memandangi handphoneku, bila tiba-tiba ada telepon, atau setidaknya balasan pesan teks dari Kashi.

Aku mulai bosan hanya menunggu kabar dari kedua orang yang tiba-tiba muncul dari masa laluku. Jadi aku berhenti berharap. Waktu pun hari ini tidak terlalu bermusuhan dengan ku. Semua berjalan dengan cepat. Mungkin karena aku sibuk memilih dan mengapply begitu banyak lowongan pekerjaan, atau aku telah terbiasa dengan kesepian ini, jadi waktu tiba-tiba sudah menunjukkan waktu sore hari. 

Aku menyandarkan badanku pada kursi, bekalku belum ku makan. "Aku terlalu sibuk ternyata." Pikirku dalam hati sambil tertawa kecil. Aku melihat pemandangan sore ini. Masih terik untuk dibilang sore, tapi jam memang sudah menunjukkan pukul 15.15, dan sebentar lagi perpustakaan ini akan segera ditutup.

Aku mencoba berpikir realistis bila benar kak Nagai hanya berbasa-basi kemarin, dia tidak bisa disalahkan. Sebagian orang akan bersikap yang sama mungkin saat melihat teman lama sedang mencoba mencari pekerjaan. 

Aku memang tidak meminta bantuannya, tapi aku harus berusaha sendiri. Handphoneku masih belum menimbulkan bunyi atau getaran yang panjang, artinya memang tidak ada yang menghubungiku. Pesan teks masuk beberapa kali, tapi dari operator yang baik hati, yang tahu aku kesepian dan butuh suara untuk di dengar dari handphoneku ini.

Aku mulai bertopang dagu menghadap kearah jendela. Aku mungkin saat ini mulai bodoh, karena berharap akan bisa melihat SMA ku atau sekolah masa kecilku dari lt. 21 ini. Anganku kembali pada masa SMA ku. Waktu makan siang adalah waktu yang sangat menyenangkan setelah aku dekat dengan Kashi. Karena aku, dia selalu membawa makanan rumahnya. 

Dan tidak bisa kupungkiri, aku menyukai makanan ala negeri sakura karena pria itu. Dari mulai Sushi, Sukiyaki, Onigiri, Omurice, Somen yang berkuah, sampai takoyaki. Aku menyukai Sukiyaki. Padahal, entah bagaimana caranya, dia menuangkan makanan itu dari termos. Ku kira dia membawa susu di termos itu, ternyata itu adalah sayuran rebus yang dimasak dengan slice daging. Begitu enak, karena bawang putih yang terasa di kuahnya membuatnya terasa gurih. Nasi buatan rumahnya pun sangat enak. Begitu legit, dan dia selalu berbagi padaku.

Aku tersenyum mengingat kenangan itu. Tiba-tiba aku teringat wajah Kak Nagai. Dia begitu menawan dengan sorot matanya yang teduh dan sendu. Permainan drum, piano dan biolanya pun sangat bagus. Aku ingat saat pertama kali bertemu dengannya, dia memainkan lagu versi concerto dari mozart no 21. Gubahannya dibuat menjadi lebih slow, tapi terdengar sangat menarik. 

Aku diperkenalkan Kak Nagai oleh Kashi saat ingin mengerjakan tugas sekolah bersama. Semenjak perkenalan itu, kami bertiga menjadi sering berjalan bersama. Bila Kashi selalu berjalan paling depan, aku dan Kak Nagai selalu berjalan berdampingan. Kak Nagai selalu melindungiku, memberiku nasihat bila sedang merasa sedih, berbeda sekali dengan Kashi yang selalu memerintah, meninggalkan kami berdua. Pernah suatu kali dia kejang otot di depanku, membuatku takut setengah mati, karena tidak tahu harus berbuat apa. 

Suara Kak Nagai yang kesakitan tidak terdengar jelas saat memberi perintah padaku saat itu. Kak Nagai yang kesakitan saat itupun langsung dilarikan kesebuah rumah sakit ternama di Jakarta. Itu adalah satu hari sebelum Kashi dan Kak Nagai pergi ke Negeri Sakura. Hari dimana aku menyatakan rasa suka ku pada Kashi, tapi Kashi malah memberitahukan ku perasaan Kak Nagai. Ya, di malam kami bertiga merayakan ulang tahunku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun