Mohon tunggu...
Rumono Rumono
Rumono Rumono Mohon Tunggu... Guru

GTK di SMPN 1 Puhpelem Kab.Wonogiri, hobi menulis, menggambar, menyanyi dan bermain musik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Seleksi Penerimaan Murid Baru 2025

7 Mei 2025   12:19 Diperbarui: 7 Mei 2025   12:19 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Polemik Zonasi SPMB 2025: sekolah bertetangga akan jadi rebutan dalam pelaksanaan Seleksi Penerimaan Murid Didik Baru (SPMB) tahun ajaran 2025 yang dijadwalkan pada 3-5 Juni 2025 mendatang kembali diwarnai isu krusial, terutama terkait sistem zonasi. Di berbagai daerah, terutama di kawasan padat penduduk dengan sekolah-sekolah yang berdekatan, kebijakan ini justru mungkin akan menimbulkan persaingan tidak sehat antar sekolah dan keresahan di kalangan orang tua.

Inti dari sistem zonasi adalah memberikan prioritas kepada calon siswa yang berdomisili paling dekat dengan sekolah yang dituju. Tujuannya mulia: pemerataan akses pendidikan dan menghapus stigma sekolah favorit. Namun, implementasinya seringkali menimbulkan masalah, terutama ketika dua atau lebih sekolah dengan kualitas yang relatif sama atau bahkan berbeda tipis berada dalam zona yang saling beririsan.

Persaingan Sengit di Zona Beririsan

Kondisi ini memicu "perebutan" siswa di antara sekolah-sekolah bertetangga. Orang tua yang tinggal di perbatasan zona memiliki dilema besar. Mereka harus memilih sekolah mana yang akan diprioritaskan, padahal bisa jadi kualitas atau program unggulan sekolah lain lebih menarik bagi minat dan bakat anak mereka. Tak jarang, muncul spekulasi dan taktik "titip kartu keluarga" demi mengamankan kursi di sekolah yang dianggap lebih baik.

Dampak Negatif bagi Sekolah dan Siswa

Polemik ini tidak hanya meresahkan orang tua, tetapi juga berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi sekolah dan siswa. Sekolah yang berada di "ujung" zona atau dianggap kurang populer bisa kekurangan murid, bahkan terancam tidak bisa membuka rombongan belajar baru. Di sisi lain, sekolah yang berada di "tengah" zona berpotensi membludak, yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas pembelajaran akibat rasio siswa dan guru yang tidak ideal.

Bagi siswa, sistem zonasi yang kaku terkadang membatasi potensi mereka untuk bersekolah di tempat yang benar-benar sesuai dengan minat dan bakat. Mereka "terpaksa" memilih sekolah terdekat, meskipun mungkin tidak memiliki program yang mereka butuhkan atau lingkungan belajar yang mereka harapkan.

Perlu Evaluasi dan Solusi Bijak

Polemik zonasi SPMB 2025 di tingkat sekolah bertetangga yang pelaksanaannya tinggal menghitung hari ini menjadi catatan penting bagi pemerintah daerah dan dinas pendidikan. Evaluasi menyeluruh terhadap implementasi zonasi perlu segera dilakukan. Beberapa solusi yang mungkin bisa dipertimbangkan antara lain:

Penetapan zona yang lebih fleksibel: Mempertimbangkan kualitas dan daya tampung sekolah dalam menetapkan batasan zona.
Kuota jalur prestasi yang proporsional: Memberikan kesempatan yang lebih besar bagi siswa berprestasi dari berbagai wilayah.
Sosialisasi yang lebih intensif dan transparan: Memberikan pemahaman yang utuh kepada masyarakat terkait kriteria dan mekanisme SPMB
Pengawasan yang ketat: Mencegah praktik-praktik curang yang merugikan calon siswa dan sekolah.
Momentum SPMB 2025 seharusnya menjadi ajang untuk meningkatkan kualitas dan pemerataan pendidikan, bukan justru menimbulkan kegaduhan dan ketidakadilan. Dengan evaluasi yang cermat dan solusi yang bijak, diharapkan sistem zonasi dapat berjalan sesuai dengan tujuannya, memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh anak bangsa untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun